Oleh Endang Setyowati
(Aktivis Dakwah)
Vivisualiterasi.com - Belakangan ini dunia secara global diwarnai fenomena aksi protes kepada rezim Zionis yang dimotori oleh kalangan pemuda khususnya gen Z. Apalagi setelah ada penghadangan terhadap armada sipil Global Sumud Flotilla (GSF) yang menuju Gaza. Para Zionis menangkap para aktivis yang membawa bantuan untuk Palestina.
Seperti yang dilansir dari Kompas.com, (04/10/2025), Berita tentang tuntutan massa Generasi Z (Gen Z) dalam demo Maroko memuncaki daftar artikel Populer Global hari ini. Sementara itu, unjuk rasa juga terjadi di Eropa untuk memprotes pencegatan rombongan kapal Global Sumud Flotilla oleh Israel.
Gelombang protes pro-Palestina melanda sejumlah kota besar di Eropa pada Kamis (2/10/2025), setelah Israel mencegat armada kapal bantuan kemanusiaan yang hendak menuju Gaza.
Puluhan ribu orang turun ke jalan untuk menyuarakan kemarahan. Namun, sebagian aksi berubah ricuh dengan perusakan fasilitas publik dan pertokoan. Israel menuai kecaman internasional usai pasukan bersenjatanya menaiki sekitar 40 kapal yang berusaha menembus blokade laut Gaza. Lebih dari 400 aktivis asing ditangkap, termasuk aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg.
Aksi Global Sumud Flotilla (GSF) telah dibajak oleh militer entitas Zionis Yahudi di perairan internasional tidak jauh dari Gaza. Ratusan awak kapal diculik tentara penjajah dan dibawa ke penjara Zionis. Hingga Kamis siang waktu setempat (2-10-2025), tiga kapal Global Sumud Flotilla masih berlayar menuju Gaza. Operasi militer Zionis dilaporkan telah membajak dan menggerebek sisanya, kemudian menculik ratusan aktivis dan relawan. Kapal Fair Lady dan Marinette masih saling berhubungan, berlayar menuju Gaza, sementara Mikeno diam di dekat pantai dengan komunikasi terputus, menunggu konfirmasi dari kru.
Global Sumud Flotilla (GSF), “sumud” berarti keteguhan dalam bahasa Arab. Bagi para pesertanya, istilah itu mencerminkan perlawanan damai menghadapi ketidakadilan.
GSF merupakan armada sipil internasional yang berlayar di laut Mediterania, membawa misi kemanusiaan sekaligus pesan politik.
GSF ini disebut sebagai yang terbesar dalam sejarah gerakan serupa. Lebih dari 50 kapal dan ratusan relawan dari 44 negara bergabung, dengan latar belakang beragam.
Mereka terdiri dari aktivis, jurnalis, tenaga medis, hingga politisi dan figur publik. Mereka berangkat dengan satu tujuan: menembus blokade Gaza yang selama hampir dua dekade mengekang arus barang dan manusia. GSF menilai pemerintah dunia terlalu lambat menyelamatkan rakyat Gaza dari kelaparan, penyakit, dan krisis kemanusiaan.
Dengan ditangkapnya para aktivis dari berbagai negara tersebut, masih juga belum menggerakkan militer di negaranya tersebut agar menyerang Zionis untuk membela warganya. Namun justru banyak negara mengusulkan solusi antara Palestina dan Zionis adalah two state solution.
Solusi dua negara tersebut didengungkan saat KKT khusus penyelesaian damai atas masalah Palestina dan implementasi solusi dua negara yang telah diadakan sehari menjelang sidang majelis umum PBB yang ke 80(23/9/2025)
Pada KTT tersebut lebih dari 150 negara mengakui negara Palestina, termasuk Inggris dan Perancis. Secara De facto PBB telah mengakui kemerdekaan Palestina karena lebih dari tiga perempat anggota PBB sudah mengakui kemerdekaan Palestina.
Namun, pengakuan secara De jure masih harus diputuskan melalui resolusi dewan keamanan PBB, karena selama ini AS selalu memvetonya.
Adapun Two-State Solution atau Solusi Dua Negara adalah usulan penyelesaian konflik antara Israel vs Palestina yang bertujuan untuk membentuk dua negara merdeka: satu untuk Israel dan satu untuk Palestina.
Menurut usulan tersebut, wilayah Palestina mencakup Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Namun sebenarnya hal tersebut (two state solution) bukanlah solusi bagi Palestina. Karena akan memberikan keuntungan yang besar bagi Zionis, sebab nanti Zionis akan mendapatkan 70 sampai 80% wilayah Palestina.
Solusi ini ibarat pepatah "panggang jauh dari api".
Bagaimana mungkin Palestina sebagai pemilik tanah tersebut harus berbagi dengan Zionis, bahkan pemiliknya mendapatkan justru lebih sedikit wilayahnya.
Palestina adalah tanah kharajiyah, sampai Kiamat pun tetap kedudukannya akan seperti itu. Justru seharusnya Zionis lah yang harus diusir dari negeri Palestina. Karena Zionis sesungguhnya adalah penjajah yang dengan brutal genosida terhadap warga Palestina.
Tragedi Palestina, mulai tercetus seiring melemahnya kekuatan Khilafah Ustmaniyah sebagai pelindung umat. Gelombang pendaratan imigran Yahudi terjadi antara tahun 1882-1903. Tidak lama kemudian, Khilafah kalah dalam Perang Dunia I. Inggris, Perancis serta Rusia membuat perjanjian rahasia yaitu Sykes-Picot tahun 1916 dan membagi-bagi wilayah Timur Tengah bagaikan rampasan perang, mereka ibarat tengah bagi-bagi kue. Daulah Islam dipecah belah menjadi lebih dari 50 negara.
Palestina diletakkan di bawah administrasi internasional. Kemudian muncul deklarasi Balfour 2 Nopember 1917 oleh Arthur James Balfour. Yang mana dalam deklarasi ini berisi komitmen Inggris untuk mendukung pendirian "tanah air nasional bagi orang-orang Yahudi" di Palestina. Sejak Deklarasi ini, imigran Yahudi dari Eropa ke tanah Palestina kian masif.
Setelah runtuhnya Khilafah Ustmaniyah pada 3 Maret 1924 oleh penghianat Mustafa Kemal yang bekerjasama dengan Inggris, maka negara Yahudi terwujud. PBB mengeluarkan resolusi pada tahun 1947 yang berisi pembagian wilayah mandat Palestina yang dikuasai oleh Inggris menjadi dua negara independen yaitu: satu negara Yahudi dan satu negara Arab.
Setahun kemudian pada 14 Mei 1948, entitas penjajah Yahudi dengan dukungan Barat mendeklarasikan berdirinya negara Israel yang menjadi malapetaka(Nakba) bagi rakyat Palestina. Setidaknya ada 700.000 hingga 750.000 orang Palestina kehilangan tempat tinggal dan menjadi pengungsi, akibat diusir oleh entitas Zionis.
Banyak pemukiman, sarana umum rakyat Palestina dihancurkan, genosida(pembantaian massal) terjadi. Penderitaan terus berlangsung hingga kini. Maka ketika ditawarkan solusi dua negara, sungguh itu sangat melukai kaum Muslim. Palestina tanah kaum Muslim, kenapa justru kaum Muslim yang harus meninggalkan negerinya?
Zionislah yang menjajah, mereka ibarat merampok rumah hingga mengusir pemilik rumah yang sebenarnya.
Maka, untuk mengusir mereka tiada lain dengan memerangi para Zionis tersebut. Kaum Muslim harus bersatu di bawah satu komando yaitu komando dari Khalifah untuk memimpin jihad fii sabilillah.
Ketika saat ini kaum Muslim belum mempunyai Khalifah, maka tidak akan ada negara yang mau membantu Palestina. Karena saat ini negara-negara tersebut tersekat oleh nation-states. Maka sudah seharusnya kita kaum Muslim harus bersatu di bawah komando Khalifah.
Tanpa persatuan kaum Muslim, upaya untuk pembebasan Palestina tidak akan pernah terwujud. Karena hanya Khalifah lah yang mampu menggerakkan kekuatan nyata kaum Muslim. Khilafah akan memiliki militer yang optimal, pendanaan yang mencukupi serta otoritas syar'i untuk jihad fii sabilillah dalam rangka membela kaum Muslim dimanapun, khususnya di Palestina saat ini. Maka sudah seharusnya sebagai gen Z wajib menolak two state solution ini.[Irw]
0 Komentar