Subscribe Us

KEMISKINAN DAN PEMENUHAN GIZI KELUARGA, SEMPURNA KETIKA ISLAM ADA

Oleh: Mulyaningsih
(Pemerhati Masalah Anak, Remaja dan Keluarga)

Vivisualiterasi.com- Gempuran masalah rasanya tak habis mendatangi kita. Belum dapat bangkit karena efek Covid-19, kini kita dihadapkan dengan kenaikan harga BBM, gas elpiji, dan yang lainnya. Belum lagi PHK melanda para pekerja di negeri. Tak bisa dihindari, kemiskinan pun rasanya sulit untuk diselesaikan tuntas. Sebelum hantaman Covid saja kemiskinan masih sulit diatasi, apalagi saat ini. Alhasil, kemiskinan menjadi persoalan penting bagi negeri ini.

Pada sisi yang lain, seruan untuk pemenuhan gizi terhadap keluarga sedang gencar disuarakan. Sebagaimana dikutip republika.co.id (16/10/2022), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menekankan bahwa sangat penting pemenuhan gizi keluarga untuk pertumbuhan dan tumbuh kembang ananda. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, Agus Suprapto mengatakan, perilaku sehat dan hidup bersih perlu ditunjang dengan pemenuhan gizi seimbang dan nutrisi optimal. Tujuannya agar daya tahan tubuh keluarga terjaga dengan baik. Karena saat ini kondisi cuaca tidak menentu, dikhawatirkan anak-anak akan mudah terserang penyakit.

Seruan di atas jika terealisasi tentunya akan mendapatkan hasil yang baik. Namun, jika kita melihat kondisi masyarakat secara umum maka rasanya sulit untuk dapat merealisasikannya. Sudah bisa makan tiga kali sehari saja sudah bersyukur. Walaupun pada faktanya makan hanya menggunakan lauk pauk seadanya dan itupun tidak komplit (seimbang).

Melihat pada kenyataan yang ada saat ini, wajar saja jika kemiskinan sulit dihapuskan. Sulit pula masyarakat mendapatkan gizi yang optimal ketika menyantap makanan. Semua itu karena kemiskinan yang ada saat ini menjadi sebuah perkara yang bersangkutan dengan sistem yang diterapkan saat ini. Kapitalisme yang diterapkan saat ini membuat ukuran nyata hanya berdasar pada sisi manfaat dan kepentingan. Aktivitas yang dijalankan tentunya akan bersandar kepadanya. Selagi tidak menghasilkan atau ada hal yang menghadang, maka kebijakan akan langsung dikeluarkan. Contohnya adalah saat perusahaan yang mempunyai pekerja yang cukup banyak kemudian hampir gulung tikar karena terkena hantaman pandemi. Maka yang terjadi tentunya tak sedikit pekerja yang harus di PHK. Dari sini, pekerja tersebut berarti kehilangan sumber penghasilan, padahal ia harus menafkahi anak dan istrinya. Jika seperti ini, bagaimana lantas memenuhi gizi keluarga? Masih bisa bertahan hidup saja sudah untung, begitulah kata yang mungkin keluar dari mulut mereka. 

Melihat gambaran di atas, negara harusnya turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini. Dan tentunya negara harus berupaya secara serius dan maksimal. Artinya, para pemimpin yang harus bertindak cepat bagaimana menyelesaikan ini semua. Walaupun ada bantuan sosial ataupun bantuan BBM dan yang lainnya, tampaknya belum bisa menyelesaikan perkara di atas. Padahal, negeri ini begitu kaya akan sumber daya alam yang berasal dari darat, laut, termasuk hutan. Namun, semua itu tidak bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat di negeri ini. Negara justru menyerahkan pengelolaan kepada pihak asing yang notabenenya akan mengambil seluruh kekayaan negeri ini atas nama eksploitasi yang berlindung dalam neoimprialisme. Mereka mendapatkan jalur ekspres untuk mengelola sumber daya alam yang ada. Sementara negeri ini hanya mendapat sedikit bagian saja. Jika SDA dikelola oleh negara maka sebenarnya bisa untuk mensejahterakan masyarakat negeri ini.

