Subscribe Us

CURI SIMPATI RAKYAT, KETIKA RAKYAT MAKIN MELARAT

Oleh Fani Ratu Rahmani 
(Aktivis dakwah dan Pendidik)


Vivisualiterasi.com-Di tengah suasana pandemi dengan kenaikan angka kasus varian omicron, beberapa pejabat dan tokoh nasional justru bertingkah 'lucu'. Pandai memanfaatkan momen menuju kontenstasi Pilpres 2024. Bisa dikatakan 2022 adalah tahun membangun kekuatan politik dan menarik simpati rakyat menuju Pilpres nanti.

Mulai dari kemunculan bendera dengan warna dasar merah menampilkan Ganjar Pranowo dan Puan Maharani berkibar di Surabaya. Bendera ini dipasang oleh DPD Laskar Ganjar Puan (LGP) Jawa Timur. Para relawan yang menginginkan Pak Ganjar dan Mbak Puan maju dalam Pilpres 2024. (detiknews.com, 07/02/2022)

Tak hanya itu, dikutip  dari laman kompas (06/02/2022) Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin juga mendapat dukungan dari jaringan petani di Blora, Jawa Tengah. Cak Imin digadang-gadang menjadi calon presiden (Capres) pada Pilpres 2024 nanti. Ia merasa banyaknya dukungan dari tokoh masyarakat, khususnya dari kalangan Nahdliyin merupakan motivasi buat dirinya guna menyiapkan diri di Pilpres 2024. Ini Ia ucapkan saat melakukan safari politik di sejumlah lokasi di Bangkalan.

Tak hanya itu, dukungan datang pula untuk Erick Tohir. Pengemudi ojek online dan pangkalan dari Tangerang Raya, Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi yang tergabung dalam 'Jack Etho' mendeklarasikan dukungan kepada Menteri BUMN Erick Thohir untuk maju menjadi calon presiden pada 2024. Membuktikan ada angin segar pula untuk sosok Erick Thohir. (wartaekonomi.com, 07/02/2022)

Tak ketinggalan tentang elektabilitas Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Ia terus meroket jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 2024 mendatang. Ketua Dewan Penasihat DPD Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik pun mengklaim hal ini berkat partainya. Pamor Gubernur DKI Jakarta tengah dipersiapkan partai menuju Pilpres 2024 nanti. (tribunnews.com, 10/2/2022)

Sebenarnya, fakta di atas cukup membuat miris. Sebab, kita ketahui bersama bahwa negeri ini belum baik-baik saja. Ada banyak kasus dan permasalahan yang belum tuntas. Rasanya tidak tepat mencuri simpati rakyat disaat rakyat sedang 'sekarat' dengan kondisi yang ada.

Seperti penambahan kasus Covid-19 di Indonesia hingga 10 Februari 2022 masih meningkat pesat. Satgas Covid-19 mengumumkan tambahan 40.618 kasus baru infeksi virus corona Kamis, 10 Februari 2022. Dengan demikian, total menjadi 4.667.554 kasus positif Covid-19 di Indonesia per 10 Februari 2022. Tentu ini adalah tren kenaikan yang tidak bisa disepelekan.

Apalagi, tren kenaikan ini membuahkan dampak pada generasi. Seperti dikutip dalam situs BBC pada Jum'at (28/1/2022) yang menuliskan bahwa PTM (Pembelajaran Tatap Muka) di sekolah dikurangi jadi 50 persen untuk daerah PPKM level 2 di tengah lonjakan kasus Covid. Hal ini membuat orang tua murid menjadi was-was dan makin banyak sekolah yang dikembalikan menjadi PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh), seperti di Kota Balikpapan.

Dan PJJ ini akan membuat tren 'earning loss' kembali muncul. Learning loss adalah istilah yang digunakan untuk menyebut hilangnya pengetahuan dan keterampilan baik secara umum atau spesifik dan terjadinya kemunduran proses akademik karena faktor tertentu. Mulai dari hilangnya motivasi belajar hingga faktor teknis yang menghambat proses pembelajaran. Bukankah ini persoalan yang mesti diberi perhatian khusus oleh para pejabat saat ini?

