Subscribe Us

MENYOAL AHMADIYAH, SUMBU KONFLIK MASYARAKAT?

Oleh Silvi Zahiyan
(Founder, Sahabat Hijrah Novia, Kebumen)


Vivisualiterasi.com-Permasalan liberalisasi di negeri tercinta ini memang tak kunjung usai. Satu hilang, satu muncul lagi bahkan lebih. Demikian seterusnya tanpa ada ujungnya. Bahkan, akhirnya menuai anak masalah yang bertambah rumit. Sebut saja kasus Ahmadiyah, yang pada akhirnya menjadi sumbu panas konflik di masyarakat. Ormas Muhammadiyah dan NU juga mendesak untuk kasus ini. Sekretaris Jendral PBNU, Helmy Faishal Zaini meminta kepada semua pihak untuk menghormati hukum dan aturan perundang-undangan yang ada di Indonesia menyikapi perusakan tersebut. (CNNIndonesia.com 5/9/2021)

Helmy Faishal Zaini juga meminta kepada aparat mengusut dan menindak tegas segala oknum-oknum yang melakukan pengrusakan. Dan juga menghormatii hukum dan perundang-undangan. Meminta masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi dan mengajak masyarakat mengedepankan prasangka baik untuk membangun kebersamaan yang baik. Membangun dialog antar umat beragama, antar mazhab, agar kita senantiasa dapat hidup dalam satu ikatan kewarganegaraan sehingga kita dapat menyelesaikan persoalan ini dengan baik. (Republika.co.id, 5/9/2021)

Terlepas dari berbagai pendapat yang muncul terkait perusakan yang diduga dilakukan warga yang mengaku tergabung dalam gerakan Aliansi Umat Islam di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Sekretaris Pers dan Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana mengatakan, pembakaran dan pengrusakan Masjid dilakukan oleh kurang lebih 130 orang yang mengatasnamakan diri mereka sebagai Aliansi Umat Islam. Mereka membakar masjid dan melemparinya dengan botol plastik yang telah diisi bensin. Sontak hal ini menjadi perhatian banyak pihak. Sedihnya lagi, banyak provokasi yang mengatasnamakan umat Islam. Semakin panas situasi ditengah masyarakat.  

Bila ditelusuri dari fakta sejarahnya, kita dapat memahami bahwa agama Ahmadiyah sengaja diciptakan oleh imperialis barat untuk dijadikan sebagai alat pemecah belah umat Islam di India. Kepentingan kaum penjajah tersebut kala itu sudah jelas, yakni untuk meredam perlawanan pejuang muslim dan melanggengkan kekuasaan mereka di anak benua Asia tersebut, termasuk di negeri tercinta ini sampai sekarang. Ini adalah kekuatan politik imperialis barat, dalam hal ini Inggris, yang terus menjaga kelangsungan Ahmadiyah. Bak, jamur menemukan habitatnya.
 
Padahal jelas terbukti, salah satu Fatwa MUI NO 11/Munas VII/ MUI15/ 2005 tentang Aliran Ahmadiyah yang ditetapkan dalam Munas VII MUI 2005 menyebutkan untuk  menegaskan kembali fatwa MUI dalam Munas II Tahun 1980 yang menetapkan bahwa aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan. Ini seharusnya cukup untuk tidak memberi ruang lagi untuk berkembang. Jika dibiarkan, dipastikan akan menjadi sumber konflik di masyarakat. Masalah Ahmadiyah adalah konflik sosial akibat provokasi kelompok sesat yang eksis di tengah muslim. Bukti nyata negara tidak mampu tuntas menangani aliran sesat karena adopsi terhadap nilai liberalisme, HAM dan antidiskriminasi.  

Sekulerisme telah mengekang kebijakan untuk kemaslahatan umat. Karena semua sumber kebijakan hanya didasarkan pada kepentingan para kapital, yaitu keuntungan tertentu saja. Berbeda ketika semua penerapan hanya bertumpu pada kemaslahatan umat. Tidak lain kembali dengan menggunakan aturan dari Allah Swt. Maka negara tidak hanya meningkatkan toleransi antar warga. Karena secara otomotis dalam penerapan ini pasti akan sangat toleran terhadap agama lain, justru akan dijamin sepenuhnya.
Selanjutnya negara akan menegaskan kriteria aliran. Semisal Ahmadiyah adalah alirat sesat. 

Semua ulama di dunia sepakat, Ahmadiyah adalah suatu kelompok di luar Islam. Hal ini semakin diperkuat dengan fatwa Rabithah Alam al-Islami. Setidaknya, ada dua hal yang membuat ajaran Ahmadiyah menyimpang dari akidah Islam. Pertama, kelompok ini meyakini adanya nabi setelah Muhammad saw., yakni Mirza Ghulam Ahmad. Negara wajib melarangnya hadir di tengah masyarakat dan memberikan edukasi pada publik. Tentunya dengan memberikan kesempatan pengikutnya untuk bertobat, syahadat kembali, tetap bertahan namun sebagai agama di luar Islam atau yang terakhir sanksi tegas negara. Dengan ini akan memberikan efek jera kepada siapapun, baik Individu atau kelompok sesat lainnya. Sehingga Konflik di masyarakat akan terselesaikan.

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. al-Maidah: 3)

Wallahu a'lam bish-shawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar