Subscribe Us

RADIKALISME RACUN PENDIDIKAN?

Oleh Wilma Indah M.T.Y. 
(Aktivis Dakwah) 


Vivisualiterasi.com- Lagi dan lagi, isu yang selalu digodog seakan masalah yang besar. Radikalisme, ekstremisme, dan terorisme kembali dibahas oleh petinggi Polri di negeri ini. Kali ini radikalisme ditengarai telah “menyusup” ke dunia pendidikan sehingga wajib diwaspadai. Benarkah demikian? 

Wakapolri Komjen. Pol. Prof. Dr. Gatot Eddy Pramono, M.Si membahas tentang radikalisme dan terorisme. Ia mengatakan, memasuki tahun ajaran baru, dunia pendidikan khususnya tingkat perguruan tinggi harus terus meningkatkan kewaspadaan terhadap paham dan gerakan kekerasan tersebut. Menurutnya, infiltrasi paham dan gerakan radikal serta ekstremisme masuk dengan berbagai cara. Mulai dari menyusup di kegiatan-kegiatan keagamaan (CISForm, 2018), masjid-masjid kampus (INFID, 2018), dan penyebaran buku-buku (PPIM, 2018). Pola penyebarannya pun tak lagi dilakukan hanya melalui medium dakwah dan forum-forum halaqah, tetapi sudah merambah ke media sosial (cyber space) serta jalur-jalur pertemanan. 

"Hasilnya, sebagaimana dilaporkan PPIM (2020), 24,89% mahasiswa Indonesia terindikasi memiliki sikap intoleran. Dari sumber lain, Alvara Research (2020) melaporkan bahwa 23,4% mahasiswa dan pelajar Indonesia mengaku anti-Pancasila dan malah pro-Khilafah. Data-data ini tentu mengkhawatirkan, tetapi bukan berarti tidak bisa kita kalahkan," katanya. (Kompastoday.com, 13/8/2022)

Ia menyebut radikalisme ibarat sel tidur yang sewaktu-waktu dapat bergerak untuk melakukan aksi-aksi anarkis. Tak hanya itu, menurutnya ada lima sebab mengapa banyak remaja yang mudah terpapar radikalisme. Diantaranya mereka sedang mencari identitas diri, membutuhkan perasaan kebersamaan, ingin memperbaiki apa yang dianggap mencederai rasa keadilan, dan membangun citra diri. (suaramerdeka.com, 13/8/2022)

Akibat Kurikulum Sekuler

Masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan adalah kurikulum sekuler yang diterapkan telah menjauhkan generasi dari ajaran agamanya. Jauh dari akhlak yang baik, berperilaku bebas atau liberal seperti pergaulan yang tidak memiliki batas hingga makin menambah angka kehamilan di luar pernikahan. Ditambah dengan adanya aborsi bahkan bunuh diri.   

Generasi hari ini diarahkan untuk mengejar materi semata. Lulusan perguruan tinggi hanya digadang-gadang menjadi calon pekerja pada perusahaan-perusahaan. Bahkan tak jarang karena sekolah tidak menjanjikan materi yang besar, pemuda justru enggan untuk melanjutkan sekolah, serta memilih menjadi creator TikTok atau menjadi youtuber. Seperti yang terjadi pada pemuda Citayam.

Tidak Tepat Sasaran 

Berbagai tuduhan di atas sejatinya tidak tepat sasaran. Seolah hanya menyasar ajaran Islam dan pemeluknya. Seakan Islam pembuat segala kerusakan di negeri ini. Jihad dan khilafah selalu dikambinghitamkan menjadi pemicu perpecahan di negeri ini. Padahal ajaran Islam sangat terbuka dan dapat dipelajari oleh siapa saja. Kitab-kitab shahih para ulama tersebar di seluruh penjuru negeri ini, bahkan dunia. Bebas untuk mendiskusikan isinya, bahkan para penulis Barat pun pernah mengakui kebesaran sistem politik Islam (khilafah) seperti Will Durrant dalam karyanya yang berjudul 'The Story of Civilization'. Ia memaparkan bahwa Islam telah terbukti dapat menyatukan umat manusia, memberikan jaminan atas keamanan dunia, dan menciptakan kemajuan ekonomi. 


Masalah di Dunia Pendidikan 

Justru yang menjadi masalah dalam dunia pendidikan hari ini adalah ritual tidak berfaedah yang harus dilalui oleh mahasiswa baru yang akan memasuki kampus. Senioritas dan perpeloncoan masih banyak ditemui di berbagai perguruan tinggi tanpa memperhatikan esensi kegiatan tersebut. Bahkan tak sedikit yang sampai memakan korban jiwa. Belum lagi kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen terhadap mahasiswanya. Pelaku pun tidak mendapat hukuman yang membuat jera, sehingga korban pelecehan seksual di kampus makin tinggi. Jelas, pelaku kejahatan tersebut tidak terinspirasi dari halaqah atau kajian-kajian Islam. Namun cekokan konten porno yang mustahil dimusnahkan dalam media. Inilah yang membuat kejahatan seksual itu dapat terjadi.

Justru potensi pemuda yang luar biasa, harus diarahkan dengan pendidikan yang jelas. Pendidikan yang bisa memaksimalkan peran remaja agar berdaya untuk umat. Adalah hal yang wajar jika remaja masih memiliki daya kritis yang tinggi terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap kurang sesuai. Seperti biaya pendidikan mahal, fasilitas kesehatan minim, angka kemiskinan, dan pengangguran yang masih tinggi. Berikut korupsi oleh pejabat serta berbagai kasus kejahatan yang ditimbulkan dari dunia Polri itu sendiri.  


Pendidikan Islam

Pendidikan yang dibutuhkan saat ini adalah pendidikan ala Islam yang mencetak generasi bersyakhsiyah Islam. Yaitu remaja yang memiliki pola pikir dan sikap islami, memiliki akidah yang kuat, dan pemahaman ilmu Islam maupun ilmu pengetahuan lain serta berperan sebagai problem solver umat. 

Dengan demikian proyek melawan radikalisme tidak dibutuhkan, karena hal itu bukan masalah yang sedang benar-benar dihadapi. Masalah mendasar yang dihadapi negeri ini adalah ketidaktaatan kepada Allah. Maka solusi tuntasnya adalah dengan mengembalikan ketaatan secara totalitas kepada Allah. Yaitu dengan menerapkan syariat secara menyeluruh di muka bumi ini. Karena hanya dengan diterapkannya Islam secara menyeluruh, negeri ini bahkan dunia dapat merasakan kedamaian, kerukunan, bahkan kesejahteraan karena keberkahan yang tercurah dari Allah Swt. Karena terciptanya Islam yang rahmatan lil alamin. [Ng]

Posting Komentar

0 Komentar