Subscribe Us

TRAGEDI KANJURUHAN, BENTUK REFRESIF BERLEBIHAN


Oleh: Ross A.R
(Aktivis Dakwah Medan Johor)

Vivisualiterasi.com- Pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya menimbulkan duka mendalam bagi dunia sepak bola Indonesia. Ratusan Aremania dinyatakan meninggal dunia dan lainnya mengalami luka-luka akibat kejadian ini. Muhammad Riandi Cahyono merupakan salah satu Aremania yang turut menjadi korban dalam tragedi tersebut. Dia sengaja menyaksikan pertandingan tersebut  mengendarai motor dari Blitar. "Sekarang saya tidak tahu di mana teman saya, belum ketemu sampai sekarang," ucap pria yang berusia 22 tahun tersebut di RSUD Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Ahad (2/10). Pada saat kejadian, Riandi tak menampik ikut turun ke lapangan bersama Aremania lainnya. Hal ini semata-mata untuk menyampaikan protesnya karena Arema FC kalah dengan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan. (republika.co.id, 02/10/2022)

Seperti yang dikutip Kompas.com (8/10/2022) Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkapkan jumlah pintu darurat (Emergency Exit) yang terbuka dalam tragedi Kanjuruhan sangat sedikit. Dari delapan pintu emergency, hanya dua pintu darurat yang dibuka. Itupun untuk pintu evakuasi pemain Persebaya. Sisanya terkunci dan tidak dapat di fungsikan.

Meninjau langsung stadion Kanjuruhan, Presiden Jokowi mengatakan bahwa tragedi Kanjuruhan disebabkan oleh banyak faktor. "Saya melihat bahwa problemnya ada di pintu yang terkunci dan juga tangga yang terlalu tajam, ditambah kepanikan yang ada, tapi itu saya hanya melihat lapangannya," ucap Jokowi di Stadion Kanjuruhan Malang. (liputan6.com, 05/10/2022) 

Yang menjadi pertanyaan masyarakat, kenapa Presiden Jokowi tidak menyinggung terkait gas air mata yang ditembakkan pihak keamanan kepada suporter? Padahal gas air mata inilah yang menjadi pemicu kepanikan dan menyebabkan meninggalnya banyak orang. Dari video-video amatir yang tersebar luas di media sosial, terlihat tindakan represif aparat keamanan kepada suporter.

Penyelenggaraan pertandingan olahraga yang besar seperti itu seharusnya dipersiapkan dengan matang. Apalagi dengan target penonton mencapai puluhan ribu orang. Tentunya, tragedi tersebut memperlihatkan ada unsur kelalaian panitia yang berakibat fatal. Mirisnya, tindakan represif aparat keamanan terhadap suporter sungguh sangat disayangkan. 

Gas air mata yang disebut juga dengan Riot Control Agent (RCA) berfungsi untuk membuat seseorang tidak berdaya sementara. Itu karena adanya iritasi di mata, mulut, kulit, dan paru-paru. Di sebagian orang dapat berakibat pada kebutaan bahkan bisa sampai meninggal dunia.

Kelalaian panitia dan tindakan aparat keamanan yang represif ini berakibat fatal bagi semua orang. Yaitu menewaskan ratusan orang. Hal ini semestinya mendapatkan sanksi tegas dan peringatan keras. Tidak cukup hanya dengan permohonan maaf kepada para keluarga korban. 

Negara seharusnya memberikan santunan kepada keluarga korban yang meninggal ataupun yang luka-luka. Nyawa seorang muslim begitu besar harganya, bahkan lebih besar dari keagungan Ka'bah sebagaimana ada hadis Rasulullah saw. 

"Hancurnya Ka'bah lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang mukmin." (HR. An-Nasa'i)

Aparat keamanan seharusnya bertugas melindungi dan mengayomi rakyat, bukannya bertindak semena-mena dengan kekuasaan dan kekuatannya. Seharusnya kekuatannya digunakan untuk melindungi jiwa rakyat bukan sebaliknya. 

Pada umumnya, para pemain dan penonton pertandingan olahraga sepakbola di dominasi oleh kalangan pemuda yang seharusnya melakukan aktivitas yang produktif. Yang memberikan manfaat untuk dunia dan akhiratnya. Di antaranya mencari ilmu atau tsaqafah Islam, berdakwah, atau berjihad sebagaimana para pemuda Islam di masa Rasulullah saw.

Islam memang membolehkan berolahraga dalam rangka menjaga kesehatan, kebugaran, dan ketrampilan bagi umat Islam, tetapi tidak tidak dibenarkan jika sampai menimbulkan kesia-siaan. Terlebih di masa kapitalis sekuler saat ini, mayoritas pemuda dan pemudi mudah sekali tergoda oleh fun, food, fashion, film, dan sebagainya. Parahnya, pemerintah justru dinilai terus mendukung karena dapat menjadi sumber pemasukan.

Berbeda jauh dengan penguasa dalam sistem Islam, mereka akan benar-benar menjaga rakyatnya. Karena mereka akan menjaga amanah yang telah di berikan olehnya. Serta ketakwaan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan para penguasa dan aparat keamanannya takut akan pertanggungjawaban kelak di akhirat, atas apa yang menjadi tanggung jawabnya. Negara sudah seharusnya bertanggung jawab dalam menjaga dan memelihara jiwa setiap warganya. Jangan sampai ada seorang, baik muslim ataupun nonmuslim yang begitu mudahnya kehilangan nyawanya tanpa alasan yang dibenarkan. 

Oleh karena itu, untuk mencegah tindak pembunuhan yang disengaja, negara dalam sistem Islam wajib memberikan sanksi yang tegas dan keras berupa hukuman qishash kepada pelaku pembunuhan.

Allah Swt. berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ ۗ ذٰلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗفَمَنِ اعْتَدٰى بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih.(TQS. Al-Baqarah ayat 178).[Irw]


Posting Komentar

0 Komentar