Subscribe Us

MAKNA DIBALIK KALIMAT TAKBIR

Oleh Jamil Nur Ihsan
(Aktivis Dakwah Majelis Thariqul Iman Rancaekek-Bandung)


Vivisualiterasi.com-"Allahu Akbar!"

Seruan takbir menyebut, mengingat, dan menggemakan kebesaran Allah Swt. sebagai Tuhan semesta alam. Seruan berupa penegasan hakiki tentang betapa kecilnya kita sebagai makhluk di hadapan Sang Pencipta. 

Maha Besar yang mana sifatnya tak terbatas bagi Allah. Besar dalam artian super-besar, sangat besar, dan Maha Besar. Jika ukuran besar menurut kita adalah bumi, maka kebesaran Allah tak bisa diartikan sebesar alam semesta. Karena alam semesta meskipun besar dan mengembang, ia tetaplah ruang. Maka mencari kebesaran Allah sejatinya tak akan pernah ada habisnya. Allah Maha Besar, dan kebesaran itu tak ada satu pun pembanding/parameternya.

Menurut Imam Ja’far, ke-Maha Besar-an Allah tidak bisa diukur dengan suatu hal apapun. Merasakan kebesaran Allah adalah dengan cara meresapinya lewat aqidah dan akhlak kita. Karena jika kita benar-benar meresapi hal itu, kalimat takbir yang sering kita ucap secara langsung membuat kita merasa kerdil, kecil, dan tiada daya upaya. Maka ucapan takbir sejatinya adalah bentuk pengingat diri agar kembali kepada ketaqwaan yang sebenar-benarnya. 

Saat bertakbir, jiwa kita harus kembali mengingat bahwa Allah adalah Sang Pencipta, Pendidik, Pemelihara, dan segalanya. Kalimat takbir adalah penerang sanubari, ketukan pengingat diri di saat kita tahu masalah datang bertubi-tubi namun kita masih punya Rabb yang Maha Besar dan tak tertandingi.

Maka berbanggalah di setiap takbirmu, saudaraku. Berbanggalah karena kita bergantung hanya kepada Allah yang Maha Besar, berbanggalah karena kita takut hanya kepada Allah Swt. yang Maha Besar. Ketaqwaan ini mengantarkan kita kepada sosok penghambaan yang mana tiada sesembahan selain hanya kepada Allah yang Maha Besar. Sehingga lahirlah kita menjadi sosok muslim dengan pribadi yang kuat, pemberani dan senantiasa ber-husnudzon kepada Allah (optimistic) dengan gaya hidup yang spesial, gaya hidup yang senantiasa terikat kepada hukum syara’. 

Ini adalah gaya hidup dengan dasar kebebasan yang jelas, di mana kebebasan seorang muslim adalah terbebas dari pelanggaran hukum syara’, yang pada hakikatnya adalah terbebas dari laknat Allah Swt. Karena apa yang dituju di setiap waktunya adalah senantiasa mengharap untuk menggapai ridho Allah Swt. 

“Free.. as a bird,” kata John Lennon. Bila Allah ridho, kita mampu terbang bebas di udara sembari berdzikir, mendawamkan pujian serta kebesaran di setiap nama nama-Nya. Sungguh kebebasan yang tinggi nilainya.

Namun kebebasan itu pada faktanya telah direnggut oleh sosok liberal gondrong bertrucker hat, dengan flanel merah terurai di atas blue jeans, yang entah berapa lama tidak dia cuci sehingga kumal itu dia rasa beken. Yang mana baginya jeans kesayangan itu semakin eksklusif jika jarang dicuci (pemikiran mengarang bebas begitu semerbak).

Kebebasan bernilai tinggi ini lenyap di tangan sosok liberal yang merasa bebas akan hak asasinya karena dia memiliki hobi menembak, tak apalah seekor burung terbang bebas tewas seketika dalam satu bidikan, 'bam.!!' "This is fun broo.." Bukan bermaksud memfatwakan menembak burung adalah haram, karena saya tidak memiliki kapasitas ilmu untuk sampai ke arah sana, tapi poinnya adalah semoga pembaca mendapat hikmah dari analogi keterkaitan kepada fakta sebenarnya.

Betapa parahnya jika saudara sekalian sadari, kebebeasan kaum liberalis ini diadopsi bahkan diterapkan sebagai dasar kebebasan berbangsa dalam bernegara. Dasar kebebasan yang gamang ini terlihat jelas pada faktanya hanya menjaga kebebasan sebagian/sekelompok orang saja. Bahkan dasar kebebasan ini mampu melenyapkan seseorang yang tengah merasakan terbang bebas layaknya burung dengan satu lontaran mimis, dengan dalih hak asasi manusia bahkan jika hanya sekedar hobi saja (atas dasar kepentingan individu bersifat privasi). 

Bahkan keparahan fakta ini semakin menyedihkan. Dengan nyata, sebagian dari saudara kita yang mereka memiliki dasar kebebasan yang sama, mengambil sikap diam, bahkan membenarkan dengan dalih toleransi yang entah apa dasar toleransinya. Toleransi beragama kah, atau humanis kah? Betapa ngarang hasilnya apabila pemikiran manusia yang merasa dirinya lebih tau tentang manusia dari pada pencipta manusia.

Tahukah, duhai saudaraku tentang Liberty Enlightening the World? Sosok berjubah representasi dari Libertas, dewi kebebasan dalam mitologi Romawi. Ia yang berdiri sejak 1886 di muara Sungai Hudson yang menjadi simbol kemerdekaan para kaum liberalis?

Penampakan feminin yg membuatnya dijuluki ‘Lady Liberty’ ini bagiku tak lebih dari sosok emak-emak dengan catatan hutang ber-laba bunga di pangkuannya, mengacungkan bara api yang mengancam para penghutang yang belum segera membayar. Ia akan menjadi galak karena bisnisnya bermodalkan hutang yang berbunga pula. Lihatlah betapa bunga dengan helai yang meruncing menjadi utama sehingga ia kenakan di atas kepalanya. Saudaraku sekalian bisa bandingkan dengan faktanya.

Entah karena kondisi badan yang tidak fit ini sehingga menjadikan saya menulis dengan sentimentil, semoga saudaraku sekalian yang membaca berkenan untuk memaafkan diriku yang lemah dan penuh akan keburukan. Sungguh kebaikan hanya bersumber dari Allah Swt. Maksud saya membagikan tulisan ini kepada saudara-saudaraku skalian adalah sebagai wujud ucap salam dan merangkul untuk mari kita rapatkan serta kuatkan barisan demi tercapainya apa yang kita cita-citakan.

Yang saya paparkan ini hanya sebagian kecil saja dari permasalahan yang nyata besar dan semakin ruwet. Bersatulah pada barisan Islam, bismillah, mari kita perjuangkan Islam yang akan menjadi rahmat bagi seluruh alam ini. Allahu Akbar![AR]

Posting Komentar

0 Komentar