Subscribe Us

ANAK DALAM PANDANGAN ISLAM

Oleh Fitri Agustina S. Pd 
(Kontributor Media Vivisualiterasi)


Vivisualiterasi.com-Dikutip dari CNN Indonesia, seorang ibu di Palembang, Sumatera Selatan menjual anak kandungnya yang masih berusia satu bulan sebesar Rp 7 juta karena terhimpit ekonomi. Tindakan Anita (25), warga Kecamatan Ilir Barat II, Palembang tersebut diketahui usai dilaporkan suami sirinya sendiri.

Peristiwa bermula saat Bobi (26), suami Anita, menanyakan keberadaan anaknya pada Selasa (19/10). Anita langsung mengakui bahwa dirinya menjual anak kandungnya yang berjenis kelamin perempuan tersebut kepada seseorang. Bobi meradang, langsung melaporkan istri sirinya tersebut ke kepolisian. Kepolisian lantas menyelidiki keberadaan bayi yang berinisial S tersebut, kemudian menemukan suami istri Maliki dan Mardiana, warga Kecamatan Buai Madang Ranau, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, menampung bayi tersebut seharga Rp7 juta pada Kamis (28/10).

Pasutri Maliki dan Mardiana menyerahkan Rp 7 juta kepada Gatot. Dari jumlah itu, Gatot mengantongi Rp 2 juta atas jasa penjualan bayi tersebut. Sementara Anita sepakat dan menerima uang dari Gatot sebesar Rp 5 juta. Dari uang yang didapat Anita, Ujuk Sali meminta Rp 300 ribu dan Rohimah meminta Rp 700 ribu sehingga sisa Rp 4 juta yang dikantongi Anita. Bayi ditemukan dalam kondisi sehat karena pasutri yang menampungnya memang mengasuh. Pasutri ini sudah lama menikah namun belum memiliki anak, sehingga mau mengadopsi. 

Miris dan bikin greget, demi uang tega menjual darah daging sendiri. Meskipun terhimpit ekonomi, seharusnya jangan jadikan anak sebagai korban. Anak adalah amanah yang harus dijaga dengan baik karena kelak akan Allah mintai pertanggungjawaban.

Sebenarnya kasus-kasus serupa sudah sering terjadi. Entah itu menjual atau  membunuh anak. Hal tersebut terjadi karena faktor ekonomi akibat kebutuhan hidup yang serba mahal, sehingga menjadikan manusia hilang rasa kemanusiaannya.

Wajar sebenarnya di dalam negara yang berideologi kapitalis ini. Materi dianggap segala-galanya dan sebagai cara untuk memenuhi tuntutan gaya hidup. Begitu tercerapnya pemikiran kapitalisme ini di dalam masyarakat, mereka pun melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan materi ini termasuk dengan cara menjual darah daging sendiri.

Kembali ke Fitrah

Apa yang terjadi pada bayi di atas dalam sistem kapitalis ini sangat kontras sekali dengan apa yang terjadi jika Islam diterapkan. Seorang anak akan menjadi karunia atau nikmat manakala orang tua berhasil mendidiknya menjadi orang baik dan berbakti. Namun jika orang tua gagal mendidiknya, maka bukan menjadi karunia atau nikmat melainkan menjadi malapetaka bagi orang tuanya. Oleh sebab itu di dalam Al Qur’an Allah Swt. pernah menyebutkan anak itu sebagai perhiasan hidup dunia, sebagai penyejuk mata, atau permata hati orang tuanya. 

Bersamaan itu pula Allah mengingatkan, anak itu sebagai ujian bagi orang tuanya. Bahkan terkadang anak itu bisa berbalik menjadi musuh orang tuanya. Bahkan Nabi saw. adalah orang yang sangat senang dan menghargai anak. Beliau tidak merasa berat untuk memberi salam jika melewati anak-anak yang sedang bermain. Anas meriwayatkan, bahwa Nabi saw. selalu memulai salam meskipun terhadap anak-anak.

Anak juga sebagai aset orang tua yang berguna di masa tua maupun di kehidupan akhirat. Jika anak tumbuh dan berkembang secara baik dan optimal maka orang tua yang akan menikmati hasilnya. 

Nabi saw. bersabda:

 ”Sesungguhnya usaha yang paling baik untuk dinikmati adalah hasil jerih payah tangan sendiri dan seorang anak adalah merupakan usaha dari orang tuanya”. (HR. Ahmad)

Ini manakala anak menjadi orang yang baik, maka segala kebaikan yang dilakukan oleh anak tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran orang tuanya. Oleh sebab itu, pahala yang didapatkan seorang anak akan ikut mengalir pula ke orang tuanya. Hal tersebut karena orang tuanya telah menanamkan ”saham” kebaikan di dalamnya.

Adapun hak anak terhadap orang tua yakni hak untuk hidup. Inilah sebabnya mengapa seseorang tidak boleh membunuh orang lain. Satu pembunuhan terhadap seorang manusia sama dengan menyakiti seluruh manusia. Oleh karena itu terlarang bagi setiap manusia dalam keadaan bagaimanapun dan apapun. Apabila seseorang membunuh seorang manusia, maka seolah-olah ia telah membunuh seluruh umat manusia, Al Qur'an menyebutnya:

”Maka barang siapa yang membunuh satu manusia tanpa
kemudian hak mendapat kejelasan nasab, sejak dilahirkan anak berhak untuk mendapatkan kejelasan asal usul keturunannya atau nasabnya. 

Kejelasan nasab ini berguna untuk menentukan status anak agar mendapatkan hak-hak dari orang tuanya. Hak mendapatkan pemberian nama yang baik. Memberikan nama merupakan kewajiban setiap orang tua. Nama yang diberikan hendaklah nama yang baik dan memiliki makna yang baik. Nama tidak hanya sebagai simbol untuk mengenal seseorang tetapi lebih dari itu. Nama adalah doa dan pengharapan. Nama akan berlaku sampai hari kiamat kelak. 

Nabi saw. bersabda:

”Sesungguhnya engkau akan dipanggil di hari kiamat kelak dengan nama-nama kamu dan nama-nama bapak kamu, maka baguskanlah nama-nama kamu”. (HR. Abu Dawud)

Hak memperoleh ASI. Islam memberikan hak pada seorang anak bayi untuk mendapatkan ASI maksimal selama dua tahun. Sebagaimana Allah Swt. nyatakan dalam Al Qur’an: ”Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”. (QS. Al-Baqarah: 233)

Hak anak dalam mendapatkan asuhan, perawatan dan pemeliharaan.
Setiap anak yang lahir memiliki hak atas orang tuanya untuk mendapatkan perawatan, pemeliharaan, dan pengasuhan sehingga mengantarkannya menuju kedewasaan. Pembentukan jiwa anak sangat dipengaruhi oleh cara perawatan dan pengasuhan anak sejak dia dilahirkan. Tumbuh kembang anak memerlukan perhatian yang serius, terutama pada masa balita. Allah Swt. berfirman dalam Al Qur’an terkait dengan pemeliharaan anak yang berbunyi: 

”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (QS. At-Tahrim: 6)

Begitu mulianya Islam mendidik dan menjaga anak. Contoh kasus di atas adalah cara yang tidak sesuai dengan Islam, orang tua dengan sengaja tak ingin mengurus anak karena materi. Padahal banyak kemuliaan dan barakah dalam masa pengasuhan anak. 

Namun, kembali lagi kasus-kasus ini terjadi karena kurangnya peran negara dalam meriayah masyarakatnya. Negara ini sudah sangat jauh dari Islam meskipun lambang negaranya dari Al Qur'an. Ayo, kembali ke aturan Islam dengan sistem Khilafah. Wallahuallam bisawab. [Dft]

Posting Komentar

0 Komentar