Subscribe Us

MENJADI HAMBA YANG DICINTAI ALLAH DAN RASUL-NYA

Oleh Miladiah al-Qibthiyah 
(Pegiat Literasi dan Media)


Rasa cinta adalah salah satu fitrah yang ada dalam diri seseorang. Seperti cinta kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan manifestasi cinta yang secara syar’i, telah diwajibkan Allah Swt kepada setiap hamba-Nya yang Muslim.

Seseorang dikatakan mencintai Allah apabila ia yang menunaikan hak-hak Allah dalam bentuk ibadah. Ia mampu melaksanakan segala perkara wajib secara syaamil dan kaamil.

Mendapatkan kecintaan Allah tidak cukup jika hanya dengan menunaikan yang wajib. Akan tetapi, dirinya akan berusaha untuk menghidupkan sunnah,yakni menjalankan ibadah-ibadah nafilah sebagai tambahan amalannya.

Rasulullah bersabda dalam sebuah hadis qudsi:
“Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku; yang lebih aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardukan kepadanya. Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunah, hingga Aku pun mencintainya.

Bila aku telah mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia pakai untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia pakai untuk berjalan.

Bila ia meminta kepada-Ku, Aku pun pasti memberinya. Dan bila ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pun pasti akan melindunginya.”

Meraih cinta Allah tentu bukanlah perkara mudah. Pun, Allah memberi cinta-Nya kepada hamba-Nya juga tidak cuma-cuma. Di sanalah letak pengorbanan seorang hamba harus dibuktikan. Bahkan, mereka merintih di sepertiga malam dengan khusyuk, semata-mata untuk mendapat belas kasih dari Allah Swt.

Setiap hamba harus memahami bahwa ada perkara yang paling dicintai Allah Swt. yang wajib ditunaikan. Imam Nawawi meriwayatkan tentang arti cinta kepada Allah Swt. dan Rasulullah Saw.,

“…Engkau tidak dikatakan benar-benar mencintaiku hingga dirimu binasa dalam taat kepadaku, dan engkau lebih mementingkan ridaku daripada hawa nafsumu, meski engkau harus binasa karenanya.”

Persepsi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya tidak hanya terbatas pada aktivitas meninggikan ibadah ritual semata. Namun, menjunjung tinggi syariat Allah yang agung melalui risalah Rasulullah Saw. juga wajib untuk dijalankan secara penuh.

Menjadi pembela agama Allah di garda depan, berkorban hingga tetes darah terakhir demi membela kemuliaan Islam dan kaum Muslim merupakan bukti nyata dari sebuah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

Sayangnya, banyak mengaku Muslim, mengaku hamba Allah, bahkan mengaku paling taat dan menghidupkan sunnah, justru lebih mencintai produk buatan makhluk-Nya, bahkan menjadikan ia cenderung mengambil aturan hidup selain aturan dari Sang Maha Pengatur Kehidupan.

Mereka terjerat pada cinta al-wahn, tidak lagi memuja Allah dan Rasul-nya, melainkan menjadi kaum sekuler pemuja liberalisme. Seolah ancaman makhluk-Nya lebih ia takuti daripada ancaman Sang Pencipta Pemilik bumi dan seisinya.

Mereka pongah, bahkan sangat berani melecehkan ajaran Islam dan syariat-Nya. Lebih parahnya lagi, mereka berbuat keji kepada para pewaris Nabi dan Rasul-Nya.

Bukankah mereka hidup di bumi milik-Nya?
Bukankah mereka bernapas secara gratis sebab kasih sayang-Nya?
Bukankah mereka menikmati segala kenikmatan sebab belas kasih-Nya?

Bagaimana mungkin masuk kriteria hamba yang dicintai Allah dan Rasul-Nya? 
Bagaimana mungkin mengharap rida dan surga-Nya?
Boleh jadi justru termasuk dalam deretan orang-orang yang dibenci Allah Swt. sebab telah kufur nikmat. Tsumma na’udzubillah.

Karena itu, sudah selayaknya kita yang hina dina, tidak punya daya dan kekuatan, berusaha keras agar menjadi hamba yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Pun, berusaha untuk meraih cinta Allah dan Rasul-Nya dengan fastabiqul khairat atas seluruh kewajiban maupun amalan-amalam sunnah serta meninggikan syariat-Nya di muka bumi.

Hingga akhirnya Allah pantaskan diri kita menjadi salah satu penghuni Jannah-Nya yang luasnya seluas langit dan bumi. Yang disediakan Allah hanya untuk orang-orang yang bertakwa. Insya Allah.

Posting Komentar

0 Komentar