Oleh: Hany Handayani Primantara, S.P. (Aktivis Muslimah)
Wilayah Kalimantan pula akan digadang-gadang dijadikan penyangga Ibu kota ke dua setelah Jakarta. Wilayah yang sebagian besar sungai ini rencananya akan dibangun gedung-gedung tinggi guna pemanfaatan bangunan pemerintahan. Dana milyaran pun tak tanggung-tanggung sudah digelontorkan oleh pemerintah demi pembangunan Ibu Kota Baru (IKN). Berbagai pertimbangan dan masukan dari para ahli lingkungan hidup menilai pesimis pembangunan tersebut, namun pemerintah tetap memaksakan diri untuk membangun Ibukota di sana dengan berbagi resiko yang ada.
Belum pudar rencana pembangunan Ibu kota, wilayah Kalimantan kini justru ditimpa bencana. Banjir bandang melanda, banyak rumah warga yang tergenang oleh air. Begitu pula fasilitas umum yang ada, semua mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Banjir kali ini nampak tak seperti biasa, bisa dikatakan kejadian yang terparah dibandingkan sebelumnya. Hampir seluruh warganya harus jadi korban. Mereka mau tak mau harus meninggalkan rumah-rumahnya hanya berbekal pakaian yang melekat di badan.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menegaskan bahwa banjir besar di Kalimantan Selatan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir bukan sekadar cuaca ekstrem, melainkan akibat rusaknya ekologi di tanah Borneo. Direktur Eksekutif Walhi Kalsel (Kisworo Dwi Cahyono), mengatakan bahwa banjir tahun ini merupakan yang terparah dalam sejarah. Berdasarkan laporan pada 2020 sudah terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu bara yang masih aktif bahkan ditinggal tanpa reklamasi, belum lagi perkebunan kelapa sawit yang mengurangi daya serap tanah.
Berdasarkan analisa dari Walhi di atas, maka wajar jika banjir kali ini menjadi yang terparah sepanjang 2020. Bagaimana alam tidak meronta, jika dirusak sedemikian rupa. Demi meraup keuntungan yang hanya dinikmati oleh sebagian kecil kalangan saja, harus mempertaruhkan sebagian besar warga yang tinggal di wilayah tersebut. Sebagai Muslim yang selalu dituntut untuk berpikir dalam bertindak maka hal ini harusnya menjadi sebuah teguran dari sang Maha kuasa. Bahwa apa yang dilakukan oleh manusia terutama pemerintah sebagai pemberi ijin selama ini sudah melebihi ambang batas.
Alam memang diciptakan oleh Allah untuk dimanfaatkan demi kemaslahatan manusia. Namun pemanfaatannya pun harus diiringi oleh pemeliharaan serta pengelolaan yang baik. Ketidakseimbangan ini terjadi lantaran pengelolaan yang salah. Pemerintah menyerahkan pengelolaan sesuai dengan pandangan kapitalis. Kapitalis memandang alam adalah bagian dari kekayaan yang harus dieksploitasi dan bisa dimiliki oleh segelintir kalangan. Maka wajar jika manfaatnya pun hanya bisa dirasakan oleh kalangan tertentu saja. Bahkan yang terjadi justru para pribumi yang tinggal di wilayah sekitar jadi korban atas ketidakseimbangan alam ini. Pemerintah hanya menjadi regulator, bukan pihak yang memiliki otoritas penuh untuk mengelolanya.
Berbeda ketika kekayaan alam ini diatur oleh Islam. Islam memandang bahwa kekayaan alam berupa hutan dan barang tambang merupakan milik umat. Maka hasil pengelolaan dari itu semua akan kembali kepada umat. Pemerintah bertugas untuk mengelola kekayaan alam ini agar pemanfaatannya dapat diterima oleh masyarakat banyak, bukan segelintir kalangan. Maka pemerintah menjadi pihak yang paling penting untuk menjaga dan melindungi kekayaan alam dari cukong-cukong nakal yang mau mencuri hak umat.
Bagi para korban bencana banjir di Kalimantan Selatan semoga selalu diberi kesabaran dalam menerima cobaan ini, semoga dengan ujian ini mampu menghapus segala dosa dan diberi derajat yang tinggi di sisi Allah Swt. Karena apapun yang telah terjadi merupakan ketetapan yang sudah Allah tentukan demi kebaikan manusia. Sekalipun dalam pandangan kita musibah ini merupakan hal yang tak menyenangkan.
Bagi masyarakat pada umumnya semoga ini bisa menndi pelajaran bersama bagi kita. Bahwa peran kita amat penting dalam menjaga kualitas dan kuantitas alam agar seimbang dan tak terjadi kerusakan alam seperti banjir bandang kali ini.
Sejatinya penjagaan terbaik berasal dari kerja sama antara masyarakat dan pemerintah. Yang saling mendukung satu sama lain dengan aturan yang terarah yakni Syariah Islam. Cukuplah ayat berikut jadi pengingat bahwa kita sudah terlampau jauh meninggalkan Syariat.
Allah Swt. berfirman: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. ar-Rum 30: 41)
Bagi pemerintah, semoga dengan teguran berupa banjir ini dapat membuka hati penguasa agar mau kembali pada syariah dalam mengelola kekayaan alam yang dititipkan oleh yang Maha kuasa. Begitu pula dalam penanganan korban banjir, semoga cepat ditangani dengan tanggap baik oleh para relawan maupun pemerintah sebagai penanggung jawab utama urusan umat. Agar para korban dapat bantuan berupa segala kebutuhan mereka saat ini. Karena sejatinya masyarakat berharap penuh pada pemerintah yang sang pengayom umat. Kepada siapa lagi mereka harus mengadu? Wallahu a'lam. [IRP]
1 Komentar
Sangat mencerahkan
BalasHapus