Subscribe Us

EKONOMI ISLAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN


Oleh:Assyifa Nur Fadilla
(Aktivis Dakwah)

Vivisualiterasi.com- Anggota DPR RI Fraksi PKS, Diah Nurwitasari bekerja sama dengan salah satu mitra Komisi VII DPR RI menyelenggarakan pelatihan budi daya dan pengolahan ikan lele di Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Pelatihan yang digelar di GOR Balai Desa Lagadar ini bertujuan untuk memperkenalkan teknik budi daya hingga pengolahan ikan lele agar masyarakat, khususnya peserta pelatihan mampu lebih berdaya secara ekonomi dan mampu bertahan di tengah ancaman resesi yang diprediksi akan melanda Indonesia. (fraksi.pks.id, 24/10/2022)

Berdasarkan laporan lembaga dunia Word Food Program (WFP), masyarakat dunia menghadapi ancaman kelaparan besar-besaran dalam beberapa bulan lagi akibat resesi ekonomi yang dipicu pandemi Covid-19. Saat ini ada 135 juta orang menghadapi ancaman kelaparan. Proyeksi dari WFP menunjukkan jumlahnya bisa meningkat dua kali lipat menjadi 270 juta orang. Jumlah ini masih bisa bertambah karena ada sekitar 821 juta orang yang kurang makan. Sehingga, total warga dunia yang bisa mengalami bencana kelaparan melebihi satu miliar orang. Bencana ini kemungkinan terjadi di 55 negara jika melihat pada skenario terburuk. (tempo.co, 23/04/2020)

Mengapa kelangkaan pangan bisa mendera penduduk bumi? Padahal segala kekayaan alam dan isi planet ini hanya untuk dinikmati manusia. Hewan berdaging empuk nan lezat, buah-buahan, sayur mayur, biji-bijian, palawija, dan segala macam komoditi disediakan untuk manusia.

Seluruh jumlah manusia yang ada, jika dihitung dengan angka matematika, maka lebih dari cukup untuk mendapatkan apa yang disuka. Dalam ranah akidah pun, Allah telah menegaskan bahwa setiap makhluk hidup mendapatkan jaminan rezeki.

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. Hud: 6)

Maka setiap muslim wajib mengimani dan meyakini bahwa rezeki manusia akan melekat di sepanjang usianya sebagaimana binatang melata. Allah tak akan pernah sekalipun menyia-nyiakan hambanya.

Namun, fakta di depan mata tidaklah demikian. Kasus kelaparan hingga meninggal dunia seakan menjadi tontonan murahan. Jeritan rakyat menjadi drama sesaat yang akan hilang bersama jasad. Maka penguasa akan tercatat oleh malaikat sebagai penghianat rakyat dengan penuh laknat.

Adakah yang salah dengan ketetapan Sang Pencipta bumi? Bukankah Allah telah kabarkan bahwa manusia tak layak bersedih hati, karena janji-Nya telah pasti?

Sungguh bahwa terjadinya tragedi kelaparan tak lepas dari qada Sang Maha Kuasa. Karena semua fenomena dan kisah manusia tak pernah pernah lepas dari kehendak-Nya semata. Hanya saja, rentetan kejadiannya seringkali karena ulah manusia yang menjejakkan kaki di bumi dengan penuh angkara.

Buruknya sistem distribusi pangan ala kapitalisme telah merajai tatanan ekonomi dunia. Mayoritas rantai pasok pangan dilegalkan oleh negara untuk dikuasai korporasi. Pemerintah hanya sebagai regulator dan fasilitator. BUMN tak lagi menjadi representasi negara, tapi menjadikan kebutuhan pangan rakyat sebagai ajang bisnis. Belum lagi maraknya penimbunan brutal oleh pemilik modal, rendahnya hasil pertanian akibat mahalnya biaya produksi, anjloknya sektor peternakan tersebab logistik pangan, semua telah mengantarkan pada nestapa yang tak berkesudahan. Belum lagi, penanganan wabah pandemi dari penguasa yang hanya separuh hati kian memperburuk suasana negeri. Bukan lagi nyawa rakyat yang menjadi harga mati. Namun kepentingan asing dan pengusaha dalam pusaran oligarki.

