Subscribe Us

INDONESIA DARURAT KEKERASAN SEKSUAL ANAK, DI MANA PERAN NEGARA?

Oleh Oki Pratiwi
(Kontributor Media Vivisualiterasi.com)


Vivisualiterasi.com-Apa kabar dengan pemangku hukum di Indonesia? Sangat miris bukan? Bagaimana mungkin kasus yang harusnya sudah terselesaikan bertahun-tahun lalu ternyata masih belum ditindaklanjuti dengan alasan tak cukup bukti. 

Sedih melihat keadaan anak-anak di Indonesia yang masa depannya di pertaruhkan. Mereka tidak memiliki jaminan keamanan terhadap dirinya sendiri, bahkan di dalam lingkungan keluarga yang seharusnya menjadi perisai bagi mereka. Padahal Indonesia, adalah negara hukum. Di mana peran negara yang melindungi anak-anak?
 
Polda Sulawesi Selatan, menyatakan siap membuka kembali kasus dugaan pemerkosaan tiga anak oleh ayah kandungnya di Luwu Timur yang sebelumnya sudah di hentikan oleh Polres Kabupaten Luwu Timur. Pada 8 Oktober 2021, Kombes Pol E Zulpan selaku Kabid Humas Polda Sulsel menyatakan bahwa akan siap membuka kembali kasus ini ketika ditemukan bukti baru. (liputan6.com, 08/10/2021)

Pada 2019, kasus ini pernah dilaporkan oleh ibu korban. Laporan tersebut berisi tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan suami terhadap ketiga anaknya kepada Polres Luwu Timur. Kasus ini dihentikan penyidik karena beralasan tak cukup bukti. Kasus ini kembali viral pada Oktober 2021 di media sosial terkait penghentian penyelidikan yang dinilai ada kejanggalan oleh LBH Makassar selaku tim pendamping hukum korban.

Huru-hara kasus kekerasan seksual di Luwu Timur merupakan awal diskusi yang panjang tentang kekerasan seksual terhadap anak. Perlu dicatat bahwa ini bukanlah kasus kekerasan seksual pertama yang terjadi pada anak di Indonesia. Saat ini, masih banyak kasus kekerasan seksual yang belum tercatat.

Di lansir dari Republika.co.id, pelaku kekerasan anak tak jarang dari keluarga dekat. Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengungkapkan bahwa kasus ini meningkat selama masa pandemi. Berdasarkan catatannya, ada sekitar 2.726 kasus kekerasan terhadap anak sejak Maret 2020 hingga Juli 2021. Lebih dari setengahnya merupakan kejahatan seksual.
 
Ketua KOMNAS Perlindungan Anak menekankan, sebelum pandemi angka kejahatan terhadap anak telah meningkat pada 2018 hingga 2019. Pada 2020 hingga 2021, jumlah kekerasan semakin tinggi, terutama di masa pandemi. Dari total kejahatan tersebut, sebanyak 52 persennya merupakan kasus kekerasan seksual. Kasus itu pun terjadi bukan hanya kasus perorang, tapi juga dilakukan bergerombol. Bahkan dilakukan oleh orang terdekat mereka, yakni bapak atau pamannya.
 
Sangat miris melihat kejadian ini, disaat anak-anak justru lebih dekat dengan keluarganya di masa pandemi, malah menjadi korban. Seyogianya orang tua adalah perisai bagi mereka. Hanya saja, ada orang tua menganggap anak adalah properti dan dianggap milik pribadi.
 
Meskipun viral, penyelesaian kasus ini tetap menggantung tanpa ada sanksi legal dan sosial yang jelas bagi pelaku. Alasan kurang bukti juga menjadi penyebab kasus kekerasan seksual tidak berlanjut di jalur hukum. Ini menjadi pertanyaan bagi kita semua, berbagai macam protes dilakukan. Bahkan hingga kemarin tagar #percumalaporpolisi telah di tweet 32.000 kali di twitter Indonesia. Sebagian besar isi tweet mereka memuat kecaman dan kritik terhadap penanganan kepolisian terhadap kasus tersebut.

Merujuk survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research And Consulting (SMRC) yang dilakukan pada 31 Juli hingga 21 Agustus 2021, mengungkapkan bahwa kepolisian Indonesia dianggap sebagai lembaga penegak hukum yang memiliki tingkat kepercayaan paling rendah di mata publik. 

