Oleh Nining Sarimanah
Pemerhati Umat
Pada 2019 lalu, Presiden Joko Widodo berkomitmen pembangunan IKN tidak akan membebani dana APBN, ia menyebutkan skema pembiayaan IKN sebesar 19% diambil dari APBN. Namun, pemerintah secara resmi mengumumkan skema pembiayaan pembangunan IKN Nusantara hingga 2024 akan lebih banyak dibebankan pada APBN yakni 53,3 persen. Sisanya, dana didapat dari Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), swasta, dan BUMN sebesar 46,7 persen. Sangat jelas dari skema tersebut, besaran dana pembangunan IKN banyak menyedot anggaran negara. Tentu saja penggunaan uang rakyat ini, dinilai banyak kalangan tak sesuai dengan janji Presiden Jokowi sebelumnya.
Sebelumnya, diberitakan bahwa anggaran pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) 2022 akan mencatut dana Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai RP178,3 triliyun. Namun hal tersebut, menuai kritik dari fraksi Partai Demokrat saat rapat kerja dengan Menkeu Sri Mulyani. Marwan Cik Asan mengingatkan bahwa proyek IKN tidak sesuai untuk dimasukkan dalam program PEN dengan merujuk pada Undang-Undang (UU) No.2/2020, khususnya pasal 11 ayat 2 yang berbunyi, "Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya." (kompas.com, 22/01/2022)
Dengan disahkannya UU IKN, pemerintah memiliki landasan hukum untuk tetap menjalankan proyek pembangunan, meskipun ditentang oleh banyak pihak. Masyarakat pun bertanya-tanya, seberapa pentingkah proyek ini dijalankan sehingga mengorbankan jatah anggaran untuk rakyat? Padahal banyak PR yang belum diselesaikan oleh pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19 yang membuat segala lini kehidupan berantakan. Misalnya, bantuan sosial kepada masyarakat belum merata, insentif UMKM dan nakes, pembayaran hutang ke RS dalam penanganan Covid-19, penanganan para korban PHK, mengatasi angka kemiskinan yang terus bertambah, beban hutang negara terus membengkak, serta permasalahan lainnya belum sepenuhnya diurusi dengan tuntas. Mencermati sikap pemerintah yang acuh terhadap kritik dan saran masyarakat. Proyek ambisius ini diduga kuat akan membahayakan dan mengabaikan hak rakyat jika pembiayaan pembangunan IKN diambil dari APBN.
Dikutip dari idntimes.com (24/1/2022), menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Penggunaan APBN untuk IKN memiliki bahaya karena keterbatasan anggaran pemerintah. Diantara bahayanya adalah:
Pertama, ancaman berkurangnya anggaran bantuan sosial hingga UMKM untuk pemulihan ekonomi. Masih banyak penerima bantuan sosial belum terjangkau oleh pihak pemerintah dengan alasan keterbatasan anggaran. Demikian juga dengan UMKM, hanya sebagian kecil yang mendapat batuan. Jika dana IKN diambil dari anggaran negara sangat berdampak negatif pada pemulihan ekonomi.
Kedua, Indonesia berpotensi masuk ke jebakan hutang. Bhima mengingatkan pemerintah agar memperhatikan beban hutang di APBN tidak meningkat signifikan karena kesalahan alokasi anggaran untuk pembangunan IKN.
Ketiga, Indonesia sulit keluar dari negara kelas menengah. Hal ini terjadi karena pembangunan IKN seharusnya mendorong industrialisasi bukan pembangunan gedung pemerintahan. Dan pembangunan ini tidak menarik dari sisi komersil.
Sudut lain yang membahayakan rakyat diantaranya, amanah rakyat dikhianati. Sebelumnya presiden menyampaikan bahwa pembiayaan pembangunan IKN tidak akan membebani APBN, namun faktanya anggaran untuk IKN banyak menyedot anggaran negara. Sikap inkonsistensi inilah penyebab kemarahan dan kekecewaan rakyat kepada pemerintah. Pemerintah membuat kebijakan sesuka hati dan seenaknya, merugikan banyak elemen masyarakat serta menguntungkan segelintir orang.
