Subscribe Us

TAMPILNYA CINA SEBAGAI KEKUATAN BARU DUNIA DALAM PANDANGAN SYAIKH 'ATHA' BIN KHALIL ABU AR-RASYTAH

Dalam Pandangan Syaikh Atha' bin Khalil Abu Ar-Rasytah

Vivisualiterasi.com-Sekarang ini negara Cina sedang tumbuh dan berkembang menjadi salah satu negara yang sangat kuat dan menjadi salah satu pesaing utama Amerika, khususnya dalam bidang ekonomi. Kuatnya ekonomi Cina dan tampilnya Cina sebagai negara baru yang turut menjadi "pengatur" ekonomi dunia, bisa dijelaskan sebagai berikut.

PERTAMA,
Perlu diketahui bahwa tampilnya Cina sebagai kekuatan ekonomi baru, sudah mulai terlihat sejak kepemimpinan Deng Xiaoping yang mulai menerapkan "politik pintu terbuka". Politik pintu terbuka ini mirip dengan politik keterbukaan yang diterapkan Rusia hingga menghancurkan Uni Soviet, karena politik glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi). Sejak saat itu, Uni Soviet tidak lagi menjadi negara tertutup, tidak lagi menerapkan komunisme secara murni. Demikian pula dengan Cina. Bahkan Deng Xiaoping mengatakan tidak peduli kucing hitam atau kucing putih, yang penting bisa menangkap tikus. Tidak hanya itu, Hu Jintao, penerus Xiaoping pun menerapkan kebijakan "kebangkitan damai Cina" yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan Cina pada tahun-tahun berikutnya. Politik "kebangkitan damai Cina" ini untuk membantah pandangan bahwa Cina bukanlah ancaman, dan bahwa kebangkitan Cina adalah membawa kedamaian.

Dua kebijakan politik ini sebenarnya adalah kebijakan tranformasi atau perubahan Cina menjadi kekuatan ekonomi dan menerjemahkan kekuatan ekonomi itu menjadi kekuatan militer yang bisa mempertahankan kepentingan-kepentingan ekonomi dan perdagangan Cina. Begitu juga, kedua strategi tersebut ditujukan untuk menghadapi setiap pihak yang akan menghalangi misi Cina dalam mengembangkan kepentingan-kepentingannya di luar negeri dan menghadapi siapa saja yang berusaha menghadang Cina, khususnya Amerika Serikat. Di samping itu, kedua strategi itu juga dimaksudkan untuk meredakan kekhawatiran negara tetangga Cina dan meyakinkan mereka bahwa tidak ada niat Cina dalam memperluas hegemoninya di kawasan Asia Pasifik.

KEDUA,
Untuk merealisasi kebijakan-kebijakan politik di atas, Cina mengembangkan perekonomiannya melalui dua tahap: pertama, yaitu reformasi pedesaan, dan kedua adalah industrialisasi pedesaan dan reformasi perusahaan. Hal itu didukung oleh beberapa faktor, diantaranya upah buruh lokal yang murah, penguasaan teknologi maju dari Barat dan Rusia, urbanisasi yang cepat, ekspor yang digerakkan oleh industri, serta penjualan barang-barang murah ke seluruh dunia.

Oleh karena itu, pada tahun 80-an dan 90-an, Cina mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat. Sejak tahun 1979 sampai tahun 2010 rata-rata angka pertumbuhan PDB Cina mencapai 9,91%, dan tertinggi pernah mencapai 15,2% pada tahun 1984. Pada dekade pertama abad ini, Cina mencatatkan angka pertumbuhan PDB 13% pada tahun 2007 sebelum akhirnya mengalami penurunan. Perekonomian Cina belum benar-benar muncul kecuali pada dekade lalu. PDB Cina melampaui PDB Italia pada tahun 2000, melampaui Prancis tahun 2005, melampaui Inggris tahun 2006, melampaui Jerman tahun 2007 dan akhirnya mengalahkan PDB Jepang pada tahun 2010. Hal ini menjadikan Cina sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua setelah Amerika Serikat.

KETIGA,
Masalah utama kedaulatan perekonomian Cina adalah bagaimana menjaga kurs mata uang Cina (Yuan) sehingga bisa menjamin ekspornya akan tetap, (harganya) murah, dan secara aktif mendorong negara-negara di seluruh dunia mengimpor produk dari Cina.

Cina merealisasi hal itu melalui sejumlah sarana. Sebagai contoh, ketika para pemilik pabrik di Cina memperoleh pembayaran untuk barang ekspor mereka dalam bentuk Dolar AS, dolar itu segera diubah ke Yuan. Hal itu karena tender/transaksi legal di pasar dalam negeri Cina adalah menggunakan Yuan. Para pemilik pabrik harus membayar kepada para suplier, pekerja, dan transaksi dalam negeri (faktur, tagihan, biaya, dll) dalam mata uang Yuan. Ini menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap Yuan. Sebab permintaan Yuan meningkat dan mengakibatkan naiknya nilai Yuan terhadap Dolar.

Oleh karena itu Bank Sentral Cina menggunakan sejumlah teknik untuk keluar dari masalah ekses Yuan dari pasar dalam negeri. Di antaranya adalah obligasi dalam negeri dan alat-alat finansial lainnya. Bank Sentral Cina juga mengembalikan dolar yang diperolehnya ke perekonomian Amerika Serikat melalui pembelian surat utang Amerika Serikat. Dengan jalan ini, pemerintah Cina mampu menghalangi naiknya nilai (kurs) mata uangnya terhadap dolar. Dengan jalan ini, Cina menjadi negara utama pemberi utang kepada Amerika Serikat. Pada bulan Mei 2011, China menguasai 26% dari surat berharga untuk pasar asing yang dikelola oleh departemen keuangan Amerika Serikat (setara dengan 8% dari total utang publik AS).

Cina sangat keras membela kebijakan Yuan. Beijing berargumentasi jika nilai Yuan naik dengan cepat, hal itu akan berpengaruh negatif terhadap ekspornya (sehingga komoditi Cina biayanya akan lebih banyak dan kurang mampu bersaing di luar negeri). Jika itu terjadi maka pabrik-pabrik akan terpaksa tutup dan akibatnya jutaan warga Cina akan menganggur. Hal itu akan menjadi ancaman berbahaya terhadap kestabilan Cina.

KEEMPAT,
Amerika yang merupakan partner perdagangan terbesar Cina, sudah dan terus memiliki peran besar dalam pertumbuhan ekonomi Cina. Hal itu dengan jalan Amerika memberi Beijing status Most Favoured Nation (MFN). Amerika Serikat terus memperbarui status Most Favoured Nation (MFN) itu setiap tahun. Padahal ada ketidakseimbangan neraca perdagangan antara AS dan Cina, sampai status itu dibakukan pada tahun 2000. Dan Amerika mentolerir ketidakseimbangan dalam neraca perdagangan itu karena menguntungkan bagi dua tujuan penting.

Pertama, supaya Cina terus menerus disibukkan mengatur dan menjamin sumber-sumber di seluruh dunia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Hal itu memaksa Cina untuk mendapatkan sumber lebih banyak dan lebih banyak lagi. Sehingga Cina kurang memperhatikan pengembangan kemampuan militernya. Penting dipahami bahwa Amerika mengalahkan Uni Soviet melalui politik perlombaan senjata, sementara para pembuat kebijakan di Washington meyakini akan bisa mengalahkan Cina melalui perlombaan dalam aspek ekonomi.

Kedua, untuk menciptakan kelas orang-orang Cina yang mencintai kapitalisme dan nilai-nilai Amerika. Dengan begitu, Cina akan terancam untuk memberikan perubahan demokratis. Dengan kata lain, Amerika sudah dan terus mengintai untuk memicu revolusi di Cina menentang Partai Komunis melalui kelas menengah yang terpesona dengan kapitalisme.

Di samping itu, Amerika Serikat menurunkan kemampuan Cina dalam memainkan peran lebih besar di dalam urusan-urusan kawasan dan global. Amerika bekerja agar pemerintahan Cina terus disibukkan oleh berbagai persoalan dalam negeri dan luar negeri yang terjadi di sekitar Cina. Dan berikutnya bisa diekploitasi masalah HAM berkaitan dengan perlakuan Cina terhadap Tibet dan Xinjiang untuk menentang Beijing. Amerika juga memanfaatkan masalah Taiwan, Korea Utara dan keamanan di kawasan Asia Pasifik untuk menjamin penyerapan tenaga para politisi Cina dan menyibukkan mereka dengan berbagai persoalan yang tiada akhirnya.

