Subscribe Us

KEMBALIKAN PERAN DAN FUNGSI PEMERINTAH

Oleh Mulyaningsih
(Alumni Fakultas Peternakan IPB)


Vivisualiterasi.com- Dunia masih belum pulih seutuhnya. Gempuran virus Covid-19 masih menjadi bayang-bayang dalam kehidupan manusia. Termasuk di negeri ini, virus tersebut telah memporak-porandakan sisi ekonomi dan kesehatan. 

Kini, harga bahan pokok kembali merangkak naik. Salah satunya adalah telur, sumber protein hewani yang selalu diburu oleh emak-emak kala tanggal tua di setiap bulannya. Namun, yang terjadi adalah harga protein hewani tersebut kian meroket tajam. Artinya, emak-emak kembali harus mengikat kencang pengeluaran rumah tangga. Begitu getir rasanya, karena belum pulih benar kondisi ekonomi malah dihantam dengan kenaikan diberbagai bahan pokok. Ditambah lagi dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 3 September 2022, menambah derita yang harus siap dijalani oleh seluruh masyarakat. Bagaikan menenggak pil yang belum pasti akan menyehatkan bagi tubuh. Itulah gambarannya sekarang, rakyat kian tercekik dan sulit bernafas melihat kondisi sekarang.

Dari data di laman Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, harga telur ayam ditingkat pengecer naik sebesar 6,83% hingga 26 Agustus 2022. Bahkan di beberapa daerah luar Jawa menyentuh angka Rp35.000,00 per kilogram.

Dikutip dari Kompas.com (30/08/2022) Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Syailendra) mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan harga telur ayam naik. Pertama, karena jumlah peternak ayam petelur turun sekitar 30%. Kedua, harga pakan naik baik yang berasal dalam negeri maupun impor. Berdasarkan data dari Kementrian Perdagangan, harga pakan menyentuh Rp6.800,00 hingga Rp7.200,00 per kilogram. 

Sedih memang melihat kondisi yang terjadi di negeri tercinta ini. Negeri yang lekat dengan sematan subur, tongkat dan kayu bisa menjadi tanaman. Namun kini, hal tersebut serasa jauh dari bumi yang kita pijak sekarang. Negeri dengan sumber daya alam yang melimpah ruah, kini sulit untuk mencari sumber pangan. Ibarat tikus mati di lumbung padi. Itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan kondisi nyata di negeri ini.

Kita masih ingat beberapa bulan yang lalu, bagaimana masyarakat dibuat sulit untuk mencari minyak goreng. Tak hanya sulit dicari, namun harganya pun meroket tajam. Belum lagi gas yang menjadi andalan emak-emak berdaster (gas melon) nampaknya sulit dicari dan harganya pun naik. Rasanya begitu sesak melihat kondisi yang terjadi saat ini. Masyarakat diminta untuk menanam sendiri, bersabar, dan mencari alternatif yang lain. Akankah ini menjadi solusi yang benar-benar menyelesaikan persoalan kehidupan masayarakat di negeri ini? Ataukah hanya menenangkan dalam kurun waktu sementara?

Belum lagi persoalan BBM yang kini ikut naik bersama dengan telur dan gas elpiji. Kita perlu mengetahui dengan jelas, jika BBM naik maka akan berdampak pada harga barang yang lainnya. Baik itu bahan pangan, sandang, papan, tariff ojol, dan yang lainnya tentulah akan naik mengiringi. Karena sejatinya semua memerlukan transportasi ketika memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Dan transportasi tersebut bisa berjalan dan berpindah ketika ada BBM. Inilah yang seharusnya menjadi pertimbangan para penguasa ketika hendak mencabut subsidi BBM yang berarti menaikkan harganya.
 
