Subscribe Us

AMBRUKNYA BANGUNAN PONPES AL KHAZINY, BUAH DARI BOBROKNYA KAPITALISME



Oleh Nurhidayah Humayrah
(Pegiat Literasi)


Vivisualiterasi.com - Jakarta – BNPB memperoleh data terbaru mengenai jumlah korban tewas akibat ambruknya Pondok Pesantren Al Khaziny di Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Hingga siang ini, jumlah korban meninggal dunia mencapai 37 orang.

Berdasarkan olahan data BNPB, Minggu (5/10/2025), sejak pukul 06.30 hingga 12.00 WIB, tim gabungan berhasil menemukan 12 jenazah dan satu potongan tubuh manusia dari balik reruntuhan bangunan lantai empat musala. Penemuan tersebut menambah data korban meninggal dunia menjadi 37 orang, serta dua bagian tubuh manusia yang belum teridentifikasi.

Tragedi Ambruknya Ponpes Al Khaziny

Tragedi ambruknya Ponpes Al Khaziny terjadi karena lemahnya struktur bangunan dalam menopang beban di dalamnya serta kurangnya pengawasan dalam proses pembangunan. Musala pondok pesantren tersebut ternyata masih dalam tahap konstruksi sehingga tidak memiliki kekuatan yang memadai.

Bangunan yang rapuh itu merenggut 37 nyawa, sementara puluhan lainnya luka-luka. Sejumlah korban bahkan terdengar berteriak meminta tolong di bawah reruntuhan sambil berdzikir. Peristiwa itu terjadi setelah para santri melaksanakan salat Asar berjamaah yang diikuti sekitar 100 orang.

Salah satu santri yang berhasil diselamatkan, Yusuf, menangis karena saat ditemukan masih memeluk Al-Qur’an dan mengenakan kopiah. Runtuhnya bangunan tersebut diduga akibat dana pembangunan yang minim dan tidak memadai.

Dana pembangunan ponpes umumnya bersumber dari iuran orang tua atau wali santri serta donatur. Keterbatasan dana membuat proses pembangunan tidak memenuhi standar keselamatan yang seharusnya. Para korban yang wafat tertimpa reruntuhan diyakini mati syahid.

Anak-anak yang semestinya mengejar cita-cita dan membahagiakan orang tua kini telah tiada. Namun, bagi mereka yang gugur dalam musibah ini, insyaallah surga menjadi tempatnya. Para orang tua pun hanya bisa menitikkan air mata dengan penuh keikhlasan dan ketabahan.

Proses evakuasi korban dilakukan dengan bantuan alat berat. Kegiatan belajar-mengajar pun terpaksa dihentikan. Padahal, seharusnya di hari-hari itu mereka sedang menimba ilmu, bukan menjadi korban bencana.

Pemerintah melalui APBN berencana membantu pembangunan kembali Ponpes Al Khaziny. Namun, dalam sistem kapitalisme, anggaran pendidikan hanya ditetapkan sebesar 20% dari total APBN. Akibatnya, amanah penyediaan fasilitas pendidikan sering kali dibebankan kepada masyarakat.

Buah dari Bobroknya Kapitalisme

Islam memandang pendidikan sebagai hak fundamental dan kewajiban kolektif negara untuk menyediakannya, termasuk sarana yang aman, nyaman, dan berkualitas. Negara bertanggung jawab memastikan setiap warganya memperoleh pendidikan yang layak, bermutu, dan tanpa diskriminasi.

Ijmak sahabat menunjukkan bahwa negara wajib menjamin pembiayaan pendidikan. Khalifah Umar bin Khattab, misalnya, memberikan gaji kepada guru dari pendapatan negara (baitulmal) yang bersumber dari jizyah, kharaj (pajak tanah), dan usyur (pungutan atas harta nonmuslim yang melintasi perbatasan).

Dalam sistem Islam (Khilafah), negara berperan sebagai pelindung dan penjamin kesejahteraan seluruh rakyatnya. Sistem politik dan ekonomi Islam meniscayakan negara memiliki visi menyejahterakan umat secara menyeluruh.

Inilah sistem yang seharusnya diperjuangkan oleh kaum Muslimin, yakni sistem khilafah yang diterapkan secara kaffah. Hanya dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruhlah negara akan mampu menyalurkan dana dari baitulmal untuk kepentingan umat. Wallahu a’lam bishshawab.
(Dft)

Posting Komentar

0 Komentar