Subscribe Us

KEMISKINAN MENINGKAT, DI MANA PERAN NEGARA?

Oleh Hasriyana, S.Pd.
(Pemerhati Sosial Asal Konawe)


Vivisualiterasi.com-Mengawali 2022 rupa-rupanya kemiskinan masih saja menjadi persoalan negara yang belum berakhir. Apalagi semenjak kondisi pandemi melanda dunia, kemiskinan di negeri ini kian hari makin meningkat. Hal tersebut dilihat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di mana-mana akibat bangkrutnya perusahaan tempat mereka bekerja. Ditambah lagi harga kebutuhan pokok yang harga melonjak. 

Dikutip dari zonasultra.com (17/01/2022) bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) merilis perkembangan penduduk miskin di Sultra meningkat 11,74 persen per September 2021. Kepala BPS Sultra, Agnes Widiastuti mengatakan bahwa jumlah penduduk miskin pada September 2021 sebesar 323,26 ribu orang atau 11,74 persen, meningkat 0,08 persen atau 4,56 ribu orang terhadap Maret 2021 dan meningkat 0,05 persen atau 5,94 ribu orang terhadap September 2020.

Itu baru secuil fakta terkait angka kemiskinan di Sultra yang terus meningkat. Tentu tidak menutup kemungkinan pada daerah lain di negeri ini memiliki kondisi yang tak jauh berbeda. Hal ini tentu sangat disayangkan, mengingat negeri ini memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah. Dan seharusnya mampu menjamin kesejahteraan penduduk negeri ini. Namun nyatanya ini harapan yang jauh dari kenyataan.

Jelas ada faktor yang menyebabkan kemiskinan yang masih saja menjadi polemik bangsa kita saat ini. Faktor tersebut adalah:

Pertama, biaya kebutuhan pokok meningkat. Kebutuhan dasar merupakan hal yang wajib dipenuhi bagi setiap manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Namun dengan naiknya harga pangan tersebut menjadikan masyarakat sulit untuk membelinya. Padahal dalam kondisi harga tidak naik pun masih saja ada masyarakat yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik, apalagi kalau harga sudah naik. 

Sebagai contoh jarga-harga kebutuhan pokok seperti beras, telur, minyak goreng, dan lain-lain di awal Januari ini naik. Kondisi tersebut membuat para ibu geleng-geleng kepala, karena naiknya hampir diwaktu yang bersamaan. 

Kedua, minimnya lapangan pekerjaan yang memadai. Negara dalam hal ini pemerintah, kurang menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Jika ada lapangan pekerjaan, orang pribumi hanya dipekerjakan sebagai pesuruh atau tenaga kasar (buruh) dengan gaji yang ala kadarnya. Ditambah lagi minimnya pelatihan atau bimbingan bagi masyarakat untuk mengasah keahlian mereka, sehingga peningkatan jumlah pengangguran tak dapat dielakkan.

Benar, data yang dikeluarkan pemerintah bahwa pengangguran berkurang namun tetap saja data tersebut menunjukkan bahwa pengganguran masih jadi persoalan negara. Seperti yang dikutip dari bisnis.com (18/01/2022) bahwa tingkat pengangguran akibat Covid-19 juga mengalami penurunan 29 persen dari 2,6 juta pada Agustus 2020 menjadi 1,8 juta orang pada Agustus 2021. Pekerja yang dirumahkan akibat pandemi juga turun dari 1,8 juta pada Agustus 2020 menjadi 1,4 juta orang pada Agustus 2021.

Dari data yang ada, angka pengangguran masih cukup tinggi. Tentunya menjadi persoalan yang harus segera dipecahkan dan dicari solusinya. Hal tersebut tentu berbeda dengan Islam, dalam sistem Islam negara wajib memenuhi kebutuhan dasar warga negaranya. Jika kebutuhan pokok itu tidak gratis, namun harganya bisa terjangkau oleh masyarakat. Ketika ada wilayah yang kebutuhan pokoknya kurang, maka wilayah melimpah bahan dasarnya akan menyalurkannya. Semua itu dilakukan agar terpenuhi seluruh kebutuhan dasar yang dibutuhkan masyarakat.

Begitu pun halnya dengan lapangan pekerjaan, negara akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Negara tidak akan membiarkan orang asing untuk masuk menjadi pekerja jika masih banyak masyarakat yang belum memiliki pekerjaan. Kecuali tenaga ahli asing yang diambil memang dibutuhkan oleh negara. Oleh karena itu, sungguh pemimpin memiliki peran yang sangat besar dalam mengurus dengan baik rakyat yang dipimpinnya dan kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw., 

"Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR. Al-Bukhari dan Ahmad)

Dengan demikian, tidak mudah menyelesaikan masalah kemiskinan di negeri ini, jika para pejabat masih memperhitungkan untung dan rugi dalam mengurusi rakyatnya. Ditambah lagi minimnya sikap amanah dari para pemimpin. Dari hal itu, harus ada sistem yang mengatur tatanan kehidupan dengan baik. Sungguh, tidak ada yang lebih tahu mana aturan yang baik untuk hambanya kecuali Sang Pencipta Allah Swt.

Wallahu a’lam. [Ng]

Posting Komentar

0 Komentar