Subscribe Us

TANGIS PILU DI TENGAH EUFORIA MANDALIKA

Oleh Aprilia Restiana, A. Md. Keb. 
(Praktisi Kesehatan dan Pegiat Literasi) 


Vivisualiterasi.com-Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat, kayu, dan batu bisa jadi tanaman

Salah satu petikan lagu yang dinyanyikan penyayi legendaris Indonesia ini menggambarkan betapa subur tanah dan melimpahnya kekayaan sumber daya alam milik negeri kita. Sampai-sampai sebuah tongkat bila ditancapkan di tanah tumbuh menjadi tanaman. 

Namun, lagu tinggallah lagu. Ungkapan hanya tinggal bualan. Antara kata dan nyata sungguh berbeda. Negeri yang katanya penghasil minyak sawit terbesar nyatanya tak mampu memenuhi kebutuhan minyak rakyatnya. Terlihat dari panjangnya antrian hingga berkilo meter demi mendapatkan seliter minyak goreng. Belum lagi kenyataan bahwa harga minyak goreng pun mulai meroket karena kelangkaan. 

Belum usai dengan peliknya masalah minyak goreng, kini rakyat harus menangis kembali meratapi naiknya harga kebutuhan pokok seperti gas LPG, kedelai, daging, beras, gula, dan masih banyak lagi. 

Akan tetapi, di tengah jerit tangis pilu rakyat untuk sekedar mengganjal perut ditambah polemik kebijakan mengatasi pandemi yang tak kunjung usai, pemerintah justru menyelenggarakan event MotoGP bertaraf internasional yang diyakini dapat meningkatkan omset pariwisata. 

Dikutip dari laman kompas.com, Euforia MotoGP Mandalika digadangkan telah menghabiskan dana triliunan rupiah dari kas APBN. Ini artinya, uang rakyat ikut andil dalam perhelatan tersebut. Sementara ada hal yang lebih urgent ketimbang proyek sirkuit ini. Ada nyawa yang tergadai demi sesuap nasi. 

Sangat membanggakan memang ketika negeri ini mampu menjadi tuan rumah event bertaraf internasional. Namun sayangnya, peran seorang pemimpin tidak hanya sebatas itu. Kehadiran sosok pemimpin harus menyeluruh dalam pelayanan dan kesejahteraan rakyat, bukan hanya di ranah yang dianggap bisa menghasilkan pundi-pundi materi. 

Sebagai negara dengan kelimpahan sumber daya, semestinya mampu mencukupi kebutuhan rakyat tanpa harus ada drama kenaikan harga dan antrian panjang. Namun kesalahan tata kelola akibat sistem yang amburadul-lah yang menjadi penyebab utamanya. 

Demikianlah wajah demokrasi saat ini. Sistem yang memberi peluang kepada pengusaha dan pemilik modal untuk ikut andil dalam membuat kebijakan yang menguntungkan perutnya. Sementara penguasa, nyatanya telah terbeli oleh para kapitalis demi mempertahankan kursi emasnya. Di lain tempat, Islam sebagai agama sekaligus sistem kehidupan mampu memberi jalan keluar atas segala permasalahan. 

Pemimpin dalam Islam (Khalifah) adalah pelindung bagi rakyatnya, baik itu manusia maupun hewan dan tumbuhan. Seorang pemimpin (Khalifah) akan benar-benar memelihara urusan rakyat. Jika ada individu atau gelandangan, semestinya pemimpin memenuhi kebutuhannya dengan prima. Sebagaimana yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab yang memanggul sendiri sekarung gandum sekaligus memasaknya untuk seorang ibu dan dua anaknya. 

Begitu pula dengan kebutuhan pokok lainnya seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, dll. Negara wajib memfasilitasi secara gratis yang dananya diambil dari kas baitul mal. Itulah tugas pemimpin dalam islam yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat.. 

Sementara apabila kebutuhan tersebut belum terpenuhi dan merata, maka seharusnya ini menjadi PR besar pemerintah untuk fokus menyelesaikannya. Bukan malah berpindah alih ke masalah lain seperti pembiayaan sirkuit Mandalika yang akhirnya menimbulkan tangis pilu rakyatnya. Wallahu a'lam bish-shawab.[NFY]

Posting Komentar

0 Komentar