Subscribe Us

BIAYA KULIAH MELAMBUNG TINGGI DALAM SISTEM DEMOKRASI

Oleh Ross A.R
(Aktivis Dakwah Medan Johor)


Vivisualiterasi.com- Setiap orang tua pasti ingin anak-anaknya meraih cita-citanya dan menjadi generasi yang cerdas dan terdidik. Namun dalam sistem saat ini, begitu tingginya biaya di perguruan tinggi menjadikan semua impian para generasi muda menjadi pupus. Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar dan penting bagi rakyat, bahkan pendidikan di perguruan tinggi menjadi simbol kebanggaan. Mahalnya biaya di perguruan tinggi menjadi trending di sosial media, di mana jika ingin kuliah harus mencantumkan rekening orang tua dengan minimal saldo 100 juta rupiah pada jalur seleksi mandiri.

Seperti yang dilansir oleh kedeipena.com (31/7/2022), Wakil Ketua Komisi DPR-RI Dede Yusuf Macan Effendi menyatakan, "Iya, memang biaya kuliah masih mahal, banyak orang tua yang tidak melanjutkan anaknya kuliah karena terbentur biaya yang sangat tinggi. Walaupun negara sudah menyiapkan beasiswa KIP kuliah, untuk bantu uang semester. Namun ternyata untuk masuk kuliah ada uang lain seperti uang bangku, uang duduk, uang bangunan dan lain-lain dan mencapai belasan juta.

Media sosial belakangan ini tengah diramaikan mengenai tingginya biaya masuk universitas melalui seleksi mandiri. Adapun informasi ini banyak beredar di media sosial, termasuk Twitter. Salah satunya akun Twitter @mudirans yang mengunggah foto berisi persyaratan Jaminan Kemampuan Keuangan (JKK) bagi calon mahasiswa Institut Teknologi bandung (ITB) pada Sabtu (18/7). (Kompas.com, 18/7/2020)

Ternyata penyebab mahalnya biaya masuk jalur seleksi mandiri di universitas karena beberapa universitas negeri tengah didorong untuk berbadan hukum. Konsultan Pendidikan dan Karier Ina Liem menyampaikan pendapatnya. "Sejak pandemi, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memang didorong untuk berbadan hukum supaya bisa menerima dana dari masyarakat, agar bisa lebih berkembang," saat dihubungi Kompas.com Selasa (21/7).

Tentunya hal ini semakin membuat berat beban pembiayaan Perguruan Tinggi (PT) karena adanya komersialisasi Pendidikan serta lepasnya peran negara dari pembiayaan pendidikan tinggi. Dan ditambah semakin besarnya beban pemenuhan kebutuhan hidup yang harus ditanggung oleh rakyat. 

Bagi rakyat kalangan menengah ke bawah sangat sulit bisa mengenyam pendidikan sampai ke Perguruan Tinggi (PT). Kondisi ini jelas dampaknya akan mendorong pada semakin lunturnya pandangan masyarakat terhadap Perguruan Tinggi (PT) sebagai sumber mencari ilmu agar menjadi ilmuwan. Perguruan Tinggi mengalami pergeseran orientasi pendidikan kepada materialistik.

Namun, inilah fakta pendidikan dalam sistem Demokrasi. Para kapitalis menjadikan seluruh aspek tempat meraup keuntungan sebesar-besarnya, tanpa melihat apakah kebijakan tersebut melukai atau menyengsarakan rakyat. Hingga menjadikan materi diatas segala-galanya tanpa memandang halal-haram.

Berbeda jauh dengan sistem Islam. Dalam Islam, pendidikan merupakan salah satu kewajiban pemerintah yang harus dipenuhi untuk semua penduduknya atau rakyatnya, tanpa dipungut biaya dan dengan kualitas pendidikan yang terbaik. Sehingga pendidikan dapat mencetak generasi unggul, berilmu dan memiliki akhlak dan kepribadian Islam. Dan telah terbukti bagaimana tinta emas pendidikan Islam sudah terwujud dalam sejarah kegemilangan peradaban Islam yang mampu mencetak ilmuwan handal dan cerdas. 

Dari sinilah bisa dilihat bagaimana pendidikan dalam Islam tidak hanya sekadar mencari uang atau materi. Tapi lebih untuk membangun dan mewujudkan bagaimana generasi muda menjadi cerdas dan berkepribadian Islam agar membawa kemaslahatan di masyarakat. Dan dalam Islam seluruh rakyat diberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik. Wallahu a'lam bish-shawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar