Subscribe Us

SOLUSI SEMU LEWAT PEP

Oleh Mulyaningsih
(Pemerhati Masalah Anak, Remaja, dan Keluarga)


Vivisualiterasi.com-Hantaman pandemi yang menimpa negeri ini dan seluruh dunia tampaknya masih bisa kita rasakan. Terutama sektor ekonomi yang sangat terimbas olehnya. Berbagai kebijakan pun dikeluarkan agar stabilitas tetap terlaksana dengan baik. Berbagai program-program diberikan agar dapat memulihkan perekonomian.

Sebagaimana yang diberitakan oleh salah satu media nasional bahwa Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini mendorong 1.500 ibu Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) untuk berani mengubah nasib dengan melakukan aktivitas wirausaha. Hal tersebut beliau sampaikan saat acara Sosialisasi Penguatan Perekonomian Subsistem sebagai upaya peningkatan perekenomian masyarakat di Pendopo Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tujuan dari kegiatan tersebut untuk mendorong kemandirian finansial dan meningkatkan kesejahteraan KPM PKH secara bertahap. Diharapkan pula mereka dapat lulus dalam waktu enam bulan ke depan dari program PKH. (nasional.kompas.com, 26/06/2022)

Di sisi lain, meningkatkan potensi perempuan pada sektor digital sangat penting agar berjalan pemberdayaan ekonomi perempuan. Pemerintah juga berupaya serius untuk mempercepat sisi kesetaraan dan keadilan gender. Hal ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate. Beliau menambahkan pula bahwa selama pandemi Covid-19, beragam aktivitas ekonomi dan wirausaha perempuan tercatat serta tentunya memanfaatkan teknologi digital yang ada. (Liputan6.com, 21/04/2021)

Berdasarkan hasil riset yang ada, menurut UN Women pada Juli 2020 menunjukkan, perempuan mengungguli laki-laki dalam hal penggunaan internet. Pada usaha mikro sebanyak 54% perempuan mengadopsi penggunaan internet dalam menjual dan memasarkan produknya. Sedangkan pada laki-laki skalanya hanya menembus 39%. 

Melihat kemunculan angka yang tertera pada data di atas, menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak mengakses teknologi dari pada laki-laki. Terbersit dalam pikiran kita, apakah langkah untuk mempercepat kesetaraan gender pada lini digital ini membawa sesuatu (kebaikan) pada perempuan? Padahal rasanya masih banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan dengan tuntas. Sebut saja fakta kemiskinan yang terjadi di negeri ini. Lantas, apakah dengan adanya pemberdayaan ekonomi perempuan lantas mampu menghapus angka kemiskinan? Tentu semua itu tak bisa memastikan akan hal tersebut.

Pada kenyataannya, perempuan hanya menjadi gula dalam minuman teh. Ya benar sekali, ia hanya berfungsi sebagai penambah cita rasa manis pada minuman tersebut. Bak seperti gula tadi, perempuan pun hanya dijadikan sebagai pemanis saja. Ia dijadikan sebagai bumper atas fakta kemiskinan yang terjadi di negeri ini. 

Begitulah daya pikat yang sengaja diciptakan pada sistem kapitalisme saat ini. Nuansa materi sangat terasa di dalamnya. Yang penting mendapat banyak materi dan mendapat manfaat. Itulah yang selalu dicari oleh para kapital yang ada. Memanfaatkan segala macam cara agar keuntungan terus mengalir padanya dan membiarkan generasi tak terurus karena seluruh perempuan keluar dari tempat terbaiknya, yaitu rumah. Mereka dipaksa untuk keluar dan meraih pundi-pundi uang yang tak seberapa jika dibandingkan dengan kelangsungan generasi penerus saat ini. Kehilangan jati diri, bisa tampak jelas kita jumpai manakala seorang anak jauh dari ibunya. Orang yang selama ini terdekat dengannya tiba-tiba disibukkan oleh sesuatu yang berbau 'materi'. Kita pun dapat meraba, apa yang akan terjadi kemudian jika generasi tak mempunyai modal dasar dalam mengarungi kehidupan. Semua itu terjadi karena ibu mereka sibuk di luaran sana. Sibuk dengan UMKM, produk, penjualan, stok barang, dan yang lainnya. Akhirnya yang menjadi korban adalah anak-anak alias generasi penerus.

