Subscribe Us

HIJRAH KOLEKTIF, MENUJU INDONESIA LEBIH BAIK

Oleh Juniwati Lafuku, S. Farm
(Pemerhati Sosial) 


Vivisualiterasi.com-Umat Islam di seluruh dunia telah memperingati tahun baru Islam 1 Muharram 1443 H. Tentu banyak doa dan harapan agar di tahun yang baru ini, kondisi umat Islam secara personal, masyarakat, dan negara dapat menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. 

Indonesia sebagai negara mayoritas muslim, tentunya menganut nilai-nilai kebaikan dan moral yang selama ini diharapkan dapat membangun martabat bangsa. Faktanya, nilai-nilai tersebut kian hari kian pudar dalam konteks masyarakat dan negara. Melihat banyaknya kerusakan dan ketidakadilan yang dipertontonkan politikus hingga individu. 

Hijrah dan Mimpi Indonesia Menjadi Negara Maju

Hijrah secara bahasa adalah berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain. Tentunya ke kondisi yang lebih baik, bukan sebaliknya. Sedangkan, hijrah secara syar'i adalah berpindah dari darul kufur ke darul Islam. Hijrah harus dilakukan secara totalitas, semata mengharap rida Allah Swt., bukan yang lain.

Hijrah dalam implementasi konteks semangat berbangsa dan bernegara di Indonesia hari ini, dapat diartikan sebagai upaya perbaikan pada setiap bidang dan tiap level masyarakat agar hidup lebih baik dan layak. 

Bangsa Indonesia memiliki mimpi untuk menjadi negara maju, berpindah dari status negara berkembang. Bappenas menyatakan untuk menjadi negara maju Indonesia harus tumbuh 6 persen mulai 2022. (CNN Indonesia.com, 04/8/2021)

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan untuk bisa lepas dari jebakan negara pendapatan kelas menengah (middle income trap), pertumbuhan ekonomi Indonesia harus bisa mencapai 6 persen pada 2022 mendatang. Bila itu bisa dicapai, ia yakin Indonesia bisa naik kelas menjadi negara maju pada 2045. Berdasarkan perhitungan Bappenas, pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca 1998 tidak pernah kembali ke skenario trajectory (tren) pertumbuhan ekonomi tanpa krisis. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi selama ini selalu macet diposisi 5 persen.

Senada, Mantan Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan mimpi Indonesia menjadi negara maju harus kandas apabila pada 2045 belum lepas dari jebakan negara pendapatan menengah. Oleh sebab itu, momentum yang bertepatan dengan 100 tahun umur RI itu harus dimanfaatkan sebagai tenggat waktu target naik kelas menjadi negara maju. 

Salah satunya dengan memanfaatkan potensi demografi sebagaimana yang dilakukan Jepang dan Korea Selatan, dengan begitu peluang perbaikan ekonomi semakin besar karena semakin banyak motor penggerak ekonomi. 

Selain sektor ekonomi, ternyata konstalasi perpolitikan Indonesia mendapat perhatian serius terutama di tengah situasi pandemi. 'Sense of chrisis' para politikus dipertanyakan ketika pandemi belum usai namun baliho 2024 sudah mulai terpajang di mana-mana. Tak dapat dipungkiri, kondisi pandemi membuat banyak pihak khususnya masyarakat menengah ke bawah mengangkat bendera putih karena tak mampu menghadapi kondisi ini. Di tengah kesulitan ekonomi, pemerintah terus gonta ganti kebijakan dengan istilah yang berbeda. Nakes banyak yang tumbang hingga keberadaan vaksin yang mulai langka. Nyatanya kasus pandemi di Indonesia belum juga usai bahkan menanjak naik secara signifikan. Belakangan hal ini dinilai sebagian pihak karena pemerintah inkonsisten dalam membuat kebijakan dan masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan. 

Di tengah situasi pandemi, tingkat korupsi dan pemborosan anggaran masih terus terjadi. Herannya dalam membiayai kebutuhan pokok masyarakat agar tak keluar rumah masih belum maksimal. 

