Subscribe Us

DI BALIK DAFTAR PENCERAMAH RADIKAL

Oleh Ima Desi
(Kontributor Vivisualiterasi)


Vivisualiterasi.com-Berbagai kejadian yang ada di depan mata serta kejadian membuat semua orang menginginkan solusi. Itulah harapan dari setiap masyarakat kita. Bagaimana tidak? Belum usai langkanya minyak goreng, sudah disusul dengan melambungnya harga kedelai dan daging. Tak hanya itu, harga gas LPG juga ikut naik. Masyarakat dibuat semakin pusing karenanya. Sudahlah pendapatan tak ada kenaikan, harga kebutuhan pokok terus merangkak naik. 

Namun, harapan hanya tinggal harapan. Di balik masalah pelik yang dihadapi masyarakat kita hari ini, lagi-lagi penguasa membuat gaduh. Bukan pernyataan tentang solusi penanganan kelangkaan dan mahalnya harga-harga yang dikeluarkan. Penguasa justru kembali mengeluarkan pernyataan terkait kewaspadaan terhadap para penceramah yang dianggap radikal. Hal ini dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang telah menerbitkan sejumlah ciri penceramah radikal. Menurutnya, langkah tersebut dilakukan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyindir keberadaan pendakwah radikal pada rapat pimpinan TNI-Polri.

Beberapa ciri penceramah radikal yang mereka sebutkan adalah antipemerintah dan selalu menyebarkan kebencian terhadap pemerintah yang sah. Selain itu, mereka juga menyebut bahwa para penceramah ini selalu menyebarkan paham khilafah dan anti-Pancasila. Sehingga masyarakat dihimbau waspada dalam menghadirkan para penceramah tersebut. (cnnindonesia.com, 06/03/2022) 

Isu Lama yang Akan Terus DiGulirkan

Masalah stigmatisasi terhadap para ulama yang selama ini menyampaikan dakwah dan mengedukasi masyarakat tentang Islam, bukanlah persoalan baru. Sebelumya, penguasa juga pernah mengeluarkan peraturan tentang sertifikasi terhadap da'i. Aktivitas dakwah dan para da'i juga dianggap butuh diatur karena juga diwaspadai membawa paham radikal. Mengapa penguasa terus sibuk mengurus proyek radikalisme ini dibanding dengan mengurus dan menyelesaikan problematika masyarakat? 

Perlu kita ketahui bahwasanya agenda deradikalisasi bukan hanya agenda nasional, namun bagian dari agenda global untuk memerangi Islam. Kita tahu, bahwasanya barat terus berupaya memerangi Islam dengan mengatasanamakannya dengan terorisme. Namun, setelah Amerika dipimpin oleh Donal Trump, slogan "Global War on Terorism" diubah menjadi slogan "Global War on Radicalism". Karena slogan tersebut dianggap lebih bisa menyasar kelompok yang menginginkan penerapan syariah kafah dalam institusi khilafah. 

Selain itu, umat yang semakin cerdas sudah tidak percaya lagi dengan isu terorisme. Jadilah perang terhadap umat Islam diubah menjadi perang terhadap radikalisme. Sasarannya sama, yaitu umat Islam yang menginginkan penerapan syariah kafah dalam bingkai khilafah. 

Kesadaran kaum muslimin terhadap agamanya rupanya menjadi momok bagi barat. Barat menyadari bahwa gelombang perubahan ke arah Islam akan mengancam eksistensi mereka. Sehingga mereka berupaya melakukan berbagai cara untuk menghalangi kebangkitan Islam. Diantaranya adalah terus melakukan kriminalisasi dan stigmatisasi pada ajaran Islam dan pengembannya. Isu ini akan terus digulirkan sebagai jalan untuk mengalihkan perhatian umat pada peristiwa yang menimpa mereka. Kesulitan hidup yang menimpa mereka, sehingga lebih fokus kepada masalah radikal radikul.