Dari kasus di atas, bisa tercermin betapa lemahnya hukum dalam sistem demokrasi kapitalis. Problem ini terjadi karena negara mengabaikan kesejahteraan warga negaranya dan memindahkan tanggungan pada individu masyarakat. Pemerintah hanya memikirkan bagaimana agar selalu mendapatkan keuntungan materi, sibuk membangun infrastruktur, dan upaya investasi dalam mempertahankan hidup pribadi mereka. Jika hal ini terus berlanjut, kehidupan anak hari ini akan suram dan dihantui oleh kekerasan dalam sistem kapitalis.

Masalah kekerasan seksual pada anak yang demikian kompleks ini tak mungkin diselesaikan hanya pada permukaan saja. Huru-hara seperti ini akan terus terjadi setiap tahunnya apabila tidak segera dituntaskan. Kegagalan penyelesaian hukum terhadap kasus di Luwu Timur menjadi bukti bahwa gagalnya sistem demokrasi kapitalis dalam melindungi hak-hak anak. Kegagalan sistem demokrasi kapitalis ini membutuhkan perubahan mendasar yang keberadaannya sangat mendesak bagi seluruh umat.

Keberadaan Sistem Islam mampu menutup pintu munculnya kekerasan seksual terhadap anak dan memberikan hak anak sesuai fitrah tanpa mengeksploitasi mereka. Sebab keberadaan sistem Islam akan mengembalikan kedaulatan hukum yang ada di tangan Allah Swt. secara mutlak. Bahwa Allah Swt. adalah pencipta manusia, alam, dan kehidupan.

Bukan seperti sistem demokrasi kapitalis yang membuat aturan hukum diserahkan kepada manusia. Makhluk lemah yang bahkan tak bisa mengetahui dirinya sendiri di masa depan. Karena itu, Islam sangat tidak menganjurkan dalam bernegara diatur oleh hukum yang diciptakan oleh manusia yang sifatnya mengundang pada kerusakan. 

Kasus kekerasan seksual pada anak ini tidak akan terjadi jika aturan Islam dijadikan sebagai standar kehidupan. Sistem Islam mampu mewujudkan perlindungan terhadap anak dari kekerasan apapun. Melalui tiga pilar yaitu, ketakwaan individu, kontrol masyarakat, serta penerapan sistem dan hukum Islam oleh negara. 

Pertama, Daulah Khilafah akan terus membina dan memperhatikan ketakwaan individu rakyatnya. Negara akan menanamkan ketakwaan individu melalui sistem pendidikan yang kurikulumnya berlandaskan Al-Qur’an dan as-Sunnah baik formal maupun informal.

Kedua, Daulah Khilafah akan terus melindungi dan menjaga suasana ketakwaan di masyarakat antara lain: melarang bisnis dan media yang berbahaya.isalnya menampilkan kekerasan dan konten pornografi. Individu atau rakyat yang bertakwa tidak akan melakukan kekerasan terhadap anak dalam bentuk apapun itu. Masyarakat bertakwa juga akan selalu mengontrol agar individu dan masyarakat tak melakukan pelanggaran terhadap hak anak.

Ketiga. Daulah Khilafah akan mengganti penerapan sistem ekonomi kapitalis menjadi ekonomi Islam dengan mendistribusikan kekayaan secara rata dan adil dalam merealisasi kesejahteraan. Kekayaan alam adalah milik negara serta harta milik umum dikuasai oleh negara. Seluruh hasilnya dikembalikan kepada negara untuk kemaslahatan rakyat baik langsung maupun dalam bentuk berbagai pelayanan.

Dengan menerapkan sistem Islam, negara mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu mulai dari pangan, sandang, dan papan. Juga akan mampu menjamin pemenuhan kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan keamanan anak maupun seluruh umat yang bernaung di bawahnya.

Anak merupakan aset besar yang sangat berharga untuk kegemilangan masa depan bangsa. Karena itu, mereka perlu perlindungan. Kebutuhan rakyat akan perubahan mendasar dengan kembali berhukum pada Allah Swt. dalam daulah Khilafah adalah kedaruratan yang harus segera diwujudkan, agar seluruh umat manusia terlepas pada jeratan diskriminasi kejam dari sistem sekuler kapitalis. Wallahu a'lam. [IRP]

Posting Komentar

0 Komentar