Para politikus yang lebih mementingkan jabatan dan mengabaikan  keselamatan nyawa. Kwik Kian Gie dalam tulisannya di Kompas pada 3 April 2017 berjudul Negarawan dan Politikus, menguak keprihatinan terhadap bangsa ini yang dinilai minus negarawan dan dikelilingi oleh 'political animal'. Apa bedanya hal tersebut? Beliau menjelaskan negarawan adalah orang yang tujuannya murni ingin menyejahterakan rakyatnya secara berkeadilan. Sementara 'political animal' menggunakan arena penyelenggaraan negara untuk kepentingannya sendiri. Hal itu sesuai dengan prinsip dan tujuan menghalalkan segala cara. 

Dalam Islam, mereka ini dikenal dengan istilah 'penguasa bodoh' yang  mengatakan dirinya tahu cara mengurus rakyat namun nyatanya jauh panggang dari api. 

Hijrah Sistem Bukan Hanya Individu

Momentum hijrah menjadi point penting dalam perbaikan struktur kehidupan di dalam Islam. Secara historis, sejak Nabi Muhammad saw. Hijrah dari Makkah ke Madinah, kekuatan dan pengaruh Islam mulai dikenal dunia melalui imperium baru yang lahir dari jazirah Arab, berdirinya negara Islam  pertama.  

Hal ini dimulai dari perbaikan individu yang dilakukan langsung oleh Nabi Muhammad saw. dan kepada para sahabat. Penanaman Islam sebagai Ideologi dan pandangan hidup yang sempurna dan paripurna, telah menginspirasi dan memotivasi mereka agar meninggalkan gaya hidup nenek moyang (budaya jahiliyah), bangsa Arab yang terkenal suka berperang, menyembah berhala, hidup bebas, dan melakukan kerusakan yang masif. Justru menandakan banyak masalah yang hadir dalam kehidupan, masyarakat tersebut hingga Islam datang memberikan solusi. Hingga terbentuklah masyarakat yang mencintai nilai-nilai Islam dan beriman dengannya. Lalu, bertransformasi menjadi kekuatan politik bernama negara Islam. 

Hal serupa harusnya menjadi pelajaran untuk bangsa Indonesia hari ini, kerusakan masyarakat akibat budaya hidup liberal dan permisif disertai dengan ketimpangan dan ketidakadilan dalam hukum telah membuat wajah rakyat kian suram. 

Selama bangsa ini tidak serius dalam mengurus rakyat, dipastikan mimpi Indonesia menjadi negara maju hanya tinggal mimpi. Boleh jadi inilah saatnya bangsa Indonesia segera berhijrah ke arah yang lebih baik. 

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar bangsa ini menjadi bangsa yang maju, yaitu

Pertama, tiap individu muslim harus menstransformasi diri dengan tauhid. Nilai-nilai Islam yang mulia dan agung akan menjadi tolok ukur dalam beramal bukan yang lain. 

Sebagaimana para sahabat yang berhijrah meninggalkan budaya jahiliah dan mengambil Islam kafah. Hanya bermodalkan keyakinan pertolongan Allah Swt. mereka berhijrah. Allah Swt. pun memberikan pujian dan pahala berlimpah kepada kaum Muhajirin (Orang-orang yang berhijrah) 

وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ قُتِلُوا أَوْ مَاتُوا لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللَّهُ رِزْقًا حَسَنًا وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberi mereka rezeki yang baik (surga). Sungguh Allah adalah sebaik-baik Pemberi rezeki. (QS. al-Hajj [2]: 58)

Kedua, menjadi masyarakat madani yang memiliki peradaban tinggi. Masyarakat yang saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan bukan dalam pelanggaran dan dosa. Masyarakat yang saling berkolaborasi untuk mendidik dan membina generasi pemimpin masa depan dengan sungguh-sungguh berpegang pada Islam kafah. 

Ketiga, negeri ini akan menjadi baldatun thoiyyibun wa robbun ghafur, negeri yang SDAnya dikelola dengan jujur dan sustain. para pemimpinnya adalah orang-orang hanif dan bertakwa, hingga mereka tak semena-mena dan khianat dalam mengurusi rakyatnya. Semua ini adalah harga yang pantas ketika bangsa ini mau mengambil Islam sebagai Ideologi, bukan sekedar agama ritual. 

Wallahu'alam

Posting Komentar

0 Komentar