Subscribe Us

APA, BAGAIMANA, DAN KAPAN LAILATUL QADR?

Oleh: Ustadz Meto Elfath 
(Ketua DPP FK-IM Konsel Raya)

Vivisualiterasi.com-Setiap kali bulan Ramadan tiba, kaum Muslimin senantiasa bertanya-tanya tentang malam Lailatul Qadr. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar dan urgen, mengingat telah maklum bagi Muslimin bahwa bulan Ramadan adalah bulan terbaik di antara 12 bulan dalam setahun, dan malam Lailatul Qadr yang ada di dalamnya merupakan 1 malam paling istimewa yang lebih baik dari seribu bulan.

Karena itu, jikalau ada pertanyaan terkait yang relevan untuk diajukan, maka pertanyaan itu adalah Apa, Bagaimana dan Kapan Lailatul Qadr? Dengan memohon izin Allah subhanahu wata’ala, tulisan ini akan menjawab secara ringkas 3 (tiga) pertanyaan tersebut.

1), Apa yang dimaksud dengan malam Lailatul Qadr?

Malam Lailatul Qadr adalah malam kemuliaan yang diistimewakan oleh Allah subhanahu wata’ala dengan sejumlah keutamaan tiada tara dibandingkan dengan seluruh hari-hari dan malam-malam selainnya.

Dalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wata’ala menerangkan kedudukan dan keutamaan Lailatul Qadr melalui surah ad-Dukhan: 1-5 dan surah al-Qadr: 1-5. Surah ad-Dukhan menegaskan bahwa Lailatul Qadr merupakan malam yang diberkahi dan bahwa seluruh perkara penuh hikmah dan agung diputuskan pada malam itu, dari satu tahun ke tahun berikutnya.

Adapun surah al-Qadr, kembali ditegaskan bahwa Al-Qur’an telah diturunkan pada malam Lailatul Qadr. Malam Lailatul Qadr tersebut lebih baik dari seribu bulan, dimana satu bulan terdiri dari tiga puluh hari, berarti Lailatul Qadr lebih baik dari 30.000 (tiga puluh ribu) hari yang tidak ada Lailatul Qadr di dalamnya. Dijelaskan pula bahwa malaikat dan Jibril turun dengan membawa perintah Allah subhanahu wata’ala pada malam itu, dan bahwa malam itu dipenuhi dengan keselamatan dari keburukan hingga pagi harinya.

Sejumlah hadits juga telah menyebutkan keutamaan qiyam ramadan secara umum dan Lailatul Qadr secara khusus, masing-masing satu diantaranya adalah:

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan qiyam ramadan dilandasi keimanan dan dalam rangka mencari ridha Allah subhanahu wata’al, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari, Muslim, an-Nasai, Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa ramadan dengan landasan keimanan dan mencari ridha Allah subhanahu wata’ala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni. Dan barangsiapa yang berdiri shalat pada malam Lailatul Qadr dengan landasan Iman dan mencari ridha Allah subhanahu wata’ala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, ad-Darimi dan Ibnu Hibban)

Karena itu, semestinya kaum Muslimin mencari dan menemukan malam Lailatul Qadr ini dengan menambah intensitas ibadahnya; shalat malam, dzikir dan berdoa, bersedekah dan berbagai pintu-pintu kebajikan lainnya. Cukuplah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut sebagai perenungan serius:

“Sesungguhnya bulan Ramadan ini telah datang pada kalian, dan di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapatkannya maka dia tidak mendapat kebaikan seluruhnya, dan tidak ada yang diharamkan dari kebaikannya kecuali orang yang bernasib buruk.” (HR. Ibnu Majah, dari Anas bin Malik)

2), Bagaimana ciri-ciri terjadinya Lailatul Qadr?

Ciri-ciri malam Lailatul Qadr telah disebutkan dalam sejumlah hadits, baik hadits-hadits yang dinilai shahih maupun dha’if oleh para ahli hadits. Dalam kesempatan ini, kami menjauhi hadits-hadits dha’if dan hanya mendatangkan ciri-ciri malam Lailatul Qadr berdasarkan hadits-hadits shahih saja, dan inilah yang layak menjadi sandaran:

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Lailatul Qadr adalah malam yang sejuk, tidak panas dan tidak dingin. Pada pagi harinya matahari berwarna merah lemah” (HR. Abu Dawud [2680], Al-Bazzar dan Ibnu Khuzaimah [2192])

Dari Zirr bin Jaisy, ia berkata: Aku mendengar Ubay bin Kaab berkata, “Lailatul Qadr itu adalah malam dua puluh tujuh, yaitu malam yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasannya matahari terbit bersinar dalam warna putih.” (HR. Ibnu Abi Syaibah [489], Muslim, Abu Dawud, Ahmad dan Al-Baihaqi)

Dari Ubaidah bin Shamit, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “... Sesungguhnya ciri-ciri Lailatul Qadr itu adalah bahwa malam tersebut bersih berseri, seolah ada purnama yang bersinar, tenang tentram, tidak dingin dan juga tidak panas, dan tidak boleh ada bintang dilemparkan di malam itu hingga pagi. Dan juga beberapa cirinya adalah bahwa matahari di pagi harinya keluar dan bertahta tanpa cahaya, seperti rembulan di malam purnama.” (HR. Ahmad [23145])

Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Lailatul Qadr telah diperlihatkan kepadaku kemudian aku dilupakannya. Dan Lailatul Qadr itu datang pada malam-malam sepuluh hari terakhir, yakni malam yang sejuk berseri, tidak panas dan juga tidak dingin.” (HR. Ibnu Khuzaimah [2190])

Dari beberapa hadits di atas dapat diketahui sejumlah ciri malam Lailatul Qadr, yaitu bahwa malam Lailatul Qadr adalah malam yang sejuk berseri, tidak panas dan juga tidak dingin, penuh dengan ketenangan dan ketentraman, malamnya bersih bercahaya seolah ada purnama, tidak ada kabut, angin dan badai, pun tidak terlihat warna kelabu dan meteor/bintang berjatuhan. Sementara pada pagi harinya, matahari terbit tanpa cahaya dalam arti matahari berwarna agak merah lemah dan memancarkan cahaya putih. Hal ini sebagai pengaruh kondisi udara pada malam harinya.

