Subscribe Us

ANGGARAN RS DAN NAKES KOLAPS, BUTUH PERHATIAN SERIUS

Oleh Nurmia Yasin Limpo, S.S
(Pemerhati Sosial Masyarakat)


Vivisualiterasi.com-Semakin hari angka Covid-19 mengalami peningkatan signifikan. Benar apa yang diungkapan para pakar kesehatan dan ulama terkait perlunya penanganan tepat di awal munculnya wabah Covid-19. Sementara, rumah sakit rujukan pasien pun membludak dibeberapa wilayah. Tenaga kesehatan tumbang satu persatu, mereka lelah baik fisik dan batin. 

Seperti dikutip dari Tirto.id (26/6/2021) adanya klaim rumah sakit rujukan Covid-19. Total tunggakan yang belum dibayarkan pada tahun anggaran 2020 mencapai Rp 22,08 triliun. "Dari tunggakan ini kami berproses terus," Kata Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan (Kemkes) Rita Rogayah.

Anggaran yang mandek, membuat rumah sakit kalang kabut menangani pasien dengan peralatan seadanya. Fasilitas yang dimiliki sebagian rumah sakit, ternyata belum memadai. Padahal, pasien Covid-19 tiap hari berdatangan. Akhirnya, penanganan yang harusnya cepat dan tepat terkendala dengan minimnya fasilitas rumah sakit dan layanan nakes.

Bukan hanya tunggakan pembayaran yang dialami rumah sakit, diduga nakes pun mengalami hal yang sama. Ketua Satgas Covid-19 DPP PPNI Jajat Sudrajat, mengungkap banyak keluhan yang belum dibayarkan sejak Januari, terkait jumlah nakes yang belum mendapatkan insentif belum dapat dipastikan.

Tenaga kesehatan masih sangat dibutuhkan peranannya dalam menangani Covid-19. Terlebih dalam kondisi yang semakin mengkhawatirkan saat ini. Oleh sebab itu, pemerintah memberikan intensif bulanan, namun berbagai kendala akhirnya macet dan tak dapat diterima tepat waktu. Khususnya tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19 di daerah-daerah. (detikFinance, 25/6/2021)

Hotel-hotel yang menjadi tempat isolasi yang ditunjuk pemerintah, juga mengalami hal yang serupa. Maulana Yusran selaku Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengirim surat kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 18 Juni lalu. Menanyakan perihal kekurangan pembayaran kepada jaringan hotel yang selama ini menyediakan fasilitas isolasi pasien Covid-19 tanpa gejala dan akomodasi tenaga kesehatan. (Tempo, 25/06/2021)

Kebijakan Setengah Hati

Kebijakan Lock Down total yang disarankan nyatanya tidak menjadi prioritas pada saat itu. Malah memberlakukan PSBB sementara dan PPKM di beberapa wilayah tertentu, justru tidak mengurangi laju penyebaran Covid-19. Malah membuka akses perekonomian, seperti pasar, sekolah, mal, dan pariwisata. Alasannya, cuma satu yakni untuk menyelamatkan pertumbuhan ekonomi negara.

Bahkan, berdalih lonjakan pandemi dianggap akibat dari ketidakpatuhan masyarakat terhadap prokes. Hal ini mengonfirmasikan jatuhnya wibawa pemimpin di mata rakyat. Kepemimpinan kapitalistik sedari awal telah mengakibatkan salah kebijakan. Mereka sibuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat. Apa yang kita saksikan membuka mata dan pikiran. Apa yang menjadi prioritas kepemimpinan di bawah sistem kapitalistik. Dapat ditebak, arah kebijakan model seperti ini hanya berpijak pada untung-rugi.

Seyogianya, prioritas kebijakan ditujukan pada penanganan wabah dengan cepat dan tepat. Misal, menyarankan untuk yidak berkumpul, tidak mengundang para investor, melarang WNA dan TKA bertandang ke Indonesia sampai situasi aman. Melakukan testing, tracking, dan treatment pada. Tetapi nasi telah menjadi bubur, gelombang Covid-19 jilid 2 telah terjadi bagai gunung es. Sedangkan, anggaran untuk menyediakan segala fasilitas rumah sakit dan insentif bagi nakes menjadi nomor kesekian. Kalau sudah begitu, siapa lagi yang menjadi tumpuan harapan untuk maju di garda terdepan menangani wabah ini?

Belenggu Demokrasi

Apa yang diharapkan dengan kepemimpinan kapitalistik untuk menyelesaikan pandemi ini? Mensejahterakan rakyat di segala bidang nampaknya hanya mimpi di siang bolong. Jaminan untuk memenuhi segala fasilitas publik, misal kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Semua itu belum ada peningkatan signifikan, bahkan jauh dari antara harapan dan kenyataan. Selayaknya, rumah sakit disediakan fasilitas yang memadai, agar nakes dapat bekerja dengan maksimal.

