Oleh Nazwa Triska
(Pelajar)
Vivisualiterasi.com- Di zaman yang semakin maju ini, tanpa kita sadari kita sering melakukan prokrastinasi atau bahasa gampangnya adalah sebuah kebiasaan menunda-nunda pekerjaan. Seorang profesor dari De Paul University, Chicago, Joseph Ferrari mengungkap bahwa prokrastinasi adalah kecenderungan dalam menunda untuk melakukan suatu hal hingga mereka merasakan ketidaknyamanan saat menit-menit terakhir deadline. Ia juga mengatakan, 20% perempuan dan laki-laki di seluruh dunia memiliki sifat prokrastinasi yang membuat mereka cenderung memiliki gaya hidup maladaptif, di lingkungan rumah, sekolah, tempat kerja, bahkan dalam sebuah hubungan. (gramedia.com, 2021).
Terkadang kita lalai dengan pekerjaan-pekerjaan penting hanya karena kita lebih mementingkan waktu untuk bersantai dan merasa bahwa masih banyak waktu untuk mengerjakannya. Menurut penelitian Livia & Monika (2022) dalam jurnal Ilmu Pendidikan, prokrastinasi akademik atau prokrastinasi yang terjadi di lingkungan sekolah intensitas penggunaan sosial berperan sebesar 15,2% saat pembelajaran jarak jauh, pemicunya bermula saat awal masa pandemi covid19 dan diberlakukannya sistem pembelajaran jarak jauh, sehingga penggunaan media sosial semakin meningkat. Seperti halnya yang sering kita temui di kalangan kaum muda, yaitu menunda tugas sekolah hanya karena keasyikan scroll media sosial ataupun hangout bersama teman-teman. Padahal tugas itu sama seperti amanah yang harus kita kerjakan sesegera mungkin, karena waktu akan terus berjalan, sehingga jika deadline sudah di depan mata, kita akan merasa stres dan pusing sendiri dengan banyaknya tugas yang belum selesai.
Namun, prokrastinasi ini memang wajar saja terjadi, bahkan bukan hanya pada kalangan muda saja, akan tetapi mencakup semua kalangan. Karena dalam sistem kapitalis ini kita akan sering menemukan kata "time is money" atau waktu adalah uang. Sehingga waktu yang ada hanya akan digunakan untuk mencari materi dan kesenangan semata. Apabila suatu aktivitas itu tidak bernilai materi dan tidak mendatangkan keuntungan, maka akan ditinggalkan, walaupun aktivitas itu bernilai pahala dihadapan Allah namin tidak mendatangkan keuntungan bagi mereka, maka aktivitas itu akan dianggap sebagai aktivitas yang merugikan dan hanya membuang-buang waktu saja.
Dalam sistem sekuler saat ini, semua orang seperti dialihkan fokusnya hanya untuk mencari kesenangan duniawi saja. Bahkan negara pun semakin memfasilitasi warganya untuk menyia-nyiakan waktu. Contohnya seperti video yang viral hanya karena seseorang membuat konten berdiam diri selama 2 jam saja bisa mendapatkan uang sebesar $2.1k-$16.5k atau setara dengan Rp. 32-251 juta dengan viewers jutaan. Selain karena negara memfasilitasi, konten-konten semacam inilah pemicu awal terjadinya prokrastinasi. Karena hanya dengan membuat konten-konten yang unfaedah dan minim modal saja kita bisa berpenghasilan fantastis. Hal ini sesuai dengan prinsip kapitalis yang hanya ingin mengeluarkan modal seminim-minimnya namun ingin mendapatkan untung yang sebesar-besarnya.
Namun hal demikian tentu tidak akan terjadi jika kita berada dalam negara Islam. Konten unfaedah semacam itu bisa jadi akan sulit ditemui karena negara menjaga konten-konten yang tersebar di media. Konten yang akan ditayangkan hanyalah konten yang mengedukasi dan meningkatkan keimanan kepada Allah. Islam tidak melarang hiburan, namun dengan syarat tidak melanggar hukum syara'.
Perhatian yang besar juga diberikan oleh Islam dalam hal etika berkomunikasi dalam bermedia sosial, maka sebagai pengguna media sosial sudah seharusnya kita mampu menggunakan media sosial dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntunan syariat, ketika penggunaan media sosial digunakan dengan bijak, sudah barang tentu akan memudahkan kita dalam belajar, bertukar informasi ataupun berdakwah. Kemudahan-kemudahan teknologi kiranya bisa kita maksimalkan dengan baik. Perlu diketahui, media sosial sebagai hasil dari perekembangan teknologi mempunyai banyak akibat di dalam penggunaannya, maka penting bagi kita untuk memiliki self control atau kontrol diri yang baik, kita bisa temukan dalilnya di QS. At Tahrim ayat 6 yang intinya menyerukan kita untuk berusaha menjaga dan memelihara diri kita dari berbagai keburukan yang ditimbulkan karena sikap dan perilaku kita sendiri.
Jika di dalam sistem kapitalis waktu adalah uang, maka sangat berbeda dengan Islam. Karena bagi mereka yang paham betapa berharganya waktu, mereka akan memanfaatkan waktu yang ada dengan sebaik mungkin, karena dalam Islam waktu itu bagaikan pedang yang bisa kapan saja menebas mereka. Sehingga dengan waktu yang Allah berikan, sebagai muslim harusnya tidak menyia-nyiakan waktu, tidak menunda-nunda kebaikan, dan bersegera dalam ketaatan. Kita bisa mengambil keteladanan dari sahabat nabi, yakni Abdullah bin Ummi Maktum, yang dari kisahnya kitau tahu, meskipun Allah uji beliau dengan kebutaan, namun semangat beliau sangat tinggi, kekurangannya tidak menjadi alasan baginya untuk tidak ikut andil saat jihad fii sabilillah demi tegak dan diterapkannya Islam kaffah di seluruh penjuru dunia. Sehingga Islam kaffah bisa diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Wallahua'lam bish-shawab.[AR]


0 Komentar