Balik lagi ke persoalan telur tadi, kenaikan harganya menjadi sebuah angin segar bagi para peternak ayam. Tentulah keuntungan yang didapatkan akan berlipat ganda. Namun, kita harus melihat secara detail terkait dengan para peternak tersebut. Sebagian besar dikuasai oleh para pengusaha asing yang notabenenya mereka menguasainya dari awal hingga akhir (baca: hulu sampai hilir). Mereka sebagai penyedia bibit, pakan, obat dan vaksin, alat-alat peternakan, serta peternakannya itu sendiri. Sehingga bisa kita lihat, yang lebih untung itu adalah para pengusaha tersebut, bukan peternak lokal yang hanya mempunyai peternakannya saja.
Hal ini sangat disayangkan, seharusnya yang sejahtera itu adalah para peternak kecil bukan para pengusaha tersebut.

Di sinilah kita melihat bagaimana peran penting sebuah negara beserta pemerintah. Dalam sistem yang diterapkan sekarang yaitu kapitalisme, negara (pemerintah) hanya dijadikan sebagai regulator saja. Tidak ikut terlibat langsung untuk menjadi subjek pelaksana. Tugasnya hanya menghimbau dan mengatur tanpa ada solusi pasti di setiap persoalan yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Termasuk pula pada sistem ketok palu alias kebijakan. Yang ada hanya menguntungkan sebagian pihak (para pengusaha) dan merugikan masyarakat secara keseluruhan. Itulah fakta yang terjadi saat ini di negeri kita. Artinya, semua itu patut diduga kuat bahwa sistem ini telah berhasil memberangus peran dan fungsi pemerintah untuk mengayomi dan melindungi rakyatnya.

Akan berbeda dengan pengaturan dalam sistem Islam. Keimanan dan ketakwaan yang kuat dalam diri-diri muslim akan mencetak pribadi yang bertanggung jawab (amanah), jujur, berani, mampu membedakan yang mana hak dan batil. Dengan begitu, pemimpin yang ada akan berhati-hati dalam hal mengeluarkan kebijakan untuk diterapkan di wilayahnya. Karena mereka yakin bahwa semua yang dilakukan di dunia akan dimintai pertanggungjawaban kelak di Yaumil Akhir. Sehingga kehati-hatian dan amanah menjadi kuncinya. Termasuk dalam hal pemenuhan dan menjaga keseimbangan harga pangan tentu harus dilakukan. Karena ini menyangkut hajat hidup manusia. Negara akan sungguh-sungguh mengelola seluruh sumber daya alam yang ada di negerinya untuk kebutuhan manusia dan ternak. Dalam hal ini, negara mempunyai data base terkait dengan populasi manusia, ternak, jumlah pakan yang diperlukan, dan perkiraan jumlah produksinya. Hal itu dilakukan agar mempunyai nilai ril yang bisa dijadikan sebagai target untuk memenuhi kebutuhan manusia tadi. Dengan begitu, akan ada langkah-langkah atau kebijakan yang ditetapkan agar nilai tersebut bisa dipenuhi dengan baik. Secara teknis, perlu adanya pengontrolan secara intensif terhadap ternak-ternak tersebut, agar mengetahui dari sisi kesehatannya. Termasuk pada pensortiran terhadap ayam yang masih produktif dan tidak. Ini perlu dilakukan secara berkala agar nantinya produksi bisa maksimal. Begitu pula pemetaan wilayah mana saja yang potensial untuk dijadikan sebagai sentral ternak ayam petelur. 

Semua itu dilakukan karena pemerintah sadar akan peran dan fungsinya sebagai pelayan umat. Termasuk pula melindungi dan mengayomi dengan baik. Dengan begitu, rasanya kenaikan harga dengan alasan harga pakan naik dan jumlah produksi menurun tak menjadi persoalan klasik yang terus menjadi kambing hitam. Jika semua terdata dengan rapih serta kebijakan yang dikeluarkan sesuai maka in syaa Allah persoalan ini tak akan berulang.

Sudah saatnya kita beralih pada sistem yang memanusiakan manusia. Tak lain agar yang benar tak bercampur dengan kesalahan. Tak lain agar ridha Allah bisa kita dapatkan dan keberkahan akan mendekat kepada kita. Berperan aktif dan berjuang bersama agar Islam dapat diterapkan di bumi Allah. Tak lupa agar peran dan fungsi negara dapat kembali seperti adanya, menjadi pelindung dan pengayom masyarakat. Wallahu’alam bish-shawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar