Subscribe Us

LABEL RADIKAL, UPAYA PENYUDUTAN ISLAM

Oleh Wahyuni
(Penulis dan Ibu Rumah Tangga)


Vivisualiterasi.com-Umat Islam saat ini sedang mengalami keguncangan dan dibentrokkan dengan berbagai stigma. Ada upaya menyalahkan  Islam dengan merusak nama baiknya. Salah satunya dengan penyebutan radikal.

Dikutip dari berita (nasional.tempo.co, 25/01/2022) Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar menyatakan banyak pesantren yang terafiliasi dengan jaringan terorisme dan tersebar di berbagai wilayah. Bahkan pihaknya juga menyebutkan ada 11 ponpes berafiliasi JAK (Jamaah Anshorut Khalifah), 68 ponpes berafiliasi JI (Jamaah Islamiyah), dan 119 terafiliasi JAD (Jamaah Anshorut Daulah) dan simpatisan ISIS. Hal itu ia sampaikan saat rapat kerja bersama Komisi III DPR di gedung Parlemen Jakarta.

Dari data itu justru menguatkan dugaan adanya stigma negatif terhadap pesantren. Padahal dari pesantren itulah lahir para pejuang kemerdekaan RI. Sebagaimana dinyatakan oleh Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah bahwasanya beliau mempertanyakan dari manakah BNPT mendapat data tersebut. Karena dapat memicu keresahan dan menunjukkan adanya Islamofobia. (republika.id, 28/01/2022)

Pemerintah yang seharusnya mengayomi rakyat malah mempropagandakan isu radikalisme sebagai topik utama permasalahan negara. Bahkan setiap kasus tindakan anarkis yang dilakukan oknum Islam selalu dikaitkan dengan terorisme.  Ditambah lagi ada gerakan masif penjegalan ajaran Islam kafah. Salah satunya dengan moderasi beragama yang dianggap sebagai solusi peredam radikalisme.

Seolah selalu saja radikalisme disematkan pada Islam. Seakan ada unsur kesengajaan dari pihak berkepentingan dalam pengalihan isu bom. Ini menunjukkan bahwa rezim yang anti-Islam.

Penyebutan itu bukannya tanpa dasar, namun melihat dari berbagai tindakan represif para penegak hukum terhadap ulama dan aktivis Islam. Bahkan pelecehan terhadap simbol dan ajaran Islam juga kian marak. Namun tak ada pembelaan dari negara dengan alasan menyamaratakan hukum.

Walaupun rezim saat ini menolak disebut  anti-Islam, namun nyatanya tak ada suara untuk membela umat Islam yang tertindas. Entah itu di negeri sendiri ataupun di negeri-negeri minoritas muslim. Penyebutan intoleran juga kadang disematkan ketika tak sejalan dengan pemikiran liberal. Inilah yang menimbulkan Islamofobia. Bukan hanya dari agama lain, dari umat Islam itu sendiri. Islam yang benar semakin dijauhi. 

Umat Islam seharusnya menyadari ada yang diuntungkan dalam situasi ini. Yakni para negara kapitalis. Merekalah yang menyematkan kerusuhan di balik tawaran solusi yang menggiurkan. Untuk mengokohkan kekuasaan, kemudian mengikuti arahan raja kapitalis.

Perlunya kesadaran umat Islam memahami situasi ini. Inilah yang menjadi upaya para pendakwah untuk mengubah keadaan. Menyampaikan kebenaran dengan sebenar-benarnya demi memberangus islamofobia di masyarakat. Meluruskan pemahaman kepada umat bahwa Islam itu mendidik orang menjadi bertakwa bukannya menjadi radikal. 

Umat Islam harus disadarkan kembali bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang mampu menyelesaikan problematika umat. Sematan radikal ataupun intoleran tidak pantas kepada Islam. Karena Islam yang diajarkan Rasulullah jelas-jelas membangun pribadi yang bertakwa jika seluruh umat Islam terbina secara kafah.

Semoga sistem Islam kembali tegak dan berjaya agar tak ada lagi yang bisa melecehkan kemuliaannya. Wallahu A'lam Bishsawwab. [Ng]

Posting Komentar

0 Komentar