Subscribe Us

ALASAN HARAMNYA NATAL BAGI MUSLIM

Oleh Al Azizy Revolusi
(Forum Intelektual Muda Sultra)


Vivisualiterasi.com-Setidaknya, ada 4 (empat) alasan mengapa aturan Islam melarang umatnya untuk mengucapkan selamat natal apalagi ikut merayakannya.

Pertama, Hari Natal bukanlah perayaan kaum Muslim. Rasulullah telah menjelaskan dengan sangat tegas bahwa perayaan bagi umat Islam hanya ada dua, yaitu Idul Fitri dan juga Idul Adha.

Anas bin Malik r.a berkata, “Ketika Rasulullah datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa Jahiliyah. Maka Beliau saw. berkata, 'Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu Hari Raya Qurban (Idul Adha) dan Hari Raya Idul Fitri'." (HR. Ahmad)

Telah jelas disampaikan oleh Rasulullah bahwa bagi orang yang mengaku dirinya muslim dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, hanya ada dua hari perayaan besar di sepanjang tahun. Tentu sebagai muslim yang taat, cukuplah petunjuk Nabi Muhammad saw menjadi sebaik-baiknya petunjuk dan hanya itu yang kita jadikan panutan, yakni yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya saja.

Kedua, mengucapkan Selamat Natal dan ikut merayakannya bahkan memfasilitasinya, saja sama dengan menyetujui kekufuran orang-orang yang merayakan natal. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “selamat” artinya terhindar dari bencana, aman sentosa; sejahtera tidak kurang suatu apa; sehat; tidak mendapat gangguan, kerusakan dsb; beruntung; tercapai maksudnya; tidak gagal. Dengan begitu, ucapan selamat artinya adalah doa (ucapan, pernyataan) yang mengandung harapan supaya sejahtera, tidak kurang suatu apa, beruntung, tercapai maksudnya, dsb.

Natal adalah sebuah perayaan kelahiran Yesus Kristus (Nabi Isa al-Masih as) yang dalam pandangan umat Kristen, ia adalah anak Tuhan dan Tuhan anak serta meyakini ajaran Trinitas. Lalu bagaimana bisa seorang muslim yang bertolak belakang dan jelas berbeda pemahamannya mengenai Nabi Isa as. mendoakan kaum Kristen keselamatan atas apa yang mereka pahami tadi? Padahal dengan sangat jelas Allah menyatakan mereka sebagai orang kafir (Lihat: QS. Al-Maidah: 72-75) yang tentu di akhirat kelak akan dijatuhi hukuman neraka nan pedih.

Umat Islam meyakini bahwa Nabi Isa as. adalah utusan Allah ke dunia, bukan anak Tuhan apalagi Tuhan. Karena Demi Allah, Allah Swt tidaklah diperanakkan dan tidak beranak, ia Maha Esa dan Maha Kuasa, tak ada satu pun yang mampu menandinginya bahkan tiada yang pantas untuk sekadar disamakan dengan-Nya. Mengucapkan selamat Natal dan apalagi ikut merayakannya, sama saja dengan mengakui apa yang dipahami oleh umat Kristen, dan sudah tentu itu adalah sebuah tindak kekufuran yang nyata dan bisa membuat pelakunya jatuh kepada kekafiran.

Ketiga, merupakan sikap loyal (wala') yang salah dan keliru. Loyal tidaklah sama dengan berbuat baik. Wala' memiliki arti loyal, menolong, atau memuliakan orang yang kita cintai, sehingga apabila kita wala' terhadap seseorang, akan tumbuh rasa cinta kepada orang tersebut. Oleh karena itulah, kekasih-kekasih Allah disebut pula sebagai wali-wali Allah.

Ketika kita mengucapkan selamat Natal, hal itu tentu dapat menumbuhkan rasa cinta kita perlahan-lahan kepada mereka. Mungkin sebagian kita mengingkari, yang diucapkan hanya sekadar lisan saja. Namun, seorang muslim secara tegas diperintahkan untuk mengingkari sesembahan-sesembahan orang kafir (Lihat: QS. Al-Mumtahanah: 4). Bahkan Rasulullah pun dengan jelas mencontohkan kepada kita bagaimana Rasulullah dengan tegas mengingkari patung-patung sesembahan orang-orang kafir jahiliyah dan menghina sesembahan mereka serta menyampaikan bahwa yang patut disembah hanyalah Allah Swt. dan Dia tidak perlu suatu perantara apapun.

Keempat, aktivitas mengucapkan Selamat Natal dan ikut merayakannya atau sekedar memfasilitasinya adalah aktivitas menyerupai orang kafir. Tentu bukan sesuatu yang aneh lagi jika pada faktanya ada sebagian muslim yang ternyata turut berpartisipasi dalam perayaan natal. Ketika di pasar-pasar, super market, mall-mall dan pusat perbelanjaan lainnya ada sebagian kaum muslim yang berpakaian dengan pakaian khas perayaan natal. Padahal Rasulullah saw dengan tegas telah melarang kaum muslim untuk menyerupai kaum kafir.

Sabda Rasulullah saw, “ Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Alasan terpaksa karena pekerjaan atau takut dipecat menjadi alasan klasik yang kerap kali jadi pembenaran untuk sebagian kaum muslim melakukan aktivitas menyerupai kaum kafir tadi. Padahal pekerjaan dan dipecat tidak ada hubungannya dengan rezeki yang Allah berikan, hal tersebut adalah sesuatu yang berbeda. Apakah demi segepok uang kita rela menggadaikan aqidah kita hingga kemudian kehilangan tempat di surga dan masuk ke neraka Allah Swt yang siksanya luar biasa pedih? Tidak adakah rasa takut terhadap hal tersebut hingga berani menggadaikan aqidah kita? Sesungguhnya Allah pasti akan mempermudah jalan hamba-Nya yang berusaha sekuat tenaga untuk taat pada aturan-Nya, termasuk dengan mempermudah rezekinya.

Inilah alasan-alasan mengapa Natal tidak boleh ikut dirayakan oleh umat Islam atau sekadar mengucapkannya. Walau begitu, bukan berarti Islam tidak toleran terhadap agama yang lain. Islam melakukan sebuah tindakan penjagaan aqidah umatnya yang memang menjadi ruh dan pondasi dari agama itu sendiri, dan kepada umat non-muslim yang lain, aturan Islam adalah aturan yang paling toleran dan tentunya menghargai perbedaan antar keyakinan beragama, yakni dengan cara membiarkan mereka merayakan hari raya mereka masing-masing. Wallahu a'lam bish-shawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar