Subscribe Us

KEJAMKAH HUKUM PIDANA ISLAM?

Oleh Yeyet Mulyati
(Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)


Vivisualiterasi.com-Saat ini sempat berpikir, apakah kita tinggal di negara yang mayoritas penduduknya muslim ataukah tinggal di negara yang mayoritas penduduknya kafir? Walaupun sistem pemerintahan yang kita gunakan jelas-jelas bukanlah sistem Islam, tetapi setidaknya mayoritas penduduk di negeri ini adalah muslim. Namun anehnya, sikap yang ditunjukan penduduk ini tak menggambarkan bahwa kita adalah mayoritas muslim. Seperti halnya pada saat ini, para pelaku kejahatan seksual yang telah menjalani masa hukumannya di lapas disambut bagaikan pahlawan. Kita ambil contoh kasus yang telah lalu, seorang artis penyanyi yang disambut secara meriah oleh pendukungnya setelah menjalani masa hukuman karena kasus pornografi.

Semakin miris kondisi negeri ini, baru-baru ini seorang selebritis terpidana kasus kejahatan seksual yang telah menjalani masa hukumannya, kembali mendapat panggung dan sudah bersiap untuk menandatangani kontrak kerja dengan beberapa stasiun televisi. Seolah tak ada rasa penyesalan sedikit pun atas kejahatan yang telah dilakukannya.

Kekerasan dan kejahatan seksual masih tetap menjadi wabah yang menjijikan di negeri ini. Para pelaku kejahatan tersebut pun sepertinya tidak takut akan ancaman hukuman yang akan diterima seandainya mereka tertangkap. Sikap mereka seperti itu karena hukuman yang diterapkan tidak berdampak efek jera. Berbeda seandainya hukum pidana Islam diterapkan. Hanya saja untuk saat ini yang terlintas di benak kebanyakan orang apabila mendengar kata "Hukum Pidana Islam" adalah suatu penerapan hukum yang kejam, sadis, kasar, tidak menghargai hak asasi manusia, dan sederet stigma negatif lainnya. 

Sebagai contoh, ketika adanya pelaksanaan hukum cambuk di Provinsi Aceh. Gugatan dan “serangan” tersebut datang dari Direktur Asia Pasifik Amnesty Internasional (AI), Sam Zarifi, yang mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan penggunaan cambuk sebagai bentuk hukuman dan mencabut peraturan yang menerapkannya di Provinsi Aceh, karena dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) internasional, melalui siaran persnya yang diterima Harian Aceh. Untuk menepis berbagai tuduhan negatif terhadap syariat Islam yang mulia ini, maka wajib bagi kita untuk menjelaskan maksud dan tujuan syariat Islam secara utuh, komperhensif, dan objektif. Tentunya agar syariat Islam tidak pandang negatif dan disalahpahami.

Secara umum, maksud dan tujuan diturunkan syariat Islam adalah untuk mendatangkan kemaslahatan sekaligus menolak kemudharatan dalam kehidupan umat manusia. Konsep ini dikenal dengan sebutan maqashid syar’iah. Maqashid syari'ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan ini dapat ditelusuri dalam ayat-ayat Al Quran dan Sunnah Rasulullah saw. sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yaang berorientasi kepada kemaslahatan umat. Sebagai contoh penerapan dan pelaksanaan hukum rajam, dalam hal ini negara tidak akan langsung menerapkannya begitu saja. Akan tetapi setidaknya ada sepuluh lapisan yang harus dilakukan oleh negara kepada rakyatnya sebelum menjatuhkan vonis rajam. Sepuluh lapisan itu diantaranya:

1. Keimanan: negara harus mengkondisikan, warga negaranya betul-betul berada dalam ketaatan dan keimanan kepada Allah Swt.

2. Menundukkan pandangan: ketika Allah Swt. memerintahkan untuk menundukkan pandangan, maka negara harus mengkondisikan agar interaksi antara pria dan wanita bisa dijaga dan diawasi. Biasanya zina itu diawali dari pandangan.

3. Menutup aurat: negara akan memberikan hukuman yang tegas dalam bentuk ta'jir kepada siapa saja yang mengenakan pakaian membuka aurat di tempat-tempat umum.

4. Larangan ikhtilat: salah satu jalan yang sering menjadi sebab zina adalah ikhtilat. Maka negara harus menutup serapat mungkin kesempatan untuk berikhtilat di tempat-tempat umum.

5. Larangan pornografi: biasanya konten pornografi banyak beredar di medsos, oleh karena itu negara akan mengatur dan mengawasi penggunaan medsos dengan sangat ketat, agar tidak dijadikan sebagai ajang penyebaran konten-konten pornografi dan pornoaksi.

6. Sistem pendidikan Islam: pendidikan pun tidak kalah penting, untuk mencegah terjadinya zina. Dengan pendidikan Islam akan diketahui ternyata ada batasan tertentu ketika seseorang harus berinteraksi dengan lawan jenisnya.

7. Kemudahan menikah: negara harus memberikan jaminan akan kemudahan menikah, tanpa harus membebankan dengan syarat-syarat yang memberatkan sehingga banyak yang akan kesulitan ketika menikah.

8. Sistem ekonomi Islam: salah satu alasan para pelaku zina yang menjual tubuhnya adalah karena alasan ekonomi. Oleh karena itu, negara berkewajiban untuk memberikan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi warganya.

9. Kebolehan poligami: negara tidak boleh melarang dengan membuat syarat-syarat yang berat. Ketika ada warga negaranya yang akan berpoligami, misalkan dengan membuat peraturan atau undang-undang yang memberatkan bagi mereka.

10. Hukum cambuk atau rajam: hukum ini akan diberlakukan ketika 9 lapis pencegahan zina sudah dilaksanakan oleh negara.
Karena sesungguhnya para pelanggar hukum zina pada hakikatnya bukan manusia lagi, tapi setan yang berwujud manusia. Jadi wajar mereka mendapatkan hukuman yang sangat berat.

Tujuan utama hukum pidana Islam selain sebagai penggugur dosa yaitu untuk memberi efek jera dan pembelajaran sehingga dapat mencegah perbuatan kriminal atau maksiat. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa hukuman dalam Islam bertujuan untuk menjaga dan melindungi HAM.

Meskipun secara kasat mata hukuman Islam terkesan kejam dan keras, namun sebenarnya syariat Islam dalam menentukan hukuman lebih banyak bertujuan sebagai sarana untuk mencapai kemaslahatan publik dan menjaganya. Hukuman yang ditetapkan untuk kriminal itu lebih bersifat preventif (pencegahan), sehingga orang akan menahan diri dari melakukan hal itu. Hukuman tidak akan efektif bila hanya sebatas melarang, tanpa ada sanksi yang tegas. Dan itu semua hanya akan terwujud dalam bingkai negara Islam yaitu Daulah Khilafah. [Irw]

Posting Komentar

0 Komentar