Lahirnya kepemimpinan otoriter. Penguasa menutup mata dan telinga terhadap kritikan dan masukan dari masyarakat, ini menunjukkan penguasa saat ini bersikap otoriter. Pengesahan UU IKN sangat jelas tidak mencerminkan suara mayoritas rakyat, yang tidak menghendaki pembangunan IKN berlanjut. Tetap berjalannya proyek tersebut sejatinya mengindikasi bukanlah untuk kepentingan rakyat secara umum tapi memberi karpet merah kepada para oligarki dan kaum kapitalis.
Peluang investasi asing sangat tinggi. Opsi investasi asing menjadi solusi praktis untuk mengatasi kekurangan pembiayaan pembangunan IKN. Jika hal ini dilakukan, tentu akan terjadi pengalihan aset negara ke individu/swasta. Ada banyak peluang investasi dalam proyek tersebut mulai dari pembangunan gedung, telekomunikasi, saluran air, daya listrik, sarana publik, dan lain-lain.
Sistem sekularis kapitalis inilah penyebab bahaya itu terjadi. Ideologi kapitalis ini mengendalikan kepemimpinan yang tak akan pernah mengenal kepentingan rakyat. Kekuasaan dalam sistem kapitalisme sangat rentan disalahgunakan, memanfaatkan kekuasaan dengan membuat UU yang menguntungkan para kapitalis. Sudah kesekian kalinya UU yang disahkan pemerintah tak lagi mempedulikan teriakan rakyat yang menolak. Contohnya UU Cipta Kerja, UU Minerba, UU Harmonisasi Pajak, termasuk UU IKN ini. Nyatalah jargon dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat hanya isapan jempol belaka. Pemimpin yang memihak kepada kepentingan rakyat hanya sebatas impian yang tidak akan pernah terwujud dalam kehidupan nyata. Pemimpin yang terpilih justru tidak bekerja untuk mengurusi dan melayani rakyat, melainkan mereka bekerja sama dengan pengusaha untuk melegitimasi kepentingan mereka atas nama rakyat.
Oleh karena itu, setiap kebijakan yang tidak bersandarkan pada keimanan dan ketakwaan akan membawa pada kepemimpinan yang tak amanah. Sebab amanah sangat berkaitan erat dengan keimanan dan ketakwaan seorang hamba. Pemimpin yang jauh dari nilai ketakwaan akan melahirkan kebijakan yang memudaratkan rakyat. Masyarakat jauh dari kata sejahtera, apalagi bahagia. Mengharapkan perubahan kepada sistem ini sebuah kesalahan besar. Sebab karakter bawaan kapitalis adalah imperialisme, yaitu penjajahan dalam segala bidang kehidupan dan keserakahan yang tidak berujung. Keserakahan dan ketamakan pada kepemilikan umum selalu berakhir pada penderitaan rakyat berkepanjangan.
Maka, untuk keluar dari penderitaan sistem ini tak ada jalan lain selain mencampakkan sistem dan menggantinya dengan sistem baru. Yaitu sistem Islam kafah.
Sistem Islam sudah pasti akan membawa keberkahan, kesejahteraan, lebih manusiawi, dan berpihak kepada kepentingan rakyat secara keseluruhan. Sistem Islam bersandar pada hukum Allah Swt., pencipta manusia. Aturan ini sebagai solusi terhadap problematika kehidupan manusia. Sistem ini jauh dari kepentingan pribadi, kelompok, maupun keserakahan kekuasaan. Karena aturan Allah Swt. bersifat baku, tetap, dan adil untuk semuanya. Wallahu'alam bishshawab. [Ng]
0 Komentar