(Aktivis Muslimah)
"Total perkembangan kasus dugaan keracunan makanan dari tanggal 7-9 Mei 2025, secara kumulatif total korban yang tercatat sebanyak 210 orang," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno dalam keterangan tertulis, Minggu (11/5).
Sri Nowo menyebutkan 210 orang yang diduga keracunan berasal dari delapan sekolah. Mereka mendapat MBG dari satu SPPG yang sama.
Dari jumlah tersebut ada 34 orang yang masih menjalani perawatan medis di rumah sakit.Sebaran kasus berdasarkan sekolah, berasal dari delapan sekolah yang telah melaporkan kejadian. Kemudian dari 210 orang itu rinciannya 34 orang menjalani rawat inap, 47 orang menjalani rawat jalan, dan 129 orang mengalami keluhan ringan," ujar Sri Nowo. Dinas Kesehatan masih melakukan investigasi epidemiologis untuk mencari sumber keracunan, serta berkoordinasi dengan pihak sekolah dan instansi terkait dalam upaya penanganan, pengambilan sampel. Hingga saat ini, hasil uji laboratorium sampel makanan belum diumumkan.
"Pengujian berbagai sampel yang telah didapatkan dilakukan secara mikrobiologi dilakukan di labkesda Kota Bogor. Meliputi empat tahap pengujian yaitu, Pra pengayaan, Pengayaan Selektif, Plating Out dan Konfirmasi," kata Sri Nowo.
"Kalau sudah ada hasilnya nanti diinfokan selanjutnya," ujarnya.
Sebelumnya, ada 171 siswa dari TK, SD, dan SMP di Kota Bogor, Jawa Barat, mengalami keracunan usai mengonsumsi makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kasus keracunan ini langsung diselidiki oleh Badan Gizi Nasional. Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana menyebut pihaknya juga tengah menunggu hasil uji sampel.
"Sumber masalah dalam pendalaman," ujar kepada wartawan, Sabtu (10/5).
Gizi anak bermasalah dalam sistem kapitalisme
Segala upaya intensif untuk mengatasi problem rendahnya gizi anak Indonesia yang selama satu dekade dilakukan pemerintah, dapat diprediksi akan mengalami hambatan besar. Bahkan program andalan pemerintah Prabowo-Gibran Makan Bergizi Gratis (MBG), alih-alih mampu meningkatkan gizi anak, menurunkan prevalensi stunting dan gizi buruk di Indonesia yang bakal terjadi adalah sebaliknya. Masalah gizi anak yang masih tinggi, termasuk stunting, gizi buruk, dan kekurangan mikronutrien adalah salah satu bukti nyata Kegagalan sistem kapitalisme dalam menjamin rakyat.
Dalam sistem ini pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan dianggap sebagai komoditas, bukan hak dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Kapitalisme mendorong mekanisme pasar bebas yang membuat sektor pangan didominasi oleh industri besar. Alhasil produk makanan bergizi menjadi mahal dan tidak terjangkau bagi rakyat yang tidak mampu. Sebab makanan murah justru seringkali minim gizi bahkan mengandung zat berbahaya.
Program bantuan gizi diserahkan ke pihak ketiga atau swasta yang berorientasi profit bukan keselamatan. Bagaimana tidak akar kemiskinan yang tak terselesaikan masalah gizi anak erat kaitannya dengan kemiskinan struktural dalam kapitalisme lapangan kerja minim dan upah rendah membuat keluarga tidak mampu membeli makanan bergizi. Ketimpangan ekonomi terus meningkat menyebabkan jutaan anak tumbuh dalam lingkungan tidak sehat.
Dan hanya dalam sistem kapitalisme yang akan menjadikan gizi anak sebagai masalah rutin tahunan tanpa solusi tuntas, selama sistem ini masih bercokol anak-anak dari keluarga yang tidak mampu akan terus menjadi korban, bahkan generasi generasi dengan masalah kesehatan lemah secara fisik, rendah kualitas pemikiran, rapuh mental dan psikologis. Sulit menjadi tumpuan harapan memajukan bangsa menjawab tantangan zaman.
Dalam sistem khilafah
Untuk terwujudnya generasi emas yang saleh, sehat, kuat dan berkualitas, maka harus memprioritaskan dalam pembangunan manusia. Sebab manusia adalah unsur utama dalam pembangunan negara, apapun ideologi yang dianut suatu negara. Islam memberikan perhatian serius terhadap sejumlah aspek dalam kerangka pembangunan manusia mewujudkan generasi sehat berkualitas dan unggul.
Dan hanya dalam sistem Khilafah, penanganan masalah gizi anak akan diletakkan dalam kerangka tanggung jawab negara terhadap pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya. Dimana sistem khilafah memiliki prinsip dalam menjalankan syariat islam:
1. Negara Sebagai Penanggung Jawab Utama
Dalam Islam, negara (Khilafah) bertanggung jawab langsung atas pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu, termasuk pangan, sandang, dan papan. Masalah gizi anak bukan hanya urusan keluarga, tapi menjadi urusan negara secara menyeluruh.
2. Distribusi Kekayaan yang Adil
Sistem ekonomi Islam mencegah penumpukan kekayaan pada segelintir orang dan memastikan distribusi kekayaan yang merata. Dengan sistem ini, keluarga akan memiliki akses terhadap kebutuhan pokok, termasuk makanan bergizi bagi anak-anak.
3. Penyediaan Layanan Kesehatan Gratis
Khilafah menyediakan layanan kesehatan gratis yang berkualitas bagi seluruh rakyat, termasuk layanan gizi dan pemantauan tumbuh kembang anak. Pemeriksaan rutin terhadap anak-anak akan dilakukan oleh tenaga medis di fasilitas kesehatan negara.
4. Pendidikan dan Penyuluhan
Negara akan menyelenggarakan program pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya para ibu, tentang pentingnya gizi seimbang, pola makan sehat, serta cara merawat anak secara islami dan ilmiah.
5. Baitul Mal dan Dana Sosial
Baitul Mal (lembaga keuangan negara) akan mengalokasikan dana khusus untuk membantu keluarga miskin dalam mencukupi kebutuhan gizi anak mereka. Ini bisa berupa bantuan makanan bergizi, susu, atau dana tunai untuk pembelian kebutuhan anak.
6. Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Kemaslahatan Rakyat
Sumber daya alam akan dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, termasuk untuk memastikan ketersediaan pangan dengan harga terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
7. Sanksi terhadap Kelalaian
Jika ada orang tua yang sengaja menelantarkan anak-anak mereka hingga mengalami kekurangan gizi, negara berhak memberikan teguran dan sanksi sesuai syariat, karena itu termasuk pelanggaran hak anak.
Dengan sistem yang menyeluruh dan terintegrasi berdasarkan syariat Islam, Khilafah akan mampu menanggulangi masalah gizi anak tidak hanya secara reaktif, tapi juga preventif dan struktural. Wallahu a'lam bisshowab.
0 Komentar