3), Kapankah turunnya Lailatul Qadr?

Ibnu Hajar Al-Asqalani, dalam kitab Fathul Baari, telah merangkum ragam perbedaan pendapat para ulama terkait Lailatul Qadr hingga 46 (empat puluh enam) pendapat. Mulai dari pendapat yang memberi peluang pada seluruh hari-hari sepanjang tahun, ada yang memberi peluang hanya pada seluruh malam-malam di bulan ramadan saja, ada yang membatasi pada sepuluh malam kedua dan terakhir, hingga ada pula yang membatasi dengan menetapkan satu malam tertentu seperti malam tujuh belas, dua puluh tiga, dua puluh tujuh, dan lain-lain.

Semua ragam pendapat yang cenderung saling bertentangan tersebut terjadi karena berangkat pada dalil masing-masing dari sejumlah hadits-hadits terkait, dengan men-tarjih satu dalil seraya menyingkirkan dalil lain, padahal di antara hadits-hadits tersebut memiliki derajat yang sama.

Dalam kitab Al-Jami’ Lil Ahkam ash-Shiyam, Syaikh Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah mengumpulkan sejumlah hadits-hadits shahih yang menjadi sandaran para ulama. Ringkasannya adalah sebagai berikut:

Pertama, Himpunan hadits dari jalur Abu Said al-Khudriy: Imam Bukhari telah meriwayatkan 4 hadits, Imam Muslim 5 hadits, Imam Malik, Abu Dawud dan al-Baihaqi masing-masing 1 hadits.

Kedua, Himpunan hadits dari jalur Abdullah bin Umar: Imam Bukhari 1 hadits, Imam Muslim 4 hadits, Imam Ahmad 3 hadits, Ibnu Hibban 3 hadits, ad-Darimi 2 hadits, al-Baihaqi 2 hadits, Malik dan Ibnu Khuzaimah masing-masing 1 hadits.

Ketiga, Himpunan hadits dari jalur Abdullah bin Abbas: Imam Bukhari 1 hadits, Imam Ahmad 3 hadits, al-Baihaqi 2 hadits, Abu Dawud, ath-Thabrani dan Ibnu Abi Syaibah masing-masing 1 hadits.

Keempat, Himpunan hadits dari jalur Ubay bin Kaab: Imam Muslim 1 hadits, Ahmad 3 hadits, Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud, al-Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah masing-masing 1 hadits.

Kelima, Himpunan hadits dari jalur Abu Dzar: Imam Ahmad 3 hadits, al-Hakim, an-Nasai dan al-Bazzar masing-masing 1 hadits.

Keenam, Himpunan hadits dari jalur Ubadah bin Shamit: Imam Bukhari 2 hadits, Ahmad 4 hadits, al-Baihaqi, ad-Darimi dan Abu Dawud masing-masing 1 hadits.

Ketujuh, Himpunan hadits dari jalur beberapa Sahabat Lainnya (Aisyah, Ummu Salamah, Muawiyah, Abu Hurairah, Umar bin Khattab, Abdullah bin Unais, Nu’man bin Basyir, Abdullah bin Mas’ud, Anas bin Malik dan Jabir bin Samurrah): Imam Bukhari 2 hadits, Muslim, ath-Thabrani, al-Bazzar dan Abu Dawud 3 hadits, Ahmad 6 hadits, an-Nasai dan Ibnu Khuzaimah 2 hadits, at-Tirmidzi, Ibnu Abi Syaibah, Abu Ya’la dan Ibnu Hibban 1 hadits, al-Baihaqi 4 hadits.

Berdasarkan hadits-hadits tersebut, dapat dipahami bahwa Lailatul Qadr terjadi dalam batasan di bulan ramadan (29 atau 30 malam), dari sepuluh malam terakhir ramadan (malam 21 sampai 29 atau 30), di hari-hari ganjilnya (malam 21, 23, 25, 27 dan 29).

Tidak ada yang mengetahui kapan waktu tepatnya di antara malam-malam tersebut, kecuali Allah subhanahu wata’ala. Adapun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada awalnya mengetahui kapan datangnya Lailatul Qadr, kemudian Allah subhanahu wata’ala yang Maha Tahu telah menjadikannya lupa hingga beliau wafat. Hal ini disebutkan dalam hadits dari Abu Said al-Khudri yang ditakhrij oleh Imam Bukhari (3 hadits) dan Imam Muslim (2 hadits).

Semoga Allah subhanahu wata’ala berkenan selalu mempertemukan kita dengan malam Lailatul Qadr pada setiap tahunnya di saat kita menyibukkan diri dengan amal ibadah terbaik. Wallahu a’lam.[v]

[Referensi primer: Kitab al-Jami’ Lil Ahkam ash-Shiyam, karya Syaikh Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah]

Posting Komentar

0 Komentar