Subscribe Us

WADAS DAN POTRET BURAM KEPEMIMPINAN DEMOKRASI

Oleh Nurjannah
(Kontributor Media Vivisualiterasi.com)


Vivisualiterasi.com-Begitu banyak peristiwa pembangunan harus jujur diakui meninggalkan luka bagi warga yang terdampak. Terbaru adalah penolakan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang menolak wilayahnya dijadikan pertambangan terbuka batuan andesit untuk pembangunan Waduk Bener di Kabupaten Purworejo.
(Media Indonesia, 10/2/2022)

Bukti Matinya Demokrasi  

Kezaliman pemangku kekuasaan yang bergandengan dengan oligarki dalam sengketa lahan bukanlah hal yang baru. Seperti yang dialami warga Desa Wadas, warga menolak rencana penambangan batu andesit yang akan digunakan untuk pembangunan Bendungan Bener. Bendungan yang menjadi salah satu proyek strategis nasional itu berdasarkan Peraturan Presiden nomor 56 tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah nomor 590/41/2018, Desa Wadas adalah lokasi yang akan dibebaskan lahannya dan dijadikan lokasi pengambilan bahan material berupa batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener. Ditambah lagi dengan alasan pariwisata sebagai perbaikan ekonomi rakyat, yang ada hanyalah perbaikan ekonomi korporasi.

Penolakan warga pun telah menempuh jalur hukum tetapi kalah gugatan. Bagaimana tidak, sejak awal  mata pencaharian warga bergantung pada hasil alam di wilayah itu. Pembebasan lahan oleh pemerintah yang sudah sering terjadi tak pernah mendatangkan dampak positif bagi warga terdampak. Wajar saja jika hal ini ditentang keras oleh warga Desa Wadas. Negara yang berlandaskan aturan demokrasi yang katanya mengatasnamakan kepentingan rakyat pun harus mengalah di hadapan pihak-pihak yang berkepentingan. Tak ada jaminan kepemilikan bagi individu, negara dan umum, semuanya dengan mudah diambil oleh mereka yang bermodal.

Indonesia sebagai negara yang kaya SDA bak sepotong surga tak lepas dari eksploitasi oleh pihak-pihak korporasi. Akhirnya, masyarakat pun dimiskinkan secara sistemis. Telah banyak kebijakan tidak tepat diterapkan oleh pemerintah yang sering kali ditutupi dengan bersilat lidah dan saling lempar tanggung jawab. Sekali lagi rakyat yang menjadi korban. Terlebih lagi, sikap aparat keamanan yang represif terhadap penangkapan 66 orang warga Desa Wadas dengan alasan dikhawatirkan akan mengganggu proses pengukuran lahan saat itu. Persengketaan antara warga Desa Wadas dengan pemerintah terlihat begitu kontras. Layaknya raksasa bertangan besi dengan segerombolan semut. Banyak dukungan yang mengalir untuk warga Desa Wadas. Namun, jika berhadapan dengan negara, selalu saja yang dimenangkan hanyalah pemangku kekuasaan. Pupuslah sudah teori demokrasi, yang ada hanyalah keadilan untuk yang berkepentingan. Lantas kemanakah rakyat harus mencari keadilan? 

Khilafah Menjamin Keadilan Kepemilikan

Sejarah telah membuktikan bahwa dari sekian banyak peradaban, hanya sistem Islam satu-satunya yang mampu menerapkan apa yang dianggap mustahil hari ini. Seperti dalam kisah orang Yahudi yang melaporkan kasusnya pada Khalifah Umar ra.. Rakyat yang beragama Yahudi ini mendapatkan tekanan dari Gubernur Amr bin Ash ketika menolak penggusuran rumahnya untuk perluasan masjid. Kemudian, keputusan Khalifah Umar memenangkan si Yahudi atas sang Gubernur membuat tertunjukinya hati si Yahudi akan keagungan Islam sehingga ia pun masuk Islam. 

Menurut Imam Taqiiyuddin an-Nabhani, hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara. Hasilnya harus diberikan kembali kepada rakyat dalam bentuk bahan yang murah berbentuk subsidi untuk berbagai kebutuhan primer masyarakat atau warga negara, semisal pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum. Inilah pengaturan sistem Islam yang dapat menjadi solusi dari kerusakan pengelolaan tambang dari sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan.

Dalam Islam, kepemilikan dibagi berdasarkan tiga bentuk: Pertama, kepemilikan individu; kedua, kepemilikan umum; ketiga kepemilikan negara. Dari ketiga bentuk kepemilikan tersebut, bahan galian tambang adalah merupakan hak kepemilikan umum dan haram diserahkan kepemilikannya kepada individu/korporasi. 

Dalam Islam, sumber daya alam dikelola oleh negara dan didistribusikan secara merata kepada rakyat. Negara mengatur kepemilikan individu, umum, dan negara. Kebutuhan rakyat tercukupi, jika pemerintahnya zalim maka akan diberikan sanksi oleh hakim secara adil. Bukan hal yang mustahil jika aturan Islam diterapkan dalam bentuk Negara yaitu Daulah Khilafah Rasyidah. Wallahu a'lam.[IRP]

Posting Komentar

0 Komentar