Khilafah Ajaran Islam

Diantara tudingan yang dilontarkan pada para penceramah yang dianggap radikal adalah mereka menyebarkan ide khilafah. Khilafah dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan. Mereka terus berupaya mendeskripsikan khilafah sebagai sesuatu yang buruk. Sebagai sesuatu yang mengancam negara, antikeragaman bahkan memecah belah. Sehingga mereka terus berupaya mencegah ide Khilafah agar tak berkembang luas. Mereka khawatir, jika ide khilafah akan menjelma menjadi cita-cita dan arah perjuangan umat Islam sedunia. 

Khilafah sendiri sebagai suatu ajaran Islam yang mulia merupakan institusi yang akan menerapkan hukum Qur'an dan sunnah dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Syariat Islam yang Allah perintahkan kepada hambanya akan mampu dilaksankan secara sempurna ketika ada khilafah. Para ulama tidak ada yang berbeda pendapat mengenai kewajiban menegakkannya. Seluruh ulama aswaja bersepakat bahwa hukum menegakkan khilafah adalah wajib. Tepatnya fardhu kifayah. Syaikh Abdurrahman al-Jaziri dalam kitab fiqih empat madzhab mengatakan "Para imam (empat madzhab), semoga Allah merahmati mereka, telah bersepakat bahwa khilafah itu fardhu. 

Allah sendiri telah menegaskan dalam firmannya: 

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al Baqarah: 30) 

Diantara para mufassir memahami makna ayat ini sebagai dalil atas kewajiban menegakkan khilafah. 

Imam Syamsudin al-Qurthubi, seorang yang sangat otoritatif di bidang tafsir menyampaikan bahwa "ayat ini merupakan dalil atas kewajiban mengangkat seorang khalifah yang dipatuhi serta ditaati agar dengan itu suara umat Islam bisa bersatu dan dengan itu pula keputusan-keputusan khalifah bisa diterapkan".

Selain itu, terdapat banyak ayat dalam Al Qur'an yang memerintahkan agak kita memutuskan hukum dengan hukum yang diturunkan oleh Allah. Salah satunya sebagaimana firman Allah Ta'ala: 

( وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ) 

_Hendaklah engkau memutuskan (urusan) di antara mereka menurut aturan yang diturunkan Allah..._ (QS. Al-Maidah: 49) 

Sehingga, seharusnya khilafah justru menjadi suatu yang harus dipahami, didakwahkan dan dilaksanakan oleh seorang muslim sebagaimana ia menjalankan kewajiban syariat yang lain seperti salat. Bukan justru mengkriminalisasi atau menghalangi para pengembannya untuk mendakwahkan di tengah umat. 

Umat Jangan Terjebak Stigma Radikal

Menyebut para penceramah dengan lebel radikal adalah bagian dari kriminalisasi yang sangat jahat terhadap Islam dan pengembannya. Para penceramah adalah orang yang berada di garda depan dan menyampaikan dakwah Islam dan mengedukasi masyarakat tentang Islam. Seharusnya kita justru berterima kasih dengan upaya yang sudah dilakukan oleh para da'i dalam mendidik masyarakat sehingga masyarakat tak terlalu dalam tergelincir dalam kebodohan. Kita tidak boleh juga terjebak dengan stigmatisasi yang disampaikan oleh para musuh Islam. Karena sejatinya memusuhi radikalisme sama halnya dengan memusuhi Islam. 

Hal ini sebagaimana ketika kita memahami makna radikal yang sesungguhnya. Bahwa kata radikal yang memiliki arti akar, yang dalam konteks perubahan kemudian digunakan untuk menggambarkan perubahan yang mendasar, hari ini dimaknai sebagai sesuatu yang cenderung berkonotasi negatif terhadap Islam. 

Maka selayaknya kita sampaikan kepada ummat secara luas bahwasannya tuduhan yang dilontarkan oleh penguasa terkait penceramah radikal itu adalah suatu yang salah. Ummat juga harus terus berupaya menyatukan kekuatan, menjelaskan Islam sebagai solusi atas berbagai masalah dan keburukan yang menimpanya hari ini. 

Juga tak boleh lupa yaitu senantiasa berdo'a memohon pertolongan pada Allah agar kemenangan Islam segera terwujud dan semoga pihak-pihak yang menentang berbalik arah menjadi pembela. 

Wallahua'lam bishawab.[NFY]

Posting Komentar

0 Komentar