Subscribe Us

SUARA RAKYAT DAN MIKROFON DIMATIKAN:POTRET TUNARUNGU KEADILAN

Oleh Vindy W. Maramis, S.S 
(Pegiat Literasi Islam, Aktivis Dakwah) 


Vivisualiterasi.com- Hattrick! Drama mematikan mikrofon dalam rapat di gedung DPR yang dilakukan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, ternyata masih berlanjut. Sepak terjang anak Petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selama menjabat sebagai Ketua DPR RI memang selalu memicu perhatian publik. Yang paling ikonik adalah aksi mematikan mikrofon dalam rapat DPR. 

Bukan kali pertama, Puan kembali “beraksi” dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Selasa (24/5/2022) lalu. 

Seperti yang dikutip dari Suara.com (26/5/2022), ketika Puan hendak mengetuk palu sebagai tanda berakhirnya rapat, salah satu anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Amien AK meminta Puan untuk memberikan waktu 1 menit untuk berbicara. Dalam interupsinya selama kurang lebih 3 menit, yang membahas ihwal penting. Yakni terkait kekosongan hukum dan peraturan terkait L9B7 dalam KUHP, tiba-tiba mikrofonnya dimatikan oleh Puan Maharani. 

Hal ini tentu membuat publik kecewa terhadap sikap Puan, terutama umat Islam yang ada di negeri ini. Sudah beberapa bulan belakangan isu L9B7 begitu mengganggu dan menjadi perhatian publik. Pasalnya, kampanye L9B7 di negeri ini makin masif. Mulai dari kemunculan pasangan gay di Podcast Daddy Corbuzier hingga pengibaran bendera L9B7 oleh Dubes Inggris. 

Sudah sepantasnya masalah L9B7 ini dibahas dalam rapat paripurna DPR. Karena bila dibiarkan akan makin marak dan menular di tengah-tengah masyarakat. 

Setidaknya, ada tiga hal mendasar dari pengaruh kerusakan yang akan ditimbulkan oleh L9B7 ini. Pertama, dari sisi agama. Pembiaran perilaku dan pelaku L9B7 akan mengundang azab dan laknat Allah. Hal itu karena perbuatan L9B7 adalah perbuatan yang keji dan melampaui batas.

Allah berfirman, “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas." (QS. al A'raf: 80-81)

Bahkan Rasulullah juga menegaskan sebanyak tiga kali. Penegasan dalam hadisnya, “Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth. Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth. Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth. (HR. Ahmad) 

Kedua, dari sisi sosial. Perbuatan dan para pelaku L9B7 ini akan merusak tatanan kehidupan sosial manusia. Hal itu karena manusia diciptakan berpasang-pasangan agar mampu melangsungkan keturunan demi menjaga eksistensi manusia di muka bumi. Bila L9B7 ini dibiarkan bisa menyebabkan 'loss generation'. 

Ketiga, dari sisi kesehatan. Berdasarkan riset yang dibuat oleh Badan Kesehatan Dunia, pelaku L9B7 lebih tinggi resikonya terkena penyakit kelamin menular dan penyakit kanker anus. Secara sains, perbuatan L9B7 itu sendiri sudah menyimpang dan menyalahi ilmu alat reproduksi manusia. 

Maka, sebagai negeri dengan mayoritas muslim terbesar di dunia seharusnya tidak menyepelekan masalah L9B7 ini. Namun, sikap ketua DPR (Puan Maharani) yang mematikan mikrofon jelas menunjukkan sikap acuh atas permasalahan L9B7 di negeri ini. Katanya negeri ini menjunjung tinggi demokrasi. Padahal demokrasi itu mengusung yang namanya 'freedom of three' (tiga kebebasan). Yakni kebebasan beragama, berperilaku, dan kebebasan berpendapat. Namun nyatanya, ketika ada hal yang tak sesuai dengan kepentingan elite tertentu justru dibungkam. Ini jelas bentuk dari ketidakadilan dalam berpendapat. Hukum dan keputusan yang dibuat juga berdasarkan suara terbanyak, bukan halal atau haram. Apabila suara terbanyak memilih kemaksiatan, maka hal tersebut akan dilegalkan sekalipun perbuatan haram. 

Inilah potret sistem kapitalisme yang mengusung politik dan hukum demokrasi di dalamnya. Sehingga legitimasi yang digunakan adalah materi, untung, dan rugi. Segala sesuatu akan dihukumi “boleh” selagi mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi elite pemangku kekuasaan atau yang berkepentingan. 

Begitu kontras dengan pemimpin dalam sistem Islam. Pemimpin dalam sistem Islam akan dibentuk menjadi sosok yang peka terhadap keadaan rakyat. Segala keluh kesah rakyat akan di dengarkan dan dicari solusinya sesuai hukum syarak. Seperti sosok Khalifah Umar bin Khattab. Suatu ketika saat Umar berjalan bersama bawahannya, tiba-tiba seorang wanita memanggilnya hingga ia menoleh ke belakang. Lalu wanita itu berkata “Hai Umar, saya masih ingat ketika kamu masih dipanggil Umeir, bergulat dengan anak-anak muda di pasar Ukadh. Tak berapa lama kamu dipanggil Umar dan sekarang kamu dipanggil Amirul Mukminin. Hai Umar, takutlah engkau kepada Allah mengenai rakyatmu. Dan ketahuilah, barangsiapa takut akan mati, tentu ia juga takut akan kelaparan diri”.

Seketika sang pembantu menegur wanita tersebut, namun Umar segera menghentikannya dan berkata “Biarkan dia. Kamu belum kenal dengannya. Ketahuilah Jarud, inilah Khaulah binti Hakim yang suaranya didengar oleh Allah dari atas langit ketujuh. Yakni ketika ia menggugat Rasulullah perihal suaminya dan mengadukannya kepada Allah (QS. al Mujadalah). Maka demi Allah, Umar lebih pantas lagi mendengarkan ucapannya.”

Beginilah sosok pemimpin yang layak dijadikan teladan. Karena sesungguhnya pemimpin dalam Islam adalah pelayan dan pelindung bagi rakyat yang dipimpinnya. Pemimpinlah yang harusnya melayani, melindungi, dan mendengarkan keluh kesah rakyatnya bukan sebaliknya. Seperti saat ini, justru rakyat yang dituntut untuk tunduk dan patuh terhadap penguasa. 

Apalagi menyoal pelaku L9B7, dalam sistem Islam perkara ini sudah jelas hukumnya (haram) dan akan segera di tegakkan hukuman bagi pelakunya. Yaitu dibunuh (pelaku L9B7) apabila tidak mau kembali pada fitrah nalurinya. Seperti yang tertuang dalam hadis Rasulullah, “Siapa saja yang menjumpai kaum yang melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah keduanya”. (HR. Abu Daud) 
Allahua'lam. [Irw]

Posting Komentar

0 Komentar