Wabah kelaparan menuntut penguasa untuk sigap bergerak mengerahkan segala potensi dan memanfaatkan berbagai sarana. Betapa rakyat telah menitipkan sumber daya dan kekayaan alam kepada penguasa untuk dikelola demi mewujudkan kehidupan sejahtera. Kini saatnya untuk mengembalikan kepada sang pemilik sejatinya.

Bencana krisis pangan bisa didera oleh bangsa manapun, termasuk negara Islam. Sebab hal ini merupakan ujian dari Allah subhanahu wa ta'ala bagi orang-orang yang beriman. Yang menjadi titik fokus adalah bagaimana cara menghadapi dan bertahan. Apakah sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah atau justru melawan.

Islam memiliki aturan detil nan sempurna. Termasuk konsep untuk mengokohkan ketahanan pangan dalam rangka bersiap siaga hadapi krisis berkala. Hal ini pernah diterapkan di sepanjang sejarah kegemilangan khilafah. Ada 5 prinsip yang menjadi perhatian Islam.

Pertama, optimalisasi produksi bahan makanan pokok. Yaitu memanfaatkan lahan secara maksimal untuk menghasilkan bahan makanan pokok. Sebab makanan pokok adalah kebutuhan yang paling mendesak. Segala hal yang berkaitan dengan upaya ini harus menjadi perhatian penuh. Mulai dari pencarian lahan, pengadaan benih, irigasi, pemupukan, penanganan hama, hingga pemanenan, dan pengolahan pascapanen.

Kedua, prinsip sederhana dalam gaya hidup. Masyarakat hendaknya tidak bersikap berlebih-lebihan dalam konsumsi pangan. Secukupnya dan seperlunya. Sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah bahwa seorang muslim diperintahkan untuk makan ketika datang rasa lapar dan berhenti sebelum muncul rasa kenyang. Begitu pula Rasulullah telah menggambarkan isi perut manusia yang ideal yakni sepertiga untuk air, udara, dan sisanya adalah makanan.

Ketiga, manajemen logistik. Yakni soalan pangan beserta yang menyertainya (irigasi, pupuk, antihama) sepenuhnya dikendalikan pemerintah. Caranya dengan memperbanyak cadangan saat produksi berlimpah dan mendistribusikan secara selektif ketika sediaan mulai berkurang. Di sinilah teknologi pascapanen menjadi penting.

Keempat, prediksi iklim. Yaitu analisis kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrem dengan mempelajari fenomena alam seperti curah hujan, kelembapan udara, penguapan air permukaan, serta intensitas sinar matahari yang diterima bumi.

Kelima, mitigasi bencana kerawanan pangan. Yaitu antisipasi terhadap kemungkinan kondisi rawan pangan yang disebabkan oleh perubahan drastis kondisi alam dan lingkungan. Mitigasi ini berikut tuntunan saling berbagi di masyarakat dalam kondisi sulit seperti itu. (Fahmi Amhar, 2018)

Penerapan prinsip ketahanan pangan ini harus berjalan di atas koridor sistem ekonomi Islam. Dengan konsep khasnya, bahwa negaralah yang bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu secara sempurna. Maka seluruh pasokan pangan harus berada di tangan negara. Sehingga, dalam kondisi harus dilakukan lockdown maka pemenuhan pangan rakyat sangat mudah dilakukan.

Dengan demikian, negara mampu mengentaskan problem kelaparan sekaligus kokoh dalam ketahanan pangan. Tentu saja tatanan indah ini akan mewujud dalam bingkai khilafah. Wallahu'alam bishshawwab. [Ng]

Posting Komentar

0 Komentar