Vivisualiterasi.com-Akhir-akhir ini beranda sosial media dipenuhi dengan kabar pejabat yang pamer kekayaan atau flexing. Nama para pejabat negeri mendadak menjadi terkenal bagai artis ibu kota. Sekarang ramai pemberitaan terkait dicopotnya jabatan para Aparatul Sipil Negara ini pada bidang yang berbeda. Pencopotan jabatan ini akibat terkuaknya kasus kriminal yang dilakukan oleh anak salah seorang pejabat. Mario Dandy Satriyo, anak seorang pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Kementrian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, diketahui telah melakukan penganiayaan kepada remaja berusia 17 tahun, hingga menyebabkan korban tak sadarkan diri. (nasional.tempo.co., 24/02/2023)
Selain itu, ada beberapa pejabat lainnya yang diberitakan pencopotannya karena kehidupan di sosial medianya yang mulai disorot netizen. Ada Kepala Kantor Beacukai Yogyakarta, Eko Darmanto, yang menjadi viral karena gaya hidup hedon dari putrinya. Kemudian ada Kepala Sub Bagian Administrasi Kendaraan Biro Umum, Esha Rahmansyah Abrar yang juga dicopot dari jabatannya. Muhammad Risky Alamsyah merupakan Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Perhubungan Laut, dipanggil oleh Kementrian Perhubungan untuk mengikuti pemeriksaan pada Minggu (26/3) sebagai tindak lanjut dari beredarnya foto sang istri yang pamer hidup mewah di sosial media. Nama-nama tersebut hanya sebagian yang diviralkan netizen dari sekian banyak keluarga pejabat yang flexing. (datakata.co.id, 26/03/2023)
Flexing di tengah Buruknya Status Sosial Akibat Ekonomi Kapitalis
Sungguh miris melihat fakta kehidupan para pejabat saat ini. Mereka sudah diberi kepercayaan untuk menjadi bagian yang bertanggung jawab mengurusi negara namun perilaku mereka tak dapat menjadi teladan bagi rakyat. Di tengah kenaikan berbagai harga pangan, ada pemerintah yang menghabiskan dana 9 miliar rupiah untuk membeli motor NMax. Ketika gizi masyarakat makin buruk, para istri dan anak pejabat sibuk belanja barang mewah. Saat kemiskinan merajalela, pemerintah malah sibuk memalak rakyat lewat pajak. Sedangkan aparat pemerintahan malah sibuk korupsi.
Perilaku demikian sungguh mengiris hati rakyat, mereka hanya bisa berputih mata menyaksikan para pejabat bergelimang harta. Di sisi lain, rakyat sedang berperang dengan perutnya sendiri. Demikianlah kehidupan rakyat di bawah pengaturan sistem kapitalis. Bagaimana yang disebutkan Syekh Taqiyuddin dalam kitab Nizamul Islam. Kekuasaan demokrasi yang berkiblat pada kapitalisme menjadikan penguasa dan rakyat hanya sebatas kontrak kerja. Yang digaji untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan undang-undang yang ada. Sehingga muncul pemerintah yang hanya mementingkan keuntungan dari pada mengurusi rakyatnya. Padahal tugas sesungguhnya pejabat adalah pengurus rakyat, akan tetapi saat ini jauh dari apa yang kita harapkan.
Mencermati tindakan pemerintah yang langsung memberhentikan pejabat yang diketahui pamer kekayaan di media sosial kembali menyita perhatian netizen. Namun, tindakan tersebut belum tepat sasaran karena pemerintah hanya menjaga reputasi sebagai pemerintah.
Terkait dengan penyidikan harta, pada dasarnya ASN wajib melaporkan harta kekayaan kepada pihak berwenang dan badan penyidikan keuangan. Aktivitas ini seharusnya dilakukan secara teliti dan jeli lagi. Tentunya agar tidak ada aliran uang ke pejabat yang mendadak banyak. Namun, regulasi itu dijalankan dengan baik pada akhirnya banyak dari pejabat memperoleh harta dari hak rakyat. Ini sudah menjadi bukti sistem ini tidak mampu dijadikan asas dalam menjalankan sistem kehidupan.
Solusi Islam Bukan Hanya Wacana
Islam tidak melarang individu menjadi orang kaya, termasuk pejabat negara. Hal ini tentu dengan syarat bahwa harta kekayaan tersebut diperoleh dan dikelola dengan cara yang benar sesuai syariat Islam. Ketakwaan kepada Allah membuat khalifah dan pejabat negara berhati-hati dalam menjalankan tugas dan memanfaatkan hartanya. Sistem sekuler saat ini membuat manusia memandang bahwa harta adalah segalanya dan menjadikannya tujuan hidup. Dalam Islam tujuan kehidupan itu diluruskan yaitu mencari rida dari Allah, Sang Pencipta dan Pengatur.
Pada bagian ini, Islam punya salah seorang sahabat Rasulullah yang menjadi panutan yaitu Abu Bakar Ash-Sidiq.
Diriwayatkan oleh Abu Said bin al-‘Arabi bahwa “pada saat Abu Bakar Ash-Sidiq masuk Islam, dia memiliki kekayaan 40.000 dirham dirumahnya, sementara pada akhir jabatannya beliau tidak meninggalkan harta apapun. Sejatinya pejabat negeri adalah pelayan masyarakat, bukan suatu posisi yang dimanfaatkan untuk menumpuk kekayaan.
Di samping itu, Rasulullah ketika mengangkat pejabat selalu menanamkan keimanan dan ketakwaan. Kemudian Rasulullah juga melakukan audit terhadap harta kekayaan. Abu Hamid Al-Sa’idi ra. berkata:
Rasulullah saw. "Pernah mempekerjakan seorang laki-laki dari Bani Asad untuk memungut zakat dari Bani Sulaim yang bernama Ibn Lutbiyyah. Ketika ia kembali (dan zakat sudah terkumpul, Rasulullah saw. memeriksa dan menghitungnya". (HR. Bukhari)
Begitulah Islam mengatur kepemilikan harta pada umat dan Rasulullah telah mencontohkan bagaimana kebijakan terhadap pejabat yang diberi amanah mengelola urusan negara. Pada masa yang lain, sang Amirul Mukminin yaitu Umar bin Khattab juga melakukan audit terhadap harta kekayaan Abu Sufyan. Beliau diperiksa hartanya sebelum dan setelah putranya menjabat. Sehingga harta Abu Sufyan disita oleh Umar bin Khattab.
Sudah selayaknya pejabat menyadari bahwa perannya adalah sebagai pelayan masyarakat yang bertakwa kepada Allah karena semua akan meminta pertanggungjawaban di akhirat nanti atas amanah sebagai pejabat yang mengurusi masyarakat.
Ketika pemerintahan dengan menjalankan aturan Islam, ditawarkan sebagai solusi permasalahan negeri ini. Itu bukanlah sebuah khayalan tentang masa lalu. Namun, aturan Islam terhadap pemerintahan telah terbukti adil terhadap pejabat dan masyarakat. Wallahua'lam. [Mly]
0 Komentar