KELIMA,
Amerika mengalami kekacauan politik karena perbuatannya di Irak dan Afganistan. Amerika juga dilanda krisis ekonomi pada tahun 2008 yang memperuncing hubungan Amerika-China. Amerika tidak lagi dinilai sebagai kekuatan besar seperti dahulu. Dunia berubah dari satu kutub (uni polar) pada tahun 1991, menjadi multi kutub (multi polar) setelah invasi Amerika di Irak pada tahun 2003.

Ketika itu, kekuatan-kekuatan besar bersaing dengan Amerika untuk mengontrol kawasan. Cina adalah salah satu di antara negara-negara yang muncul ke permukaan. Ada sebagian intelektual di Barat yang meyakini bahwa neraca kekuatan global sedang berpihak kepada Cina.

Pada konteks ekonomi, tampak bahwa perekonomian Cina telah melewati krisis finansial dengan lebih baik daripada yang dialami Amerika dan Eropa. Oleh karena itu, para pemimpin politik dan ekonomi Amerika menyerang kebijakan Beijing secara agresif terkait masalah penjagaan nilai kurs Yuan yang rendah. Mereka percaya hal itu akan mengganggu prospek ekonomi Amerika untuk bangkit dari krisis dan membahayakan kemampuan Amerika untuk bersaing di pasar global.

Sedangkan pada konteks militer, krisis finansial telah membuat Amerika Serikat mengurangi daerah operasi militernya. Pentagon mengumumkan penurunan besar dalam anggaran pertahanan. Beberapa program persenjataan telah didrop. Amerika Serikat tidak lagi membuat kebijakan terjun di dua medan perang pada saat yang bersamaan (misalnya seperti di Iraq dan Afghanistan). Amerika dan sekutunya di kawasan Asia Pasifik, jadi lebih perhatian terhadap kemampuan militer Cina dibanding sebelumnya.

Melemahnya hegemoni militer Amerika di dunia memberikan dorongan kepada Cina untuk membesarkan kekuatan militernya. Sebagai contoh, pada November 2007, Cina melarang kapal induk USS Kitty Hawk untuk sampai ke Selat Victoria di Hongkong. Pada bulan Maret 2009, sejumlah kapal laut Cina mengancam kapal survei Amerika Serikat USNS Impeccable di Laut China Selatan. Di samping Cina juga memodernisasi armada kapal perusaknya, Cina juga berencana untuk mendapatkan dua kapal pengangkut pesawat dan telah berinvestasi banyak dalam membangun armada baru, yaitu penyerang nuklir dan kapal selam balistik. Menurut Seth Cropsey, mantan wakil sekretaris angkatan laut AS, Cina dapat memiliki kekuatan kapal selam lebih besar dari yang dimiliki oleh angkatan laut AS yang terdiri dari 75 kapal selam dalam jangka waktu 15 tahun ke depan.

Pada waktu Cina memodernisasi kekuatan militernya, maka menjadi sulit bagi Amerika untuk melindungi Taiwan. Menurut kajian RAND Corporation tahun 2009, pada akhir tahun 2020, Amerika Serikat tidak akan bisa lagi melindungi Taiwan dari hegemoni Cina. Di samping Cina mengkonsentrasikan kekuatannya pada Taiwan, angkatan laut Cina juga akan menambah kekuatannya di Laut Cina Selatan yang dianggap sebagai pintu gerbang Cina ke Asia Pasifik.

Sesuatu yang memicu alarm peringatan Amerika adalah perkembangan cepat kekuatan militer Cina dan ambisi Beijing dalam memanfaatkan kekuatan angkatan lautnya untuk menghalangi sampainya kapal Amerika ke beberapa wilayah perairan dan pelabuhan. Karena itu, belakangan ini Amerika diminta untuk memperbarui komitmen keamanannya dengan sejumlah negara di kawasan Asia Pasifik yang meliputi Jepang, Australia, Indonesia dan Korea Selatan.

Dalam kunjungan Obama ke negara-negara Asia Pasifik tahun 2011, Obama setuju penempatan 2.500 pasukan angkatan laut secara tetap di Australia dan menambah pesawat tempur seperti pesawat pengebom B-52. Obama juga mengumumkan untuk mensuplai 24 pesawat tempur F-16 C/D ke Indonesia. Obama juga memperingatkan Cina akan perselisihan di Laut Cina Selatan. Obama mengatakan: “Saya sudah mengarahkan tim keamanan nasional saya untuk menjadikan eksistensi dan misi kita di kawasan Asia Pasifik sebagai prioritas … Termasuk perkara yang vital, bukan hanya berkaitan dengan perekonomian kami, akan tetapi juga berkaitan dengan keamanan nasional kami.”

