Subscribe Us

JALAN ATATURK, INGAT JEJAK KHILAFAH DI NUSANTARA

Oleh Juniwati Lafuku, S. Farm,. 
(Pemerhati Sosial) 


Vivisualiterasi.com-Pemerintah berencana mengganti salah satu nama jalan di ibu kota dengan nama tokoh pendiri Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk. Hal ini sebagai apresiasi atas kerjasama Indonesia dan Turki. Nama tersebut dipilih berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam konferensi pers terkait kunjungan bilateral ke Turki pada 12 Oktober 2021 mengatakan Pemerintah Turki telah memberikan nama Jalan Ahmet Soekarno di Ankara.

"Pemerintah Turki telah menganugerahkan nama jalan di depan kantor KBRI Ankara yang baru dengan nama Jalan Ahmet Soekarno," ucapnya. (CNN Indonesia.com, 17/10/2021) 

Menyakiti Hati Umat Islam 

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menolak rencana pemerintah mengganti nama salah satu jalan di Jakarta. 
"Jadi Mustafa Kemal Ataturk ini adalah seorang tokoh yang kalau dilihat dari fatwa MUI adalah orang yang pemikirannya sesat dan menyesatkan". (CNN Indonesia.com,17/10/2021) 

MUI sendiri pernah mengeluarkan fatwa tentang pluralisme, liberalisme, dan sekularisme agama pada 2015. Fatwa itu pada intinya menyatakan bahwa pluralisme, sekularisme, dan liberalisme agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. 

Paham inilah yang digunakan Mustafa Kemal Ataturk untuk menyingkirkan hukum Islam dari ranah publik dan berkiblat ke barat yang menjunjung tinggi sekularisme. Ia menganggap nilai-nilai yang terdapat di dalam ajaran Islam tak bisa membuat Turki maju. Maka pada 3 Maret 1924, Mustafa Kemal Ataturk, (seorang Yahudi asli) anggota Free masonry dan antek Inggris telah menghancurkan Khilafah di Turki. Setelah Khilafah diruntuhkan, Mustafa Kemal Ataturk naik pangkat menjadi Presiden pertama Republik Turki sekuler. Sejarah mencatatnya sebagai 'founding father' yang kontribusinya membawa Turki menjadi negara modern. 

Inilah salah satu goncangan paling dahsyat dalam sejarah umat Islam, yaitu hancurnya pemerintahan Islam yang lebih dari 13 abad. Pemerintahan ini dirintis dan dicontohkan oleh suri tauladan kita tercinta, Nabi Muhammad saw. Sejak lebih dari 14 abad lalu. 

Hancurnya Khilafah berarti runtuhnya benteng pelindung umat Islam dari kaum kafir penjajah. Hancurnya Khilafah berarti lenyapnya pemersatu umat Islam di seluruh dunia. Sehingga, menjadikan nama Mustafa Kemal Ataturk sebagai nama jalan telah menyakiti hati umat Islam. 

Jejak Khilafah Di Nusantara: Bukti Historis Yang Akarnya Menancap Kuat 

Abad 16 hingga 17 Masehi adalah saksi revolusi Islam berkembang pesat di bumi Nusantara. Aceh menjadi daerah yang pertama kali di nusantara yang meminta untuk menjadi bagian dari Daulah 'Aliyah di Turki melalui Syarif Zaid bin Muhsin al Hasimi di Mekah. Dimana para Syarif bertugas untuk mengatur urusan kaum muslimin, mulai dari Haji hingga urusan politik.

Pada waktu itu, surat dari Aceh dibalas oleh Sultan Sulaiman al Qonuni sebagai Khalifah Islam. Bukti adanya keterikatan yang kuat antara Aceh dan penguasa Islam di Turki dapat dilihat dari keberadaan kampung Bitai tempat akademi militer, jihad, dan penguasaan teknologi yang diberikan oleh Daulah Islam. 

Laksamana Malahayati, ajudan Sultan yang tersohor kisahnya karena bertarung dengan penjajah, Cornelis de Hotman. aksamana Malahayati sendiri, memimpin 300 pasukan yang terdiri dari inong bale (para janda). 

Ulama, orang kaya, pengusaha , hingga muslimah bahu membahu dalam melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar yang terus menghidupkan suasana keislaman. Tak heran, Aceh maju dan berkembang pesat. Mulai dari politik, ekonomi, militer, hingga samudera ilmu, serta budaya mewarnai keseharian rakyat Aceh. Kemajuan ini terjadi di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, di bawah naungan Islam. 

Banten adalah kerajaan pertama dari Jawa, untuk berbaiat kepada Khalifah melalui perantara Syarif Zaid bin Muhsin al Hasim di Mekah (1636 M). Sultan Abdul Mufakkir mengirim Imam Ariawangsakara untuk membawa surat tersebut ke Mekah. Diikuti Kesultanan Mataram, Sultan Agung di sahkan oleh Daulah Islam, Sultan Murad ke IV. 

Bukti historis yang kuat antara nusantara dan Daulah Khilafah di Turki, hari ini masih dapat dilihat dari manuskrip peninggalan sejarah, stempel surat, surat, medali pengukuhan, bendera liwa roya, kerajaan hingga makam para sultan, tentara, serta ulama utusan Khalifah Islam untuk nusantara. 

Dapat disimpulkan antara nusantara dan Daulah Khilafah telah terjalin hubungan politik yang berlandaskan akidah Islam dan semata-mata ingin menerapkan hukum Islam di seluruh wilayah yang sudah berbaiat kepada Khalifah. Dan menjadi bagian dari Daulah Khilafah. Termasuk dalam semangat mengusir penjajah, Daulah Khilafah banyak memberikan bantuan kepada nusantara. Hingga akhirnya Daulah Khilafah runtuh akibat persekongkolan jahat antara Inggris dan Mustafa Kemal Ataturk. Maka sudah seyogianya kaum muslimin khususnya di Indonesia menolak dengan tegas penamaan salah satu jalan di ibukota dengan nama orang yang menyebabkan umat Islam di seluruh dunia kehilangan perisai hingga hari ini. Wallahu'alam. [Ng]

Posting Komentar

0 Komentar