Subscribe Us

HARGA KELAPA MELONJAK, BENARKAH HIDUP PETANI MEMBAIK?

Oleh Febri Ghiyah Baitul Ilmi 
(Aktivis Dakwah)

Vivisualiterasi.com-Di Indonesia kelapa merupakan tanaman yang memiliki nilai komoditas tinggi, baik dari segi sumber bahan pangan, industri, bahkan ekspor. Indonesia menjadi negeri penghasil kelapa terbesar kedua di dunia dengan hasilkan sebesar 2,8 juta ton per tahun. Kelapa dapat dimanfaatkan dalam berbagai bentuk seperti santan, kelapa bulat, minyak kelapa, hingga makanan olahan seperti nata de coco dan gula kelapa. Masalahnya beberapa pekan terakhir harga kelapa bulat merangkak naik di pasaran. Hal ini, berdampak buruk pada konsumen, baik pengepul kelapa bulat, pengusaha, bahkan masyarakat biasa. 

Di sisi lain, menurut Amran Sulaiman sebagai Menteri Pertanian (Mentan) kenaikan harga kelapa bulat membuka peluang besar kepada petani kelapa agar bisa bahagia dengan menikmati keuntungan, karena sebelumnya harga kelapa sangat murah. Kemudian, pemerintah akan menggenjot petani dengan menanam pohon kelapa dan rehabilitasi seperti replanting (peremajaan) perkebunan. Kemudian, Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk meredam lonjakan harga kelapa, mereka menggodok kebijakan ekspor kelapa agar memprioritaskan penjualan kelapa untuk pasar dalam negeri, (tempo.co, 5/5/2025). 

Ekspor

Penyebab kelangkaan kelapa di pasaran karena ekspor kelapa secara ugal-ugalan ke berbagai negara seperti China, Thailand, Tiongkok, Vietnam, dll. Walhasil harga kelapa langsung meroket tajam karena ketersediaan kelapa sangat kurang.

Kondisi ini tidak hanya dirasakan dampaknya oleh pembeli, namun pedagang kelapa juga mengalami penurunan jumlah pembeli. Misalnya santan instan menjadi alternatif masyarakat karena harganya lebih murah. Selain itu, kalau pun mau beli kelapa, konsumen membeli kelapa setengah butir saja agar bisa menghemat biaya hidup. Akibatnya, pedagang kelapa parut mengalami penurunan omzet sebesar 30% dari sebelumnya. 

Ujung Masalah

Masalah ekspor kelapa yang diperbincangkan berbagai kalangan dan media, menggambarkan abainya pemerintah di negeri ini dalam mengelola perindustrian kelapa untuk kepentingan umat, baik dari sektor perkebunan maupun sektor penjualan kelapa. Berikut disebabkan karena penerapan sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan kehidupan dengan aturan agama. Pemerintah hanya menjadi regulator saja, bukan sebagai pengurus rakyat. 

Sebenarnya, sangat wajar apabila petani kelapa menyambut kebijakan ekspor kelapa, karena selama ini harga komoditas tersebut sangat rendah bahkan tidak mampu menjamin kesejahteraan petani. Melalui ekspor petani dapat menikmati sedikit keuntungan. Hal ini, memberikan gambaran bahwa kesejahteraan petani kelapa masih menjadi problematika yang belum terselesaikan. 

Selanjutnya pada sektor penjualan kelapa pemerintah terlihat lalai terhadap ketersediaan kelapa di lapangan dan stabilitas harga di pasaran. Sebenarnya, pemerintah lebih mementingkan terpenuhinya kebutuhan luar negeri dibanding kebutuhan dalam negeri, karena jika kelapa diekspor maka negara akan mendapatkan pemasukan dari cukai. Pada saat yang sama pemerintah tidak memedulikan kelapa menjadi komoditas penting yang sangat dibutuhkan di dalam negeri. Kelangkaan kelapa ini akan berdampak bagi produk turunan kelapa seperti santan, gula kelapa, dan nata de coco yang konsumennya adalah masyarakat luas. 

Inilah fenomena tumpang tindih tata kelola perekonomian saat ini. Kebijakan ekspor menjadi angin segar untuk petani kelapa, tetapi menjadi bencana untuk masyarakat umum, bahkan pengusaha kecil di dalam negeri. Sudahlah gaji tidak naik, pekerjaan sulit, banyaknya pengangguran, bahan pokok hampir semua naik. Lantas bagaimana agar petani dan masyarakat bisa sama-sama sejahtera? 

Butuh Syariah

syariat Islam dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini. Ekspor dan impor dalam Islam hukumnya boleh dengan 2 syarat. Pertama, barang yang diekspor atau impor tidak mengandung bahaya. Kedua, tidak melakukan ekspor mau pun impor dengan negara kafir yang sedang melangsungkan peperangan fisik dengan negara Islam (kafir harbi fi'lan). 

Bagi negara kafir yang terikat perjanjian dengan negara Islam (kafir mu'ahid) mereka diperlakukan sesuai perjanjian yang ada, baik ekspor maupun impor. Untuk negara kafir yang tidak melakukan perjanjian dan tidak berperang (kafir harbi hukman) tidak diperbolehkan masuk ke dalam negara Islam tanpa ada surat izin (visa). Apabila memiliki visa maka diperbolehkan melakukan ekspor dan impor ke negara Islam. 

Kebolehan ekspor dan impor tidak serta merta memberikan kebebasan masyarakat melakukannya. Apabila dikaitkan dengan ekspor kelapa, seharusnya jika pasokan kelapa di dalam negeri belum tercukupi maka tidak diperbolehkan melakukan ekspor kelapa, hingga ketersediaan kelapa di dalam negeri telah terpenuhi. 

Meski begitu, pemerintah memang harus mengurusi masyarakat dengan menjamin perdagangan kelapa kondusif dan mampu mencukupi kebutuhan pasar di dalam negeri. Hal ini didasarkan pada tugas seorang pemimpin adalah sebagai perisai (junnah), pelindung, dan pengurus kepentingan rakyat sebab pertanggungjawaban di akhirat kelak. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. "Setiap kamu merupakan pemimpin/imam dan setiap dari pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban terhadap setiap kepemimpinannya. (HR. Bukhari dan Muslim) 

Maka disektor perkebunan kelapa pemerintah mampu menjamin politik pertanian untuk meningkatkan produksi pertanian. Seperti memberikan bibit unggul, edukasi teknik pertanian kelapa terkini, memberikan pupuk, memberikan modal, memberikan alat pertanian, serta obat-obatan, memperluas area perkebunan dengan menghidupkan tanah yang mati. Pada sektor komoditas kelapa pemerintah memberikan jaminan serapan pasar sehingga petani tidak kebingungan dalam mencari target pemasaran kelapa. Pemerintah dapat mengondisikan iklim bisnis untuk menyerap komoditas kelapa seperti industri minyak kelapa, kelapa parut, nata de coco, santan instan, produsen jajanan pasar, rumah makan, dll.

Demikian dilakukan bukan menurut ketetapan pasar bebas berdasarkan kapitalisme, melainkan berdasarkan ketentuan syariat Islam. Berikut hanya bisa diterapkan secara baik dalam naungan Daulah Khilafah. Wallahu a'lam bissawab.[PUT]



Posting Komentar

0 Komentar