Sedih dan miris melihatnya, kekayaan yang begitu banyak diangkut ke negara lain. Seperti gunung emas di Papua, minyak bumi di Cepu, batubara di Kalimantan, dan lainnya diangkut habis ke negara yang mempunyai modal untuk eksploitasi SDA tersebut. Padahal masyarakat sangat membutuhkan uluran tangan pemerintah agar dapat hidup aman dan sejahtera serta mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Pemerintah harusnya tidak hanya sekadar menghimbau saja tanpa ada aksi nyata yang dilakukan. Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang tentunya merogoh kocek dalam. Jika begitu, sudah bisa dipastikan masyarakat banyak yang tak mampu untuk membelinya. Walaupun hanya tahu dan tempe serta sayur yang terhidang. Karena mereka kesulitan ketika mengolahnya. Gas melon yang menjadi andalan masyarakat saat ini mengalami kenaikan harga. Ditambah lagi sulit untuk mendapatkannya. Gambaran itulah yang terjadi di masyarakat.

Berbicara terkait dengan sistem Islam, maka sejatinya tak hanya mengatur persoalan ibadah saja. Islam mempunyai aturan lengkap dan sempurna untuk mengatur seluruh lini kehidupan manusia di dunia. Termasuk pada pengelolaan SDA, masalah kemiskinan, periayahan negara (pemerintah), dan lain sebagainya. Tentu Islam mempunyai pola aturannya terkait itu semua. 

Terkait dengan pemenuhan kebutuhan pokok, kita dapat mengambil contoh teladan dari Khalifah Umar bin Khattab. Setiap malam beliau selalu melakukan sidak kepada penduduk negeri. Siapa tahu diantara selain banyak, ternyata ada yang belum terpenuhi kebutuhan pokoknya. 

Kita masih ingat bagaimana beliau memanggul sendiri sekarung gandum dan satu ember daging yang diantarkan ke salah satu rumah penduduk yang kelaparan. Bahkan amirul mukminin Umar bin Khattab ra. pernah berkata, “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.” Bahkan saat paceklik Umar ra. menolak menikmati makanan lezat, beliau memilih mengonsumsi makanan yang paling sederhana sampai-sampai kulitnya menghitam karena kurusnya. Bagi beliau, penduduk atau rakyat yang pertamakali harus merasakan nikmatnya makanan.

Ini merupakan contoh riil yang bisa kita lihat. Bagaimana luar biasanya kepemimpinan saat Islam diterapkan dalam kehidupan. Keimanan dan ketundukan terhadap Allah Swt. menjadi dasar pijakan seluruh aktivitas. Serta mampu menjalankan amanah dengan baik dan optimal. Sehingga rakyat hidup sejahtera, aman, dan nyaman.

Termasuk pula Islam menjelaskan terkait dengan kepemilikan secara jelas. Hal ini tentu sangat penting, karena berkaitan dengan status suatu benda. Dalam Islam, kepemilikan dibagi menjadi 3, yaitu kepemilikan pribadi, umum, dan negara. Berkaitan dengan sumber daya alam, maka jika termasuk kepemilikan umum maka harus dikelola penuh oleh negara. Untuk kemudian hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Misalnya seperti batubara, emas, minyak bumi maka semua itu harus negara yang mengelolanya. Haram hukumnya jika dikelola oleh individu atau kelompok, baik asing ataupun aseng. Itulah yang kemudian masuk dalam kas negara, Baitul mal dan digunakan untuk kepentingan rakyat. Sehingga masalah pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dapat diambil dari sana. Karena memang kewajiban bagi negara untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kebutuhan pokok yang bersifat umum termasuk kesehatan, keamanan.

Oleh karenanya, persoalan pemenuhan gizi seimbang serta kemiskinan di depan mata in syaa Allah bisa diatasi jika sistem Islam diterapkan. Tentunya dengan menerapkan Islam secara menyeluruh dalam bingkai institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Pemimpin yang ada tentunya akan amanah dalam mengemban seluruh kewajibannya. Serta Allah akan meridai sebuah negeri yang mau menerapkan Islam secara sempurna tadi. Alhasil, rakyat menjadi sejahtera, aman dan damai dalam institusi Islam. Wallahua'lam bish-shawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar