Subscribe Us

KAPITALISME GAGAL PENUHI GIZI, ISLAM SOLUSI

Oleh Mintan Tyani
(Relawan Opini Andoolo, Sultra) 

Vivisualiterasi.com-Gratis. Siapa yang tidak tergiur jika ada barang ataupun makanan yang diberikan secara gratis? Seperti program pemerintah saat ini yang dicanangkan sebagai program unggulan, yaitu MBG (makan bergizi gratis) untuk para pelajar dari jenjang TK, SD, SMP dan SMA-sederajat. Pasti kita sudah tidak asing lagi dengan program ini. Namun, bagaimana jika barang atau makanan gratis itu malah membuat kita sakit atau keracunan? Apakah kita tetap mau menerimanya? Atau mencari akar masalah dan solusinya?

Seperti yang terjadi di Kota Bogor, dari jangka waktu 2 hari, yakni 7-9 Mei 2025 telah tercatat korban keracunan MBG ini sudah mencapai angka 210 orang, ungkap Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno. (CNN Indonesia, 11/05/2025)

Padahal poin utama dari program tersebut adalah makan bergizi, tapi kenyataannya malah beracun. Sungguh mengecewakan.

Merespon banyaknya kasus keracunan MBG tersebut, OJK menyebutkan bahwa program MBG ini akan mendapat proteksi asuransi, seperti yang dikatakan Ogi Prastomiyono selaku Kepala Eksekutif PPDP. Mereka sedang menyusun proposal tentang penyelenggaraan asuransi untuk adanya kecelakaan pada program tersebut. (Bisnis.com, 11/05/2025)

Sungguh amat sangat disayangkan, perhatian pemerintah baru muncul di saat sudah banyak korban yang bermunculan akibat program yang mereka buat. Seharusnya perhatian dan keamanan itu terlebih dahulu mereka adakan sebelum program ini diluncurkan. Bahkan seharusnya mereka terlebih dahulu memikirkan resiko-resiko apa saja yang akan muncul nantinya, karena ini merupakan tanggung jawab besar. Apalagi program ini berupa makanan, di mana makanan ini sangat sensitif dan rentan akan kuman dan bakteri lainnya. Pengolahan harus steril dan terjaga, tidak asal-asalan.

Dari kasus keracunan MBG ini telah nampak wajah pemerintah yang tidak serius dalam mengurus rakyatnya. Kasus ini pula adalah salah satu contoh nyata dampak negatif praktik industri kapilatis, yang lebih mengutamakan keuntungan finansial ketimbang keselamatan dan kesehatan masyarakatnya. Karena dalam sistem ini, mereka hanya terfokus pada bagaimana cara mengefisiensikan anggaran namun tetap mendapat laba yang besar, itulah prioritas utama mereka. Sedangkan untuk beberapa risiko yang akan terjadi, mulai dari keselamatan pekerja hingga kesehatan konsumen dengan menjaga kualitas bahan dan alat tidak menjadi kekhawatiran mereka, bahkan cenderung diabaikan.

Akibatnya, masyarakat yang seharusnya dilindungi dan dilayani malah menjadi korban dari keserakahan mereka. Negara pun malah berlepas tangan dengan mengusulkan asuransi MBG yang makin menunjukkan komersialisasi risiko, bukan solusi preventif. Di mana usulan ini hanya sekedar memindahkan beban risiko pada individu, seolah-olah rakyat harus menanggung akibat dari kelalaian industri. Hal ini menunjukkan bahwa logika pasar telah masuk dalam kebijakan publik, yang hanya mementingkan keuntungan bagi dirinya. Menghilangkan tugas negara yang harus bertanggung jawab atas rakyatnya.

Beginilah potret negara yang di dalamnya memakai sistem kapitalisme, terbukti gagal dalam memenuhi gizi untuk generasi bangsa. Dari segi pasar mereka tidak memiliki regulasi yang ketat untuk produk-produk pangan yang berbahaya yang masih dijual bebas, hingga meluas. Keamanan pangan malah menjadi barang dagangan, bukan menjadi hak dasar warga negara. Kegagalan kapitalisme juga nampak pada ketidak mampuannya dalam menciptakan lapangan pekerjaan, yang aman dan memadai. Bahkan untuk meluncurkan program MBG ini banyak sekali korban PHK yang harus diluncurkan demi mengefisiensikan anggaran untuk bisa melancarkan progam baru mereka. Hingga dikabarkan Indonesia menjadi peringatan satu di ASEAN dari negara yang melahirkan pengangguran. Miris bukan? 

Akibatnya, sistem ini malah menciptakan kesenjangan sosial sehingga menjauhkan rakyatnya dari kehidupan yang layak. Tak heran jika kebutuhan gizi generasi tidak terpenuhi, karena banyaknya kepala keluarga yang tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarganya karena tidak memiliki pekerjaan yang layak untuk mereka. Dari sini kita bisa melihat bahwasanya perkara gizi sangat berkaitan erat dengan sistem ekonomi dan tata kelola negara secara keseluruhan.

Sangat jauh dengan negara yang diatur Islam, yaitu Khilafah. Khilafah memandang bahwa pemenuhan kebutuhan pangan bergizi bagi setiap individu adalah tanggung jawab negara, bukan tanggung jawab pasar ataupun korporasi.  Khilafah akan memastikan keadaan pasar yang hanya mengedarkan makanan halal dan baik serta bergizi sebagai bahan perdagangan, dengan regulasi serta pengawasan yang ketat serta penegakan hukum yang tegas bagi pelanggaran.

Khilafah juga akan menciptakan banyak lapangan kerja, bahkan tidak akan membiarkan para kepala rumah tangga tidak memiliki pekerjaan, karena dalam Islam yang memiliki kewajiban utama menjamin nafkah kepada istri dan anak adalah kepala keluarga, seperti firman Allah Swt dalam Al-Baqarah ayat 233, 

"Dan kewajiban ayah memberi makan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf."

Jadi, khalifah sebagai kepala negara Khilafah menjadi penjamin dalam terbukanya lapangan pekerjaan secara luas, dengan pengelolaan SDA yang ada serta pertanian dan perdagangan yang baik, bukan malah mengambil alih tugas seorang ayah lalu memandulkan tanggung jawab ayah menjadi seorang pemberi nafkah bagi keluarganya, seperti yang terjadi saat ini pada negara kapitalis. 

Dengan ini, bukan hanya memberi bantuan kepada masyarakat, namun memberikan akses pada mereka untuk kehidupan yang layak. Sistem ini pula membebaskan masyarakat dari ketergantungan bantuan yang sesaat yang tidak pernah menjadi solusi fundamental bagi masyarakat. Cara seperti ini penerapan dari sabda Rasulullah saw yang berbunyi,

"Pemimpin atau Khalifah adalah penggembala (raa'in) dan ia bergantung jawab atas rakyat yang digembalakannya. " (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam konteks inilah, khilafah hadir menjadi solusi sistemik, yang mampu menyelesaikan problem gizi secara menyeluruh. Karena Khilafah bukan hanya sistem pemerintahan, melainkan struktur kepemimpinan yang mengatur seluruh aspek kehidupan rakyat berdasarkan syariat Islam. Semua yang dilakukan bukan demi keuntungan tetapi demi kemaslahatan dan penjagaan amanah atas kehidupan umat. Dengan sistem Khilafah, problem gizi generasi dapat diselesaikan secara fundamental, bukan seperti yang terjadi saat ini yang tidak pernah mendapat solusi yang benar. Wallahu'alam bishawab.[AR]





Posting Komentar

1 Komentar