Kemudian, yang tak kalah penting adalah soal pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana kita ketahui bahwa pandemi ini memukul keras perekonomian negeri ini dan juga negara-negara di dunia. Hal ini membuat negara harus memulihkan kondisi ekonomi yang ada. Sebab, keadaan ekonomi yang buruk jelas berdampak langsung terhadap rakyat.

Berdasarkan laporan Global Economic Prospects dari Bank Dunia yang dirilis Selasa (11/1/2022), pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 5,2 persen pada tahun ini. Sementara Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2022 akan lebih rendah. Karena melihat tantangan-tantangan secara global. Jadi mungkin sekitar 4,3 persen (yoy). 

Inilah kenyataannya, saat kondisi ekonomi dan kesehatan rakyat makin berat. Ini merupakan 'PR' bagi para pemangku kebijakan, justru yang kita saksikan adalah gencarnya para elit politik menonjolkan ambisinya menuju kontestasi Pilpres. Janji manis sudah mulai dilontarkan, baik secara langsung maupun tidak. Padahal faktanya saat sudah menjabat, janji itu akan tergadai dengan kepentingan politik baik untuk keuntungan pribadi, kroni, maupun para kapitalis yang sudah menyokong teraihnya kekuasaan.

Hanya saja, kita tak perlu heran melihat ini semua. Sesungguhnya ini adalah wajah asli dari sistem demokrasi yang melahirkan para politisi yang hilang nuraninya namun penuh hasrat wujudkan kepentingannya. Watak asli dari para politisi yang 'dibina' oleh sistem buatan filsuf barat adalah haus akan kekuasaan, minim tanggung jawab dan mengutamakan aspek materi semata. Yang kita saksikan deretan kasus korupsi yang menjamur dalam sistem demokrasi. Perumpamaannya sistem demokrasi ini seperti akar dari sebuah pohon. Ketika akarnya sudah cacat dan lemah, jelas pohon yang tumbuh juga akan lemah, rapuh, tidak bisa menghasilkan sesuatu dengan kualitas yang baik. 

"Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tegak sedikit pun.” (TQS Ibrahim: 26)

Demikian pula tatanan negara dengan sistem demokrasi. Pemimpin yang dihasilkan tidak akan berkualitas baik dan melahirkan kebijakan yang baik karena asasnya sudah menyalahi hukum Sang Pencipta.

Demokrasi memiliki asas sekularisme yakni memisahkan agama dari kehidupan. Memisahkan agama dari urusan politik. "Vox Populie, Vox Dei", suara rakyat adalah suara Tuhan. Kedaulatan berada di tangan rakyat adalah prinsip demokrasi. Hal ini tentu bertentangan dengan akidah Islam yang meletakkan kedaulatan hukum ada pada Allah, bukan manusia. Jadi, secara asas saja sudah bertentangan dengan Islam. Wahai kaum muslim, lantas apa yang membuat kita masih mempertahankan?

"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata." (TQS Al Ahzab: 36)

Dengan adanya fakta demikian, seharusnya sudah mampu membuka mata kita untuk tidak lagi berharap pada sistem demokrasi. Umat Islam jangan lagi terjebak pada kesalahan yang sama, yakni mengharapkan pada sosok pemimpin yang dinilai 'baik' padahal tidak akan pernah menerapkan hukum Islam sebagaimana Rasulullah saw. dan para sahabat contohkan. Karena demokrasi hanya menjadikan hukum Islam sebagai pilihan bukan kewajiban. 

Di sinilah pentingnya umat Islam memiliki agenda politik sendiri dan tidak terpengaruh dengan euforia kontestasi Pilpres. Umat Islam mesti mengembalikan tatanan kehidupan dunia pada Islam. Perjuangan harus ditempuh sebagaimana Rasulullah saw. contohkan. Kita kembalikan kehidupan berdasarkan Islam kafah dalam naungan Khilafah Islamiyyah. Kita wujudkan dalam perjuangan thariqah ummah, bukan selainnya. Semoga kita bisa segera mendapatkan pertolongan Allah, aamiin allahumma aamiin. Wallahu a'lam bish shawab. (DFT)

Posting Komentar

0 Komentar