Seharusnya kaum perempuan tak mudah terbuai dengan kebijakan PEP yang seolah dianggap mengembangkan potensi perempuan di bidang ekonomi. Pada kenyataannya adalah pemerintah justru menjadikan perempuan sebagai dalih ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan masalah kesejahteraan. Dalilnya selalu dikatakan untuk meningkatkan wakil perempuan pada sektor ekonomi. Hal tersebut dimaksudkan agar perempuan makin terampil dan berdaya. 

Termasuk pada ranah kesetaraan gender ini dimaksudkan agar mampu mengukur pada kesejahteraan dan hak-hak perempuan. Bahwa perempuan pun bisa berbuat sesuatu di luar rumahnya. Ini yang terus dihembuskan dan diperkuat. Padahal fakta membuktikan bahwa tak sedikit keluarga yang akhirnya berpisah gara-gara si ibu sibuk di luaran sana. Merasa dirinya sudah bisa menghidupi diri sendiri, akhirnya melakukan gugatan cerai kepada suami. Karena mereka berpikir bahwa perempuan bisa juga menghasilkan pundi-pundi uang, bahkan melebihi dari kaum pria. Ini juga yang menjadi kunci pamungkas, mengartikan perempuan sukses dan mandiri hanya dari sisi ekonomi saja. 

Oleh sebab itulah, perempuan harusnya sadar dan mengerti bagaimana ia diciptakan. Tak lupa mengerti akan peran serta fungsinya di dalam rumah tangga. Bahwa ia adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya, sekaligus menjadi manager rumah tangga. Dengan seperti itu, maka keluarga akan mendapati keharmonisan dan mampu mencetak generasi unggul lagi beriman. 

Islam pun begitu memuliakan perempuan. Ia akan setara dengan kaum adam, yang membedakan hanya pada sisi keimanan serta ketakwaannya saja. Laki-laki dan perempuan Allah ciptakan mempunyai fungsi dan peran masing-masing yang saling melengkapi. Beban mencari nafkah dan kepala keluarga dibebankan kepada seorang ayah. Sebagai manager rumah tangga sekaligus pendidik generasi dibebankan kepada seorang ibu. Itulah gambaran ideal di dalam Islam, satu sama lainnya harus bekerja sama agar menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga plus anak-anak menjadi generasi unggul lagi hebat.

Seorang ibu atau perempuan tidak akan dipaksa bekerja untuk mencari nafkah. Sekalipun Islam sendiri tidak melarangnya untuk bekerja. Ketika ia bekerja maka semata-mata untuk mengamalkan ilmu yang ia dapatkan dengan tujuan meraih kemaslahatan. Namun, sekali lagi ia tidak mengabaikan kodratnya sebagai perempuan. Dan ia juga harus mematuhi aturan Islam ketika bekerja. Tidak melakukan khalwat, membuka aurat, dan yang lainnya.

Walhasil, perempuan harus bisa menjalankan fungsi dan perannya sebagai seorang ibu dan istri jika ia sudah menikah. Ia harus menyadari untuk mengambil segala aturan hidup hanya yang berasal dari Islam saja. Termasuk ketika hendak menjalankan aktivitas selama di dunia, standarnya hanya melihat pada hukum syarak semata. Karena sejatinya hanya Islam, dalam bingkai institusi khilafah yang mampu menjaga perempuan serta mengembalikan fungsi dan perannya. Termasuk pula menjaga dan memuliakan perempuan. Wallahu a'lam bish-shawab. [Ng]

Posting Komentar

0 Komentar