Subscribe Us

AFGHANISTAN: PRIMADONA NEGARA MAJU

Oleh Melisa
(Aktivis & Penulis @Keranjangkritik_)


Vivisualiterasi.com-Afghanistan adalah salah satu negara termiskin di dunia. Meskipun demikian, ternyata negara yang terkurung daratan di Asia Selatan dan Asia Tengah ini memiliki kekayaan mineral besar dan belum dimanfaatkan. Hal tersebut mungkin saja bisa menjadikannya negara paling kaya.
Ilmuwan dan pakar keamanan yang mendirikan kelompok Ecological Futures, Rod Schoonover, bahkan menyebut bahwa Afghanistan sebenarnya adalah satu wilayah terkaya akan logam mulia tradisional dengan nilai cadangan mineral mencapai satu triliun dolar. (radarsukabumi.com, 21/8/2021)

Hanya saja, dalam beberapa dekade sebagian besar sumber daya alam tersebut tetap tak tersentuh alias tidak sempat dieksploitasi karena rentetan konflik yang ada di negara tersebut. Namun saat ini, Afghanistan dengan kepemimpinan barunya, di bawah kekuasaan Taliban nampaknya akan membangun kerja sama bersama China dan Rusia. Semenjak Amerika Serikat menarik pasukannya, ke dua negara tersebut telah membuka kedutaan mereka dan berkomunikasi teratur dengan perwakilan Taliban.

"China selama ini memelihara kontak dan komunikasi dengan Taliban Afghanistan atas dasar menghormati sepenuhnya kedaulatan Afghanistan dan kehendak semua faksi di negara itu, dan memainkan peran konstruktif dalam mempromosikan penyelesaian politik masalah Afghanistan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari republika, (19/8). 

Hengkangnya Amerika Serikat bersama negara barat serta sekutunya memberi peluang bagi China untuk memperdalam lagi pengaruhnya bersama kepemimpinan baru Taliban. Sebelumnya, China telah bermitra dengan pemerintahan lama Presiden Ashraf Gani untuk mengembangkan lapisan tanah, namun berakhir dengan kegagalan.
Ambisi dari negara tirai bambu dalam membangun kerja sama, bukan hanya mengincar sumber daya alam Afghanistan yang berupa kekayaan mineral tapi juga untuk mengamankan kepentingan strategis dan ekonomis. Sebab Beijing memandang Taliban sebagai infrastruktur dan mitra investasi yang berharga. 

Tak heran jika China sigap memanfaatkan peluang runtuhnya pengaruh AS dari Afghanistan dan bersegera mengatur strategi baru dengan kepemimpinan Taliban. Kekayaan alam yang dimiliki Afghanistan rupanya menjadi magnet bagi China untuk menjalin hubungan lebih erat lagi dengan Taliban agar mendapatkan keuntungan besar dari kerja sama yang dijalin.

Afghanistan dengan harta karun berupa cadangan mineral yang nilainya selangit menjadi rebutan bagi negara maju. Kekayaan alam yang belum sempat dieksploitasi seperti logam, tembaga, dan emas serta logam langka seperti lithium yang menyebabkan Afghanistan selalu dalam jajahan. Tak bisa dielakkan, sumber daya alam yang seharusnya dapat dimanfaatkan dan dinikmati untuk kesejahteraan rakyat sampai saat ini masih tersimpan karena pengelolaannya terkendala. Rakyat Afghanistan tetap dalam kemiskinan.

Hingga pada 2020, diperkirakan 90 persen orang Afghanistan hidup di bawah tingkat kemiskinan berdasarkan standar pemerintah, yakni pendapatannya hanya sekitar 2 dollar AS per hari, merujuk pada laporan dari US Congressional Research Service yang diterbitkan pada Juni 2021. Dalam profil negara yang dirilis Bank Dunia juga menyebutkan bahwa ekonomi Afghanistan masih rapuh dan sangat bergantung pada berbagai bantuan asing. 

"Pengembangan dan diversifikasi sektor swasta dibatasi oleh ketidakamanan, ketidakstabilan politik, institusi yang lemah, infrastruktur yang tidak memadai, korupsi yang meluas, dan lingkungan bisnis yang sulit," tulis Bank Dunia, dikutip dari kompas.com (20/08). 

Fakta yang terjadi di negeri muslim Afghanistan merupakan hal yang memilukan. Kaum muslim yang semestinya kuat, nyatanya berada dalam kendali asing yang berebut pengaruh kepentingan di daerah tersebut. Untuk menyelamatkan umat dan sumber daya alam Afghanistan, tentunya dibutuhkan kepemimpinan dan perubahan politik yang hakiki. 

Perubahan politik hanya datang jika Islam diterapkan secara sempurna. Dengan demikian, penjajahan di tanah Afghanistan bisa tercabut dari akarnya. Adapun jika Taliban memilih untuk membangun kembali kerja sama dengan pihak asing seperti China dan negara lainnya tanpa menempatkan politik Islam yang menjadi dasarnya, niscaya penjajahan atas bumi Afghanistan, kehancuran, dan kekacauan politik akan tetap berlanjut.

Oleh karena itu, perlu pemulihan kembali Khilafah sebagai junnah. Sebab tidak adanya junnah berupa Khilafah maka akan terus bermunculan kondisi krisis yang menjadi fokus utama umat hingga abai terhadap skenario perampokan sumber daya alam. Selain itu, wujud dari sistem pemerintahan Islam sebagai institusi negara yakni Khilafah akan menjalankan Islam secara kafah yang akan memberi jaminan perlindungan atas umat dari segala bentuk penjajahan. Wallahu a'lam. [IRP]

Posting Komentar

0 Komentar