Oleh Ina Ariani
(Pemerhati Kebijakan Publik dan Sosial)
Bagaimana tidak? Sebuah kata yang diharapkan, yaitu "kesejahteraan rakyat" makin hari makin terasa sebagai hal yang utopis di sistem kapitalisme saat ini.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan digantikan dengan robot kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). Hal ini dilakukan dalam rangka percepatan reformasi birokrasi di era kemajuan teknologi yang sedang berlangsung saat ini.
"Jadi (PNS digantikan robot), ke depannya pemerintah akan menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan pelayanan kepada publik. Jumlah PNS tidak akan gemuk dan akan dikurangi secara bertahap," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum Dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN), Satya Pratama kepada detikcom, Minggu (28/11).
Jika kita mengkaji lebih dalam tentang sistem yang diterapkan saat ini, maka tentu kita akan menyakini bahwa dalam sistem kapitalisme ini tidak ada yang namanya menyejahterakan setiap individu, apalagi terciptanya ketenangan, stabilitas dan ketinggian peradaban. Sedangkan ukuran tercapainya tujuan negara merupakan hal yang jauh dari harapan. Sekelompok elit lebih dimanjakan dengan mengorbankan banyak orang.
Jika banyak PNS yang digantikan oleh robot, sudah pasti angka pengangguran akan bertambah. Per Agustus 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 9,1 juta orang. Tentu saja ini merupakan hal yang menjadi PR dan tidak mungkin ada habisnya bagi pemerintah. Menganti manusia dengan robot, sejatinya adalah tidak seimbang.
Satu benda hidup yang berakal. Satunya benda mati yang siap bekerja sesuai perintah yang di program. Akan seperti apa jadinya manusia menjalani kehidupan jika para robot lebih berkuasa dari pada manusia? Ini bak sebuah film yang sering ditonton pada masa kecil dahulu.
Makin banyak persoalan baru muncul karena pemerintah mengambil kebijakan dengan berstandar pada tren global dan ingin dinilai modern. Tentu saja, saat pengangguran meningkat tajam, kejahatan dan kriminalisasi akibat perut lapar akan semakin menjadi-jadi.
Keresahan apakah bisa makan atau tidak, makin banyak pengemis di jalanan termasuk yang mengais tempat sampah mencari nasi-nasi basi yang terbuang.
Akan banyak yang mati kelaparan, badan kurus. Urusan kesehatan juga akan berpengaruh, tubuh tidak sehat karena makanan tidak mencukupi kebutuhan tubuh, banyak orang berpenyakit. Dan tentunya saat kesejahteraan makin jauh, maka rakyat akan mendapat dampak yang sangat terasa.
Kemajuan bangsa semestinya tidak diukur dengan sekedar pencapaian fisik dan kemajuan teknologi yang digunakan. Semestinya menggunakan ukuran dasar sebagaimana direkomendasikan Islam berupa tercapainya tujuan bernegara, yaitu menyejahterakan setiap individu, terciptanya ketenangan-stabilitas dan meninggikan peradaban.
Mesti diakui bahwa saat ini sangat sedikit tulisan yang mampu menyingkap tabir dari banyak realitas dan sejarah keilmuan yang selama ini banyak berakar dan terinspirasi dari dunia Islam. Bahkan dengan sengaja realitas itu dikubur dan dikaburkan oleh hingar bingar keilmuwan belahan dunia lain berbasis keserakahan. Kekuatan politik pangkal musababnya. Keduanya sungguh memiliki beda nyata. Perkembangan ilmu di dunia Islam jelas berangkat dari spritualitas paripurna yang kemudian merangsang tafakur, tasyakur dan khidmat pemikiran bagi kemashlahatan ummat manusia, bukan keserakahan untuk menjinakkan dunia.
Pada masa kejayaan Islam, kedudukan agama memiliki kedudukan yang sangat vital. Saat itu, agama bukan hanya sekedar dogma. Islam disebarkan dengan rasionalitas dan teladan. Para sejarawan sepakat menyebut paling sedikit 1300 tahun di masa lalu sebagai the golden age (abad keemasan Islam), di saat yang sama Eropa berkubang dalam kegelapan (the dark age).
Ilmuan Islam
Kemajuan Islam tidak terlepas dari peran serta ilmuan Islam, termasuk para ekonom muslim. Peran para ilmuwan muslim tersebut terinspirasi oleh pesan wahyu Al Qur'an untuk pendayagunaan akal. Inilah mutiara yang hilang dewasa ini dan sebagai akibatnya Dunia Islam tertinggal dan kehilangan daya saing. Motivasi keilmuwan lebih banyak diisi oleh keinginan memiliki materi sebanyak mungkin (materialisme).