Dengan mental kapitalistik, maka perhitungan untung-rugi menjadi tujuannya. Berharap dapat menekan pandemi dengan minimnya fasilitas, tentu hal yang tak mungkin. Begitupun para nakes, mereka berjuang bertaruh nyawa, tak sedikit yang telah gugur. Mereka memiliki keluarga, istri dan anak yang harus diberikan haknya. Jika anggaran kemudian mandek, hingga akhirnya berimbas pada telatnya insentif, maka bagaimana cara para nakes bertahan dengan kesulitan ini. 

Demokrasi yang menjadi jurus pamungkas untuk menyelamatkan hak-hak rakyat, salah satunya memberikan hak pada nakes. Seolah terbelenggu 'rantai baja' kapitalisme. Tak dapat berbuat apa-apa, namun aneh ketika berbicara kepentingan para korporasi. Maka, hak atas individu mereka perjuangkan. Jika demikian, besar kemungkinan demokrasi merupakan alat kekuasaan yang melindungi hak individu korporasi, sesuai dengan asas yang menaunginya, yakni kapitalis-sekuler.

Islam Solusi Menyeluruh

Islam merupakan agama yang mengatur semua aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, kesehatan, dan pendidikan dan lain sebagainya. Pemimpin dalam pandangan Islam adalah pelayan. Seperti dalam hadis Rasulullah saw., "Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka." (HR Ibnu Asakir, Abu Nu’aim). 

Layanan kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar rakyat yang sangat diperhatikan keberlangsungnya.
Berikut pengadaan fasilitas layanan kesehatan, seperti rumah sakit yang berkualitas dan gratis, tenaga kesehatan yang mampuni, administrasi mudah, cepat dan tanpa biaya. Pemimpin juga merupakan pelindung agama, akal, harta, jiwa dan kehormatan rakyatnya. Sehingga, dalam Islam tidak akan pernah mementingkan aspek ekonomi daripada nyawa rakyat. Orientasi kebijakan demi kemashlahatan umat. 

Ketika awal terjadi wabah misalnya, negara melakukan antisipasi dengan kebijakan Lock Down total. Kemudian melakukan tes seluruh masyarakat, memisahkan antara yang sehat dan sakit agar tak menulari yang sehat, dan memberikan perawatan yang maksimal bagi masyarakat yang bergejala, hingga sembuh.

 “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar rumah.” (HR. Muslim)

Semua itu tertuang dalam sejarah peradaban Islam. Ketika Islam dijadikan satu-satunya landasan kehidupan. Dalam tulisan Prof. Fahmi Amhar berjudul “Pelayanan Kesehatan dalam Sejarah Khilafah” Disebutkan pada abad pertengahan hampir seluruh kota dalam wilayah kepemimpinan Islam berdiri rumah sakit dengan fasilitas memadai. Di Kairo misalnya, rumah sakit Qalaqun dapat menampung 8000 pasien. Sejak saat itu, sistem kesehatan Khilafah diikuti oleh Eropa.

Negara menjaga jiwa para nakes dengan melengkapi keperluannya, seperti APD, obat-obatan, dan lain sebagainya. Memberikan hak mereka dengan insentif yang memadai dengan jam kerja manusiawi. Sebab, jumlah nakes yang banyak dan berkualitas. Hal ini, ditunjang dengan sistem ekonomi kuat dan sistem pendidikan yang dikendalikan langsung oleh negara. Biaya pendidikan sangat murah bahkan gratis, tidak dibebankan pada individu rakyat. Mengeluarkan  biaya untuk penelitian yang dilakukan para ilmuan. Sehingga, akan menghasilkan penemuan baru, baik untuk mencegah atau mengobati penyakit baru.

Demikianlah sekilas gambaran, bagaimana Islam mengurusi layanan kesehatan, di bawah sebuah institusi negara. Islam telah terbukti secara impiris dan membuka mata dunia. Bagaimana layanan kesehatan berkualitas dan murah. Para nakes diberikan tunjangan yang layak dan memadai oleh negara dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata. Kemudian, menjadi inspirasi negara-negara besar saat ini.  

Semoga syariat Islam segera terterapkan, agar tak ada lagi manusia kehilangan nyawa dengan sia-sia. Sebab, minimnya fasilitas rumah sakit. Juga, para nakes yang kehilangan haknya, akibat lalainya pemimpin meriayah masyarakat dalam sistem demokrasi-kapitalistik. Wallahu a'lam. [IRP]

Posting Komentar

0 Komentar