Vivisualiterasi.com- Lembaga pendidikan yang dipercaya oleh seluruh orang tua di Indonesia telah kehilangan kepercayaannya. Seorang pengasuh pondok pesantren, Kyai Al Djaliel 2 Kabupaten Jember, Jawa Timur, Muhammad Fahim Mawardi diduga cabuli 11 santriwati dan 4 ustazah. Berdasarkan kesaksian istrinya, Himmatul Aliyah mengatakan kesalahan perilaku suaminya. Serta memberikan sejumlah barang bukti berupa rekaman CCTV, video, dan suara terjadinya tindakan asusila yang dilakukan oleh suaminya ke Polres Jember. Adapun Aliyah menarik para korban yang ternyata salah satu dari mereka mengaku telah memiliki hubungan khusus dengan Fahim sebelumnya. Usut punya usut, Fahim kekeh mengelak kesaksian tersebut sehingga belum diketahui hukumannya karena proses yang berjalan sangat lama (suara.com, 11/01/2023)
Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Siti Aminah Tardi mengatakan bahwa pesantren menempati urutan kedua kasus kekerasan seksual pada 2015-2020. Terdapat laporan Komnas Perempuan tersebut jika 2021 ada 51 aduan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. 27% tingkat perguruan tinggi, 19% pendidikan berbasis agama Islam/pesantren, 15% SMA/SMK, 7% SMP, dan 3 % TK, SD, SLB, serta Pendidikan berbasis agama Kristen (nasional.kompas.com, 10/12/2021). Hal seperti itu terus terjadi di negara Indonesia bahkan meningkat setiap tahunnya. Solusi dari pemerintah tidak menuntaskan akar permasalahan tersebut.
Rusaknya Pendidikan adalah Akibat Rusaknya Sistem
Sembilan puluh sembilan tahun sudah kita berkiblat pada pendidikan ala Barat yang segalanya diukur dengan materi. Selama itu pula, tanpa kita sadari Barat telah berhasil menggerogoti tubuh umat muslim hingga tercipta rongga-rongga kerusakan di dalamnya. Namun ternyata berbagai fakta di atas tidak cukup untuk membuat umat Islam sadar akan eksistensinya yang kian diperburuk. Barat menjauhkan pemikiran umat dari pemahaman agama baik itu di pesantren maupun sekolah umum biasa.
Sekularisasi dalam dunia pendidikan memang nyata adanya, sistem yang senantiasa menjauhkan agama dari kehidupan tidak akan memprioritaskan kualitas terhadap peserta didiknya. Berasas kemanfaatan guna meraih kesenangan duniawi tidak akan mampu mencetak pendidikan yang layak bagi umat karena kualitas seorang pendidik dan pembelajar yang beradab tidak bisa lahir dari sistem kufur kapitalisme. Virus kapitalisme akan terus menjalar dalam dunia pendidikan guna meracuni pemikiran umat dengan merusak sistem kurikulum dan aturan perundangan, bahkan pendidik sehingga rusaklah seluruhnya.
Permainan algoritma oleh para antek-antek kapitalisme memiliki pengaruh yang sangat besar bagi pemikiran umat. Adapun algoritma media digital yang telah diatur sedemikian rupa guna menjauhkan umat dari pemahaman Islam. Melalui media digital tersebut, mereka menyodorkan berbagai konten negatif seperti pornografi, pornoaksi, film, musik, dan lain sebagainya. Dengan media sosial yang bergerak tanpa filter seperti itulah umat makin bebas mengakses berbagai konten. Hal tersebut menyebabkan tidak terkontrolnya apa saja yang masuk dalam pemikiran umat sehingga mengakibatkan kerusakan taraf berpikir. Mulai dari nafsu yang bergejolak dan berujung pada pemerkosaan, kekerasan seksual, bahkan pembunuhan.
Adapun pendidikan berbasis agama dalam sistem saat ini tidak lain hanya untuk mengejar materi semata yaitu hanya terfokus pada proses banyaknya menghafal saja. Padahal sejatinya Al-Qur’an tidak hanya lembaran-lembaran tulisan arab untuk dibaca, melainkan memahami dan mengamalkan seluruh kandungannya juga bagian dari kewajiban seorang muslim.
Para Ilmuwan Hebat Tumbuh pada Masa Kejayaan Islam
Asingnya Islam di mata umat saat sekarang menghadang fakta bahwa Islam pernah berjaya sampai menguasai 2/3 dunia selama 13 abad lamanya. Selama itu pula Islam berhasil mencetak generasi yang keunggulanya luar biasa. Al Khawarizmi si penemu angka nol, Fatimah Al Fihri si pendiri universitas pertama di dunia, Ibnu Sina si Bapak Kedokteran asal Persia, dan masih banyak lagi ilmuwan lainnya.
Kepemimpinan Islam berhasil menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman serta pegangan untuk menjalani kehidupan sehingga tercipta pula generasi hebat di dalamnya. Menjadikan mereka takwa terlebih dahulu kepada Allah, lalu memanfaatkan kelebihan dunia untuk kemaslahatan umat.
Jika dipahami lebih dalam, Islam adalah agama unik yang sempurna pengaturannya. Di dalamnya terkandung seperangkat aturan yang disusun secara komprehensif guna memudahkan urusan manusia sebagai makhluk sosial. Allah berfirman yang artinya
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Ali Imran: 191)
Allah memerintahkan manusia untuk berpikir, dan dengan menuntut ilmu itulah manusia dapat memperoleh fasilitas guna memuaskan hati dan akalnya. Adapun 3 tahap menuntut ilmu dalam lingkup lembaga pendidikan kepemimpinan Islam diungkap oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabani, yang pertama yaitu senantiasa menanamkan kepribadian Islam dalam jiwa pembelajar, kedua memahamkan tsaqofah Islam, dan yang terakhir adalah mengenalkan ilmu dunia guna mengenali potensi atau bakat yang bisa dikembangkan untuk melanjutkan kehidupan Islam.
Adapun pemikiran umat yang menjadi tanggung jawab negara untuk menjaganya dengan memberikan filter pada media digital yang tersebar. Senantiasa memantau apa-apa saja yang beredar di dalamnya dan memastikan bukanlah sesuatu yang beracun bagi pemikiran umat. Dengan begitu, taraf berpikir umat akan tetap terjaga dan bersih. Dengan pemikiran yang bersih itu maka akan melahirkan tindakan atau perilaku yang bersih pula. Pentingnya peran kepemimpinan Islam dalam sebuah negara untuk menciptakan masyarakat dan individu yang bertakwa kepada Allah dan mewujudkan kesejahteraan serta kedamaian tanpa kekhawatiran padanya. Wallahua'lam. [Mly]
0 Komentar