Subscribe Us

PTM 100% DI TENGAH ANCAMAN OMICRON, BAGAIMANA PANDANGAN ISLAM?

Oleh Fina Fauziah 
(Aktivis Muslimah )


Vivisualiterasi.com-Pemerintah Kabupaten Bandung terus melakukan upaya pelaksanaan program vaksinasi terutama pada warga lansia dan anak-anak usia 6 hingga 11 tahun. 

Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung akan segera melaksanakan pembelajaran tatap muka 100 persen bila program vaksinasi telah mencapai 80 persen. Sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung H. Ruli Hadiana, bahwa pihaknya terus berusaha memberikan dukungan dalam upaya percepatan pelaksanaan vaksinasi secara umum di Kabupaten Bandung.  

"Sekarang ini, kita juga mengerahkan para siswa kita usia 6 hingga 11 tahun untuk melaksanakan vaksinasi di Dome Bale Rame Soreang,” terang Ruli Hadiana kepada wartawan disela-sela pelaksanaan Vaksinasi Merdeka di Dome Bale Rame Soreang, Jumat 7 Januari 2022.

Disampaikan Ruli Hadiana, kegiatan Vaksinasi Merdeka melibatkan warga dari kalangan anak usia 6 hingga 11 tahun dalam rangka memperlancar rencana PTM (Pembelajaran Tatap Muka) 100 persen. Karena jika masyarakat secara umum, tenaga pendidikan, dan para siswa sudah divaksin 80 persen maka dapat melaksanakan PTM 100 persen di sekolah-sekolah di Kabupaten Bandung. (portalbandungtimur.com, 7/1/2022 )

Tentunya kebijakan tatap muka ini menuai kontra sebagaimana disampaikan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arist Merdeka Sirait. Keputusan sekolah tatap muka saat ini belum tepat waktunya. Masih ada risiko tertular, apalagi mengingat penularan saat ini masih tinggi. Meskipun sudah ada protokol kesehatan, tetap tak ada jaminan semuanya aman. Apalagi untuk anak usia SD, belum paham 100%. Menurut Sirait, keputusan ini cenderung terkesan memaksa dan lebih memilih mempertaruhkan risiko. Padahal, peran pemerintah dikondisi saat ini adalah memikirkan bagaimana cara memudahkan pembelajaran jarak jauh. Di mana metode ini masih dinilai paling aman. Termasuk memberi bantuan sarana pendukungnya seperti internet dan layanannya. 

Sangat memilukan, kebijakan yang seharusnya memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, kini justru menambah kluster penularan. Dengan banyaknya kasus yang terjadi, kebijakan ini memerlukan evaluasi. Mengingat keselamatan dan nyawa masyarakat (apalagi anak-anak) sangat penting. Dikaitkan dengan target herd immunity untuk menghadapi new normal. Upaya mencapai herd immunity yang hanya mengandalkan vaksinasi tanpa lock down (karantina) total dalam lingkup makro, ibarat menegakkan benang basah. Tentunya akan sangat sulit dilakukan. Dengan dua upaya di atas dapat menyebabkan munculnya berbagai varian virus Covid dan penyebarannya tak terkendali. Sehingga bisa kita katakan, era new normal tak ubahnya seperti hukum rimba. PTM 100% dalam kondisi seperti ini akan terus dibayang-bayangi resiko tinggi sekalipun para siswa sudah divaksin.

Sedangkan dalam aturan Islam, konsep lock down yang dilakukan oleh sistem Islam tidaklah berorientasi ekonomi, melainkan fokus pada aspek kesehatan dan penyelamatan jiwa rakyatnya. Sebagai aspek utama, tentu sistem Islam akan terus meningkatkan sistem dan fasilitas kesehatan dengan kualitas terbaik dan kuantitas yang sangat memadai. Pemeriksaan dan penelusuran terjadinya kasus positif akan ditangani dengan upaya dan riset paling mutakhir. Sementara protokol kesehatan juga diterapkan di seluruh penjuru negeri melalui pengawasan. Sistem Islam akan memberikan beragam fasilitas pengganti saat kebijakan lock down, terutama dalam pendidikan. Sistem Islam akan meminimalisir beragam aktivitas yang memicu kerumunan, sekaligus membatasi mobilitas hanya pada pihak-pihak tertentu sesuai keperluan darurat. Bahkan, jika pengurusan dan pemenuhan kebutuhan rakyat mengharuskan door to door, penguasa akan menempuh langkah tersebut. 

Sistem Islam pun akan menutup pintu-pintu kemungkinan masuknya lalu lintas WNA ke dalam negeri. Sistem Islam akan menyediakan tempat isolasi dan penanganan khusus tenaga kerja yang datang dari luar negeri. Islam memiliki pandangan yang berbeda dengan sekularisme, karena Islam tidak mengotak-kotakkan permasalahan. Seluruh permasalahan yang terjadi di dunia adalah permasalahan manusia sehingga kebijakan akan fokus pada manusia. Tidak akan ada kebijakan yang kontraproduktif karena semua bermuara pada kemaslahatan manusia. Tidak akan ada kebijakan “new normal” untuk pertumbuhan ekonomi. Serta tak mengambil risiko PTM jika masih berisiko tinggi, karena nyawa manusia adalah yang utama. Jangan sampai anak-anak losing their life (kehilangan nyawa) hanya karena tidak ingin learning loss. Andai saja waktu awal pandemi bisa menerapkan kebijakan penguncian wilayah yang terjangkit (lock down), bisa jadi umur wabah tidak akan selama ini. Andai juga kebijakan fokus pada keselamatan manusia bukan yang lainnya, masalah akan selesai dengan tuntas. 

Sekali lagi Islam tidak akan menyekat permasalahan kehidupan dan agama karena seluruh penyelesaian permasalahan kehidupan termasuk wabah membutuhkan aturan Sang Pencipta. Aturan dari Allah Swt. adalah solusi tuntas atas seluruh persoalan, tentu jika menerapkan seluruhnya dengan sempurna. Kesempurnaan syariat tak akan mungkin bisa diterapkan tanpa adanya sistem Islam, dengan sempurna dan kesempurnaan syariat tidak akan mungkin bisa diterapkan tanpa adanya sistem Islam. Yakni Khilafah Islamiyyah. Wallahu a'lam. [IRP]

Posting Komentar

0 Komentar