Materialisme mengajarkan bahwa kesejahteraan diukur dari pemilikan barang-barang mewah. Semakin banyak barang mewah yang dimiliki maka tingkat kesejahteraannya semakin tinggi pula, begitu pun sebaliknya. Logika masyarakat sekarang tentang kesejahteraan terkontruksi dengan pemikiran materialisme. Padahal sangat tidak masuk akal dalam arti lain sangat susah untuk diterima oleh akal jika mengatakan bahwa orang yang tinggal di gubug sederhana jauh lebih sejahtera dibanding dengan orang yang tinggal di apartemen mewah, atau menganggap gila jika ada yang mengatakan bahwa orang yang hanya memiliki sepeda butut jauh lebih sejahtera dibanding dengan orang yang memiliki BMW limited edition.
Adanya perubahan struktur sosial masyarakat saat ini tidak dapat dipisahkan dari sistem ekonomi yang dianut. Sistem ekonomi kapitalistik yang memuja materi sebagai indikator kesejahteraan (economisentris). Atas dasar kalkulasi-kalkulasi ekonomi yang ada dalam benak dan pikiran yang kemudian membangun relasi-relasi sosial ekonomi masyarakat. Inilah yang membentuk penerimaan individu terhadap masyarakat. Orang akan lebih dihargai jika memiliki ekonomi yang bagus.
Sisi-sisi buruk pembangunan ekonomi, secara sosial yang diakibatkan oleh ketimpangan distribusi pendapatan, di mana golongan kaya semakin kaya dan golongan miskin semakin memiriskan. Relasi-relasi sosial semakin menurun, lebih menghargai individu yang memiliki atau bagus secara ekonomi dibanding individu yang memiliki kualitas sosial dan moral yang bagus. Hal ini terbukti ketika saat ini masyarakat ternyata lebih menghargai individu yang punya banyak uang walau seorang koruptor dibanding orang alim atau baik hati tapi miskin.
Konsep Kesejahteraan
Membincang ekonomi tidak akan pernah lepas dari konsep kesejahteraan (welfare). Bahkan menurut asumsi kaum developmentaris menganggap bahwa tujuan akhir dari pembangunan ekonomi adalah menciptakan kesejahteraan. Salah satu kelebihan dari konsep kesejahteraan adalah karena memiliki prinsip, serta mengalami evolusi konsep untuk terus memperbaiki pemahaman, karena pada hakikatnya akan selalu ada konsep-konsep yang lebih baik.
Kualitas hidup (Quality of Life) jika selama ini sangat kental nuansa ekonomi (economisentris), sekarang ini telah mengalami pergeseran di mana konsep kesejahteraan lebih komprehensif dengan memasukan konsep-konsep lain seperti pembangunan yang memperhatikan aspek sosial dan aspek pelestarian lingkungan.
Apalah arti sejahtera dalam bidang ekonomi tapi memiliki interaksi sosial yang buruk, pun apalah arti pertumbuhan ekonomi yang tinggi jika mesti merusak lingkungan. Oleh karena itu, konsep kesejahteraan yang dikembangkan dewasa ini adalah bagaimana menciptakan masyarakat yang terjamin secara financial, mapan secara sosial dan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Konsep Islam
Ternyata Islam juga memiliki konsep kesejahteraan yang jauh lebih baik dibanding konsep-konsep ekonomi barat. Konsepnya pun telah diterapkan dengan baik, mulai dari zaman Rasulullah Saw, sampai para Khalifah penggantinya. Kesejahteraan dalam pandangan Islam bukan hanya dinilai dengan ukuran material saja; tetapi juga dinilai dengan ukuran non-material; seperti, terpenuhinya kebutuhan spiritual, terpeliharanya nilai-nilai moral, dan terwujudnya keharmonisan sosial.
Dalam pandangan Islam, masyarakat dikatakan sejahtera bila terpenuhi dua kriteria: Pertama, terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu rakyat; baik pangan, sandang, papan, pendidikan, maupun kesehatannya. Kedua, terjaga dan terlidunginya agama, harta, jiwa, akal, dan kehormatan manusia. Dengan demikian, kesejahteraan tidak hanya buah sistem ekonomi semata; melainkan juga buah sistem hukum, sistem politik, sistem budaya, dan sistem sosial.
Dan hanya dengan diterapkan Islam Kaffah saja maka masyarakat bisa sejahtera. Tentu saja aturan ini bukan berasal dari manusia tapi dari pencipta manusia, yaitu Allah Swt. Maka manusia, alam semesta serta kehidupan akan jaya hanya dengan sistem Islam yang Rahmatan Lil'Alamin yaitu Khilafah Islamiyah. Wallahua'lam bish-shawab.[AR]
0 Komentar