Oleh Fitri Solihah
(Pengajar)
Seperti yang dikabarkan di salah satu media, bahwa Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan ada sanksi bagi pihak yang melanggar Permendikbudristek nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Nadiem awalnya bicara sanksi bagi pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual. Kemudian dia mengatakan ada juga sanksi bagi perguruan tinggi yang tidak menjalankan Permendikbud 30 tahun 2021. Salah satunya adalah penurunan keuangan sampai akreditasi.
Adapun sanksi bagi pihak perguruan tinggi itu tertera dalam Pasal 19 Permendikbud 30 tahun 2021. Berikut isinya, Pasal 19 : Perguruan tinggi yang tidak melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dikenai sanksi administratif berupa:
a. penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk perguruan tinggi dan/atau
b. penurunan tingkat akreditasi untuk perguruan tinggi. (detikNews.com, 15/11/2021)
Sanksi yang ditujukan bagi Perguruan Tinggi ini menunjukkan bahwa Permen ini tidak hanya mendorong liberalisasi seksual di kampus, namun juga menegaskan represi rezim agar semua institusi Perguruan Tinggi mengikuti tanpa ada celah untuk mengkritisinya.
Begitu pula sikap rezim yang mengabaikan kelompok masyarakat yang mengkritisi hingga menolak Permen liberal ini. Sebab sejatinya bukan memberikan solusi untuk masyarakat tetapi kenyataanya jauh berbeda, bukannya memberi solusi tuntas, malah justru menimbulkan masalah baru.
Inilah bukti bahwa tujuan pemberlakuan Permendikbud tersebut bukanlah memberantas kekerasan seksual di kampus, namun lebih dominan menjadi alat makin mengokohkan paradigma kesetaraan gender dan liberal pada berbagai lini kehidupan masyarakat.
Siapapun orangnya pasti sepakat bahwa kekerasan, kemaksiatan, seks bebas apapun itu bentuknya, harus segera dicegah dan dihilangkan tanpa harus ada ancaman dan paksaan. Akan tetapi, berharap kepada Permen PPKS, merupakan hal yang sangat mustahil bisa menjadi solusi tuntas bagi kekerasan seksual, bak mimpi di siang bolong.
Terlebih Permen PPKS ini lahir dari paham sekuler liberal, termasuk gagasan kesetaraan gender yang penuh kebatilan. Paham-paham ini lahir dari akal manusia yang lemah dan tidak memiliki standar haram halal dalam memberikan berbagai persoalan.
Dengan demikian, satu-satunya jalan menuntaskan problem kekerasan seksual adalah dengan mencampakkan sistem sekuler liberal dan menggantinya dengan Islam. Hanya sistem Islam yang mampu menutup celah keburukan hingga ke akarnya karena tegak di atas akidah yang lurus dan melahirkan aturan yang juga lurus. Islam tidak membiarkan manusianya hidup bebas merdeka. Justru menuntut mereka terikat dengan hukum-hukum syara', baik dalam kehidupan individual, masyarakat hingga bernegara.
Sistem Islam memberikan solusi bagi kasus kejahatan seksual, dalam hal penanggulangannya maupun pencegahannya, dengan tiga mekanisme, yaitu pertama, menerapkan sistem pergaulan Islam yang mengatur interaksi laki-laki dan perempuan, berlandaskan pada akidah Islam. Kedua, Islam memiliki sistem kontrol sosial berupa amar makruf nahi mungkar. Saling menasihati dalam kebaikan dan ketakwaan.
Ketiga, Islam memiliki sistem sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan seksual. Contohnya, sanksi pelaku tindak perkosaan berupa had zina, yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati jika pelakunya muhshan (sudah menikah), dan jilid (cambuk) 100 kali dan diasingkan selama setahun jika pelakunya ghairu muhshan (belum menikah). Hukuman tegas ini akan memberikan efek jera (zawajir) kepada si pelaku sekaligus menjadi penghapus dosa (jawabir).
Sistem Islam akan menutup celah bagi aktivitas yang mengumbar aurat atau sensualitas di tempat umum. Sebab, kejahatan seksual bisa terpicu rangsangan dari luar yang kemudian memengaruhi naluri seksual (gharizah an-nau’). Islam membatasi interaksi laki-laki dan perempuan, kecuali di sektor yang memang membutuhkan interaksi tersebut, seperti pendidikan (perguruan tinggi/sekolah), ekonomi (perdagangan, pasar), dan kesehatan (rumah sakit, klinik, dll).
Begitulah cara Khilafah mengatasi kejahatan seksual dengan cara seperti ini kejahatan seksual bisa diatasi dari hulu ke hilir, dari pangkal hingga daunnya. Inilah sistem Khilafah satu-satunya sistem yang bisa menyelesaikan berbagai kejahatan seksual dengan sempurna.
Karena apa yang diputuskan sesuai dengan hukum yang diturunkan oleh Allah bukan karena hawa nafsu. Allah Swt berfirman:
"...Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun..." (TQS Al-Qashash [28]: 50).
Wallahua'lam bish-shawab.[NFY]
0 Komentar