Subscribe Us

MATERIALISASI SEKTOR KESEHATAN

Oleh Asha Tridayana
(Muslimah Pekalongan)


Vivisualiterasi.com-Sejak pandemi Covid-19 melanda negara-negara di berbagai belahan bumi termasuk negeri ini, setiap orang menjadi lebih menghargai kesehatan. Kebersihan lebih diperhatikan hingga menjadi sebuah kebiasaan yang dulunya sering terlupakan. Termasuk sektor kesehatan pun kini menjadi sorotan. Berbagai alat pendukung dalam menangani wabah Covid-19 kini menjadi lebih familiar di tengah masyarakat. Salah satunya PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan alat pendeteksi adanya virus covid-19 pada tubuh manusia. Namun, keberadaannya telah menjadi sebuah masalah tersendiri. Masyarakat pun turut andil sebagai korban.

Ini terlihat pada kebijakan pemerintah yang belum lama ini menetapkan harga eceran tertinggi (HET) tes PCR, yakni senilai 275 ribu rupiah (Jawa-Bali) dan 300 ribu rupiah (luar Jawa-Bali). Hal ini cukup memberatkan pelaku usaha kesehatan. Seperti yang dikatakan oleh Sekretaris Jenderal Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia, Randy H. Teguh bahwa rumah sakit, klinik dan lab dapat dikategorikan terdesak karena bisa saja ditutup. Sehingga harus tetap memberikan pelayanan sekalipun harga yang dipatok dapat merugikan. Randy pun meminta kepada pemerintah agar pihaknya dilibatkan dalam penentuan harga tes PCR untuk keberlangsungan layanan kesehatan di saat pandemi Covid-19.

Sementara itu Dyah Anggraeni, seorang pengusaha laboratorium, mengatakan, berdasarkan simulasi yang dilakukan pihaknya dengan harga reagen open system sebesar 96 ribu rupiah harga PCR seharusnya di atas 300 ribu rupiah. Namun, pihaknya tetap melakukan layanan tes PCR dengan sejumlah efisiensi dan sistem subsidi silang dari layanan tes yang lain. (kumparan.com, 13/11/21)

Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena bahwa pemerintah perlu mensubsidi biaya tes PCR, khususnya di daerah-daerah yang layanan tes PCR-nya masih terbatas namun potensi penularannya tinggi. Menurutnya, biaya subsidi bisa dialokasikan dari anggaran Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). Dia pun menjelaskan subsidi merupakan wujud kehadiran negara untuk memastikan keadilan bagi warga di seluruh pelosok Tanah Air untuk menjangkau harga tes PCR dan demi membantu keberlangsungan usaha di bidang layanan kesehatan. (www.solopos.com, 13/11/21)

Tidak semestinya layanan kesehatan menjadi ladang bisnis. Karena sejatinya kesehatan merupakan hak dasar bagi setiap masyarakat tanpa terkecuali yang wajib dipenuhi oleh negara. Namun, realita yang terjadi justru memberatkan masyarakat. Tes PCR sebagai alat penunjang kesehatan selama pandemi dihargai tinggi. Hingga saat ini pun ketika telah diturunkan masih membebani masyarakat. Karena tidak semua orang berada di level tersebut. Sementara pengusaha di sektor kesehatan pun telah mengaku merugi. Hal ini terjadi karena pemerintah tidak menggunakan prinsip kedaruratan kesehatan masyarakat dan hanya mementingkan kepentingan kelompok bisnis tertentu.

Keselamatan manusia pun dipertaruhkan, bukan menjadi prioritas negara. Terbukti banyak masyarakat yang enggan melakukan tes PCR sekalipun merasakan gejala terjangkiti virus Covid-19. Mereka memilih isolasi mandiri atau malah ada yang tetap melakukan aktivitas karena tuntutan ekonomi keluarga. Sehingga tidak dipungkiri sempat meledaknya jumlah kasus positif Covid-19 di berbagai daerah akibat minimnya respon dan tindak lanjut dari pemerintah selama pandemi berlangsung.

Di samping itu, kebijakan yang dibuat pemerintah justru memberi ruang bagi para kapitalis untuk 'bermain'. Pengelolaan kesehatan yang semestinya menjadi tanggung jawab negara namun kenyataannya menjadi dengan gampang diekploitasi oleh asing. Para kapitalis terus berusaha dengan berbagai cara demi mengambil alih sektor kesehatan yang merupakan hajat dasar publik. Sementara masyarakat semakin tertindas dan kesulitan memenuhi kebutuhan kesehatannya. Hal ini menunjukkan minimnya peran negara dalam menjamin keselamatan dan kesejahteraan rakyat. Negara seolah berlepas tangan atas segala yang menimpa masyarakat.

Berbagai persoalan yang dialami masyarakat dan negeri ini tidak terlepas dari keberadaan sistem yang diemban oleh negara. Karena masalah yang terjadi meliputi seluruh aspek kehidupan dan saling berkaitan. Sistem yang diterapkan menjadi sumber segala masalah. Sehingga solusi parsial saja tidak cukup memberikan penyelesaian. Hanya dengan menggali hingga ke akar yang mampu menuntaskan seluruh masalah. Yakni dengan mencampakkan sistem kapitalisme saat ini dan menggantinya dengan sistem baru.

Sistem yang dimaksud tentu saja tidak berasal dari pemikiran manusia, tetapi dari wahyu Allah Swt selaku Pencipta alam semesta dan seluruh isinya. Sistem Islam menjadi satu-satunya sistem yang mampu memberikan perubahan hakiki. Tidak terkecuali pada sektor kesehatan. Islam mewajibkan negara bertanggung jawab dalam menyediakan fasilitas kesehatan secara gratis dan berkualitas. Sistem Islam yang diterapkan secara kafah dalam naungan institusi Khilafah akan mampu mewujudkannya, bukan sekadar omong kosong belaka.

Terbukti dalam sejarah, agar kebutuhan rakyat terhadap layanan kesehatan gratis dapat terpenuhi, Khilafah banyak mendirikan institusi layanan kesehatan. Di antaranya adalah rumah sakit di Kairo yang didirikan pada tahun 1248 M oleh Khalifah al-Mansyur, dengan kapasitas 8.000 tempat tidur, dilengkapi dengan masjid untuk pasien dan chapel untuk pasien Kristen. Rumah sakit dilengkapi dengan musik terapi untuk pasien yang menderita gangguan jiwa. Setiap hari melayani 4.000 pasien. Layanan diberikan tanpa membedakan ras, warna kulit, dan agama pasien serta tanpa batas waktu sampai pasien benar-benar sembuh. Selain memperoleh perawatan, obat, dan makanan gratis yang berkualitas, para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. Hal ini berlangsung selama tujuh abad. Sekarang, rumah sakit ini digunakan untuk opthalmology dan diberi nama Rumah Sakit Qalawun.(www.muslimahnews.com)

Karena negara sadar akan kewajibannya, sehingga akan berusaha maksimal memenuhi hak-hak rakyatnya. Kepemimpinan dalam Khilafah bukan semata-mata menduduki jabatan tetapi sebuah amanah besar. Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah saw berkata, "Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas mereka, seorang wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang budak adalah pemimpin bagi harta tuannya, dan ia bertanggung jawab ada atasnya. Maka setiap dari kalian adalah adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya." (HR. Abu Dawud)

Wallahua'lam bish-shawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar