Subscribe Us

DANANTARA VS BAITUL MAL

Oleh Anita Arwanda, S.Pd.
(Aktivis dakwah muslimah, Pendidik, IRT)

Vivisualiterasi.com-Dewasa ini ada revisi UU tentang perubahan ke-4 BUMN merubah Kementerian BUMN  menjadi BP BUMN.  Sehingga fungsi pengawasan yang dulu ada di Kementerian BUMN kini langsung berada di bawah Dewan Pengawas Danantara.
Dikutip dalam CNN Indonesia (02/10/2025). Ada 12 poin penting dalam revisi Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang baru disahkan menjadi Undang-undang di Paripurna DPR RI.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Ermarini yang membacakan hasil pembicaraan tingkat I terkait revisi UU BUMN.

Pertama, Anggia menekankan soal perubahan nomenklatur Kementerian BUMN. Beleid baru itu menyebutkan namanya sekarang berubah menjadi Badan Pengaturan BUMN alias BP BUMN.

Kedua, penegasan kepemilikan saham seri A Dwi Warna satu persen oleh negara pada Badan BP BUMN," ucap Anggia dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I 2025-2026 di DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (2/10).

Ketiga, penataan komposisi saham pada perusahaan Induk Holding Investasi dan perusahaan Induk Operasional pada Badan Pengelola Investasi Danantara.

Keempat, pengaturan terkait larangan rangkap jabatan. Para menteri dan wakil menteri dilarang mengisi posisi direksi, komisaris, dan dewan pengawas di BUMN. Ini menjadi tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Kelima, penghapusan ketentuan anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN pada bukan merupakan penyelenggara negara," tuturnya.

Keenam, penataan posisi dewan komisaris pada Holding Investasi dan Holding Operasional yang diisi oleh kalangan profesional.

Ketujuh, pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan BUMN.

Kedelapan, penambahan kewenangan BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN.

Kesembilan, penegasan kesetaraan gender pada karyawan BUMN yang menduduki jabatan direksi, komisaris, dan jabatan manajerial di BUMN.

Kesepuluh, perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan, Holding Operasional, Holding Investasi, atau pihak ketiga yang diatur dalam peraturan pemerintah.

Kesebelas, pengaturan pengecualian penguasaan BP BUMN terhadap BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal.

Kedua belas, pengaturan mekanisme peralihan status kepegawaian dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN, serta pengaturan substansi lainnya," tandas Anggia.

Berikut 12 poin perubahan UU BUMN:

1. Pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP BUMN.

2. Penegasan kepemilikan saham seri A Dwi Warna 1 persen oleh negara pada Badan BP BUMN.

3. Penataan komposisi saham pada perusahaan Induk Holding Investasi dan perusahaan Induk Operasional pada Badan Pengelola Investasi Danantara.

4. Pengaturan terkait larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri pada direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi.

5. Penghapusan ketentuan anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN pada bukan merupakan penyelenggara negara.

6. Penataan posisi dewan komisaris pada Holding Investasi dan Holding Operasional yang diisi oleh kalangan profesional.

7. Pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan BUMN.

8. Penambahan kewenangan BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN.

9. Penegasan kesetaraan gender pada karyawan BUMN yang menduduki jabatan direksi, komisaris, dan jabatan manajerial di BUMN.

10. Perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan, Holding Operasional, Holding Investasi, atau pihak ketiga yang diatur dalam peraturan pemerintah.

11. Pengaturan pengecualian penguasaan BP BUMN terhadap BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal.

12. Pengaturan mekanisme peralihan status kepegawaian dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN, serta pengaturan substansi lainnya.

Prabowo menyampaikan bahwa aset yang akan dikelola Danantara sekitar 900 miliar dollar AS atau sekitar Rp 14.648 triliun. 46 konglomerat Indonesia  tercatat sebagai investor patriot Bond Danantara. total dana yang terhimpun mencapai Rp51,75 triliun hingga September 2025. Patriot Bond ini bisa digunakan konglomerat menjadi agunan di Bank Himbara Beredar juga daftar 46 konglomerat Indonesia yang disebut-sebut sebagai investor dalam Patriot Bond yang diterbitkan oleh Danantara.

Dalam dokumen yang dikutip IDN Times, tercatat total dana yang terhimpun mencapai Rp51,75 triliun hingga September 2025. Nama-nama seperti Anthoni Salim, Prajogo Pangestu, Sugianto Kusuma, Franky Widjaja, Boy Thohir, Edwin Soeryadjaya, dan Low Tuck Kwong, menempati posisi teratas. Masing-masing dari mereka tercatat membeli Patriot Bond senilai Rp3 triliun.

1. Daftar nama konglomerat dengan kontribusi tertinggi dalam patriot bond. Beberapa nama yang menduduki posisi teratas dengan kontribusi tertinggi, masing-masing sebesar Rp3 triliun: Antony Salim (Salim & DCI), Prajogo Pangestu (Barito), Sugianto Kusuma (Agung Sedayu & Erajaya), Franky Widjaja (Sinar Mas), Boy Thohir & Edwin Soeryadjaya (Adaro & Saratoga), Budi Hartono (Djarum), dan Low Tuck Kwong (Bayan Resources).

2. Beberapa daftar nama investor patriot bond dengan sumbangsih Rp1 triliun hingga Rp1,6 triliun
Tokoh lain dengan kontribusi signifikan antara Rp1 triliun hingga Rp1,6 triliun, antara lain: Tommy Winata (Artha Graha) sebesar Rp1.6 triliun, James Riady (Lippo) sebesar Rp1,5 triliun, Hilmi Panigoro (Amman Mineral) sebesar Rp1.5 triliun, Gunawan Lim (Harita) sebesar Rp1,5 triliun, Eddy Sariaatmadja (Emtek Group) sebesar Rp1,5 triliun, Sukanto Tanoto (RGE Group) sebesar Rp1,5 triliun.

Sisanya tersebar di berbagai sektor industri mulai dari makanan, energi, properti, transportasi, hingga ritel.

3. Patriot Bond dapat respons positif dari kalangan konglomerat. Sebelumnya, Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), Rosan Perkasa Roeslani, menegaskan penerbitan Patriot Bond mendapat respons positif dari kalangan konglomerat.

Dia menyebut, pada tahap book building, dana yang ditargetkan sudah terpenuhi bahkan melebihi ekspektasi. Book building adalah proses penawaran awal kepada calon investor untuk menentukan minat dan jumlah dana yang bisa dihimpun. "Alhamdulillah itu sudah lebih malah dari target kami, sudah terpenuh dan boleh saya bilang hampir semuanya yang diundang itu berpartisipasi," kata Rosan saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/9/2025).

Rosan menyampaikan pihak yang diundang untuk berpartisipasi dalam Patriot Bond adalah kelompok usaha besar. Meski tidak merinci nama karena masih dalam masa book building.

Dia menekankan konglomerat besar telah ikut serta, termasuk sejumlah tokoh populer yang selama ini dikenal publik. Yang jelas, target penggalangan dana sudah tercapai bahkan melebihi jumlah yang ditetapkan.

"Ya kan masa book building kalau masa book building gak boleh disebutin dulu dong. Tapi kan pasti udah tahu kan saya sudah bilang yang besar-besar partisipasi alhamdulillah," paparnya. Proses book building disebut berjalan sesuai mekanisme penerbitan obligasi pada umumnya, mulai dari penyusunan memorandum informasi hingga pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pria yang juga menjabat Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu menargetkan dana dari Patriot Bond dapat masuk pada 1 Oktober 2025 sehingga program yang dibiayai bisa segera berjalan. "Jadi ada masa sekarang masa book building-nya. Jadi diharapkan 1 Oktober dananya sudah masuk," sebut Rosan.

Dividen dari BUMN yang berada di bawahnya akan langsung dikelola oleh Danantara untuk ekspansi dan perbaikan perusahaan dan tidak masuk APBN. Jadi kontribusi investasi Danantara diharapkan pada efek pertumbuhan ekonomi dengan pola ekspansi bisnis dengan kerjasama bersama swasta. Basis tupoksi Danantara adalah Good Corporate Governance. Maka rakyat tidak akan menikmati secara lansung hasil BUMN ini, karena dasar layanan publik adalah bisnis. Danantara hanya mengelola BUMN bukan seluruh harta milik rakyat (umum) di negara ini yg saat ini sudah dikuasai swasta. Maka yang ada negara dan swasta sama-sama berbisnis terhdap rakyat. Selain itu untuk mendapatkan keuntungan cepat dan besar Danantara berinvestasi di sektor non ril seperti pasar modal, sehingga semakin jauh memberikan kontribusi kepada rakyat padahal itu adalah uang rakyat. 

Sedangkan dalam ekonomi Islam harta milik rakyat dan milik negara akan dikelola oleh Baitul Mal. Khilafah akan memisahkan harta milik rakyat dan harta milik negara namun negara hanya boleh mengelolanya sebagai bagian dari ri'ayah (pelayanan), hasilnya akan dikembalikan ke rakyat dalam bentuk Baitul Mal atau kas negara, jadi negara tidak sembarangan menyerahkan pengelolaan kepada swasta atau personal bahkan asing. Rakyat secara langsung menikmati harta ini. Maka pajak di tiadakan karena APBN pemasukannya dari sana. APBN juga digunakan secara benar untuk sektor kemaslahatan rakyat akan dibiayai dengan pelayanan terbaik seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi dan jalan. Termasuk dalam pembukaan lapangan kerja Sehingga pembangunan sektor ril akan semakin masif menggerakkan ekonomi rakyat.

Pengelolaan BUMN dalam perspektif Islam tentu berbeda secara diametral dengan pengelolaan BUMN kapitalisme. Negara Khilafah mengadopsi sistem ekonomi yang sepenuhnya berlandaskan dalil syariat Islam, yaitu Al-Qur’an, Sunah, ijmak sahabat, dan qiyas. Islam dengan tegas membagi harta kepemilikan agar dapat terdistribusi dengan adil dan mencegah terjadi penyimpangan dan penguasaan harta dengan cara batil. Dengan itu kesejahteraan akan terwujud. Ini sebagaimana firman Allah Swt., ”Agar harta itu tidak beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (TQS Al-Hasyr: 7).

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Masyru’ ad-Dustur pasal 127 menjelaskan, kepemilikan ada tiga macam, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kepemilikan individu adalah setiap harta yang boleh dimiliki oleh individu karena sebab tertentu seperti bekerja, menjadi buruh, mendapat waris, pemberian negara, dan sebagainya. Harta milik individu tidak boleh diambil oleh negara tanpa hak.

Kepemilikan umum adalah harta yang dimiliki dan dimanfaatkan masyarakat secara bersama atau berserikat seperti fasilitas umum. Islam mengklasifikasikan harta milik umum ke dalam tiga kategori yaitu: (1) Sarana vital bagi kehidupan sehari-hari kaum muslim seperti air bersih dan energi. (2) Fasilitas yang tidak dapat dimiliki individu, seperti laut, sungai, danau, dan infrastruktur umum. (3) Barang tambang dengan deposit besar seperti minyak bumi dan gas alam.

Negara wajib mengelola sumber daya milik umum tersebut sebagai wakil dari umat. Negara haram menyerahkan penguasaan dan pengelolaan barang milik umum tersebut kepada swasta, baik lokal apalagi asing. Dalilnya adalah sabda Nabi saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Juga riwayat dari Ibnu al-Mutawakkil bin ‘Abd al-Madn, dari Abyadh bin Hammal ra. bahwa, ”Ia pernah datang menemui Rasulullah saw. dan meminta diberi tambang garam.” Ibnu  al-Mutawakkil berkata, “Yakni yang ada di Ma’rib.” Lalu Rasul saw. memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh pergi, salah seorang laki-laki dari majelis berkata, “Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan kepadanya? Tidak lain Anda memberinya  air yang terus mengalir.” Ia (Ibnu al-Mutawakkil) berkata, “Lalu beliau menarik kembali tambang itu darinya (Abyadh bin Hammal).” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibn Majah, dan Ibn Hibban).

Hadis Abyadh bin Hammal tersebut menegaskan bahwa tambang sebenarnya bisa diberikan kepada individu. Namun, ketika depositnya sangat melimpah, tambang tersebut tidak boleh diberikan kepada individu. Oleh karena itulah Nabi saw. menarik kembali pemberian tersebut. Padahal, menarik pemberian adalah tercela. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada bagi kami perumpamaan yang lebih buruk bagi orang yang menarik kembali hadiahnya, seperti anjing yang menjilat muntahannya kembali.” (HR Al-Bukhari).

Syekh Abdurrahman al-Maliki dalam kitab As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla (Politik Ekonomi Islam) hlm.80 menjelaskan, hadis Abyadh bin Hammal tersebut merupakan dalil bahwa tambang yang depositnya besar merupakan bagian dari kepemilikan umum dan tidak boleh dijadikan sebagai kepemilikan individu maupun swasta.

Hasil pengelolaan kepemilikan umum pada dasarnya adalah milik seluruh rakyat. Bukan milik sekelompok orang, ormas, maupun partai sebagaimana yang terjadi hari ini. Bukan pula milik kaum muslim saja. Oleh karena itu, negara wajib menggunakannya untuk kepentingan rakyat banyak, baik dengan membagikannya secara langsung atau untuk membiayai dan menyubsidi kebutuhan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Ini sebagai bentuk layanan publik yang menjadi tanggung jawab negara.

Islam melarang hasil dari pengelolaan kepemilikan umum diinvestasikan terlebih dahulu untuk mendapatkan keuntungan sebagaimana yang dilakukan Danantara. Namun, untuk optimalisasi pendapatan, negara boleh menjual hasil produksi kepemilikan umum dengan tujuan ekspor ke luar negeri dengan  tetap menjamin pemenuhan kebutuhan energi dalam jangka panjang dan tidak menyebabkan kerusakan lingkungan. Negara dibolehkan mengambil keuntungan yang seoptimal mungkin dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat.

Kepemilikan negara adalah setiap harta yang hak pemanfaatannya ada di tangan negara. Contoh harta milik negara ini misalnya ganimah, fai, khumus, kharaj, jizyah, harta orang murtad, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, dan tanah milik negara. Harta ini dimanfaatkan oleh negara untuk mengatur dan memenuhi urusan masyarakat seperti menggaji pegawai, kebutuhan jihad, pembangunan infrastruktur publik, dan lainnya.

Negara, meskipun sama-sama berwenang mengatur dan mengelola harta milik umum dan harta milik negara, tetapi ada perbedaan antara keduanya. Terhadap harta milik umum, negara tidak boleh memberikan zatnya kepada rakyat, tetapi rakyat boleh memanfaatkannya. Adapun harta milik negara, negara berhak memberikannya kepada individu. Alhasil negara mengelola harta milik umum dan milik negara sebagai bentuk ri’ayah (pengurusan urusan umat) untuk mewujudkan ekonomi yang kuat dan menyejahterakan.

Selain paradigma ri’ayah, pengelolaan BUMN juga harus dikelola secara profesional dan bebas korupsi serta kolusi.  Pengelolaan BUMN dilakukan secara terpadu dan profesional. Para direktur yang ditugaskan untuk mengelola perusahaan haruslah orang-orang yang memiliki keahlian sesuai dengan bidangnya.

Inilah yang diperintahkan dan diingatkan oleh Rasulullah saw. dalam  hadisnya, “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya, “Bagaimana maksud amanat disia-siakan?” Beliau menjawab, “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, tunggulah kehancurannya.” (HR Al-Bukhari).

Beliau juga bersabda, “Siapa saja yang memegang kuasa tentang suatu urusan kaum muslim, lalu ia memberikan suatu tugas kepada seseorang, sedangkan ia mengetahui bahwa ada orang yang lebih baik dari orang itu, ia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya, dan kaum muslim.” (HR Al-Hakim).

Berdasarkan hadis di atas, Islam memerintahkan agar menyerahkan  urusan pada ahlinya, berdasarkan kompetensi dan  keilmuannya, bukan atas dasar kolusi, nepotisme, balas jasa, atau bagi-bagi jabatan. Sebagai bentuk profesionalisme, Islam juga akan memberikan gaji yang layak kepada para pekerja dan memberikan ancaman serta sanksi yang tegas bagi mereka yang melakukan korupsi. Rasullah saw. bersabda, ”Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuknya maka apa yang ia ambil setelah itu adalah harta ghulul.“ (HR Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Hakim).

Berdasarkan hadis ini, harta yang diperoleh para direksi, pejabat, dan penguasa, selain pendapatan (gaji) yang telah ditentukan, apa pun bentuknya merupakan harta ghulul (penggelapan) yang hukumnya haram. Oleh karena itu, pendapatan para direksi dan karyawan perusahaan BUMN akan diungkap secara transparan sehingga mudah diawasi.

Harta kekayaan mereka harus diaudit. Jika ada pertambahan harta yang tidak wajar, yang bersangkutan harus membuktikan hartanya diperoleh secara sah. Jika tidak bisa, hartanya yang tidak wajar disita sebagian atau seluruhnya dan dimasukkan ke kas negara.
Bersamaan dengan itu, Islam memberikan sanksi (takzir) bagi pelaku ghulul. Bentuk sanksinya bisa mulai dari yang paling ringan, seperti sekadar nasihat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Teknis hukuman mati itu bisa digantung atau dipancung. Berat atau ringannya hukuman takzir ini disesuaikan dengan berat atau ringannya kejahatan yang dilakukan (Abdurrahman al-Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78—89).

Alhasil, di bawah sistem kapitalisme, pengelolaan ekonomi, termasuk kepemilikan umum dan negara, akan selalu menimbulkan problem dalam perspektif Islam. Pasalnya, sistem kapitalisme menjadi landasan BP BUMN dan Danantara yang pengelolaannya sama sekali tidak merujuk pada aturan-aturan Allah Swt. dan Rasul-Nya. Penerapan Islam secara paripurna dalam institusi Khilafah Islam merupakan satu-satunya metode agar pengelolaan ekonomi mendapatkan keridaan Allah Swt. serta mewujudkan kemajuan ekonomi sehingga terwujud rahmat bagi rakyat dan negara secara bersamaan.[Irw]

Posting Komentar

0 Komentar