Subscribe Us

SILATURAHMI LEBARAN MANUVER KEREK ELEKTABILITAS?

Oleh Ima Desi 
(Aktivis Muslimah Surabaya) 


Vivisualiterasi.com-Momen Hari Raya Idulfitri 1443 H menjadi momen yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Mengingat di tahun sebelumnya, kita masih berada dalam suasana pandemi yang belum memungkinkan untuk melakukan aktivitas silaturahmi sebagai aktivitas khas Idulfitri di Indonesia. Namun, tahun ini semua masyarakat sudah bisa melakukan silaturahmi tak terkecuali para politisi. 

Tampak momen lebaran Idulfitri kali ini di manfaatkan oleh para pejabat publik dan politisi sebagai momen silaturahmi. Kegiatan bernuansa politik berbalut silaturahmi mulai dari hari H hingga masa libur lebaran dimanfaatkan untuk saling berkunjung. (tirto.id, 09/05/2022) 

Meski silaturahmi di momen Idulfitri menjadi sesuatu yang lumrah. Namun, tak sedikit yang memandang bahwa para pejabat publik dan politisi sengaja memanfaatkan momen ini sebagai ajang untuk menyiapkan kontestasi pemilu 2024. Betulkah demikian? 

Melancarkan Ambisi Kekuasaan

Menjalin hubungan dekat antara penguasa atau pejabat publik dengan rakyatnya bukan sesuatu hal yang salah. Justru menjalin ukhuwah adalah kebaikan. Apalagi ada momennya yaitu Idulfitri. Namun menjadi satu hal yang patut kita kritisi ketika aktivitas itu hanya dilakukan di momen dan waktu tertentu saja. Sedangkan di waktu yang lain, apalah arti rakyat. Tak di dengar suaranya dan diabaikan hak-haknya. Sehingga tak heran apabila banyak diantara masyarakat yang memandang bahwa silaturahmi yang dilakukan oleh pejabat dan politisi baru-baru ini syarat dengan kepentingan dan mengarah pada simbol-simbol kepada persiapan menuju Pemilu 2024. Tujuannya tidak lain adalah untuk menarik elektabilitas dan dukungan masyarakat agar bisa meraih kursi kekuasaan 2024.

Sebagaimana kita ketahui bahwa makna elektabilitas adalah tingkat ketertarikan seseorang untuk memilih suatu hal. Dalam konteks politik, elektabilitas dapat diartikan sebagai tingkat ketertarikan masyarakat umum terhadap figur politik, partai, atau lembaga politik. Hal ini juga meliputi kemungkinan masyarakat untuk memilih partai politik tersebut. Upaya menarik elektabilitas menjadi penting dilakukan, mengingat di tengah kondisi sulitnya masyarakat tak sedikit yang tidak percaya lagi dengan janji-janji kepemimpinan. Mereka menuntut bukti tak sekadar janji. Sehingga perlu upaya untuk membangun kepercayaan umat menjelang kontestasi pemilu.

Begitulah figur penguasa, pejabat publik dalam sistem demokrasi, bergerak atas dasar kepentingan. Mereka sibuk memprioritaskan meraih dan mendapatkan kursi kekuasaan. Namun, mereka lupa dengan tanggung jawab terhadap rakyat yang harusnya mendapatkan pelayanan. 

Kekuasaan Adalah Amanah
 
Dalam Islam, kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan oleh masing-masing yang mengambilnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya: 

“Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya”. (HR al-Bukhari)

Kaum muslimin menyadari betul bahwa kekuasaan adalah amanah yang berat dan akan mereka pertanggungjawabkan di hadapan Allah. Sehingga tidak banyak orang yang berebut untuk bisa duduk di kursi kekuasaan. 

Kekuasaan yang diraih juga tidak ditujukan semata-mata untuk kepentingan dan memenuhi hawa nafsu. Justru tujuan terpenting kekuasaan dalam Islam adalah untuk bisa merealisasikan penerapan Islam di tengah kehidupan. 

Kekuasaan yang dikehendaki oleh Islam adalah yang digunakan untuk melayani Islam, sebagaimana yang diminta oleh Rasul saw. kepada Allah Swt dalam firman-Nya: 
 
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Ya Tuhanku, masukkan aku (ke tempat dan keadaan apa saja) dengan cara yang benar, keluarkan (pula) aku dengan cara yang benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong. (QS.Al-Isrā : 80) 

Kekuasaan juga harus dibangun di atas pondasi agama. Yakni Islam dan ditujukan untuk menjaga Islam, syariatnya serta memelihara urusan umat. Imam al-Ghazali menyatakan, “Agama adalah pondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap.” 

Alhasil, kekuasaan harus diorientasikan untuk melayani Islam dan kaum muslim. Hal ini hanya akan terwujud jika kekuasaan itu menerapkan syariat Islam secara total, memelihara urusan dan kemaslahatan umat, menjaga Islam dan melindungi umat. Kekuasaan semacam inilah yang harus diwujudkan oleh kaum Muslim semuanya. Dengan itu kekuasaan akan menjadi kebaikan dan mendatangkan keberkahan bagi semua. Wallahua'lam bi ash-Shawab.(Dft)

Posting Komentar

0 Komentar