Amerika juga berupaya meningkatkan kerja sama perdagangan dengan negara-negara kawasan Asia Pasifik melalui Perjanjian Kerjasama Strategis Ekonomis Trans-Pasifik (the Trans-Pacific Strategic Economic Partnership Agreement -TTP) untuk mengikat negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Australia, Selandia Baru dan Singapura dengan ikatan ekonomi yang kuat dan membatasi adanya komoditi China di negara-negara tersebut.

KESIMPULAN,
Tampak bahwa Cina memanfaatkan kemunduran Amerika. Cina sekarang jauh lebih tegas dalam masalah Laut Cina Selatan dan masalah perbatasan yang diperselisihkan dengan Jepang dan Vietnam. Cina jauh lebih berani dan konfrontatif seputar permasalahan internasional. Dimana Beijing bersikap melawan Amerika Serikat dan Barat di PBB dan memveto resolusi Dewan Keamanan terkait Suriah.

Hanya saja, kekuatan militer Cina belum sanggup menghadapi Amerika Serikat. Namun kekuatan militer Cina tetap siap untuk menghalangi sampainya kapal perang Amerika ke sebagian jalur perairan dan pelabuhan yang di situ ada pengaruh Cina. Tetapi, Amerika Serikat siap menggunakan semua segala sumber dayanya untuk menghalangi Cina menggantikan posisinya pada dekade mendatang.

Sebelum Cina bisa menjadi ancaman bagi Amerika Serikat, Cina harus mengatasi sejumlah tantangan dalam negeri, di antaranya harus fokus terhadap ekspor, dan ancaman pertumbuhan ekonomi yang lambat. Pada tahun 2007, Presiden Wen Jiabao mengatakan perekonomian Cina sedang “tidak stabil, tidak seimbang, tidak terkoordinasi dan tidak berkelanjutan”.

Cina juga harus menghadapi masalah demografi, yaitu aging population (populasi yang menua yaitu persentase jumlah penduduk usia tua makin membesar dibanding penduduk usia muda). Jumlah penduduk yang berusia di atas 60 tahun mencapai 178 juta jiwa. Jumlah ini akan menjadi dua kalinya pada akhir tahun 2030. Masalah ini bukan hanya berarti semakin kecilnya jumlah usia angkatan kerja, akan tetapi masalah pemeliharaan orang-orang yang sudah pensiun (orang-orang yang sudah tua) juga akan menjadi permasalahan sosial yang besar.

Semua ini banyak bergantung pada bagaimana Cina menangani permasalahan-permasalahan itu. Jika Cina menangani masalah-masalah itu dengan buruk, maka dunia akan menyaksikan kehancuran Cina dan bukan kemunculan Cina.

Hubungan-hubungan Cina-Amerika sebenarnya menciptakan kesempatan besar kepada daulah al-Khilafah di masa depan untuk mewujudkan perubahan di sejumlah medan. Ini akan banyak bergantung pada titik sentral daulah al-Khilafah.

Sumber utama energi Cina datang dari Timur Tengah dan negara-negara Asia Tengah. Ini bisa memberikan pengaruh sangat besar untuk daulah al-Khilafah dengan jalan sebagai berikut.

1. Hal ini akan memaksa Cina untuk membuka front kedua dengan Amerika di kawasan Pasifik. Hal itu bisa terealisasi dengan jalan mendorong Cina untuk mengambil kembali Taiwan, dan penyatuan semenanjung Korea melalui Korea Utara. Ini secara otomatis akan mengantarkan pada peperangan dengan Amerika. Dengan begitu, maka akan memberikan kesempatan kepada daulah al-Khilafah untuk membebaskan bumi-bumi kaum muslimin karena Cina dan Amerika sedang terpecah konsentrasinya.

2. Situasi politik antara Amerika dan Cina ini, mendorong Cina untuk mengerahkan pasukan tambahan di perbatasannya dengan India, dan mengancam untuk menyerang Arunachal Pradesh dan Aksai Chin. Tujuan dari hal ini adalah agar India mengerahkan pasukannya (melawan Cina), untuk menghalangi India memobilisasi pasukannya menghadapi Pakistan (dengan asumsi negara Pakistan akan menjadi bagian dari daulah al-Khilafah).

3. Situasi politik antara Amerika dan Cina ini, akan mendorong Cina untuk melepaskan Dolar dan Euro yang dimilikinya dengan imbalan minyak dan gas murah. Hal ini akan menyebabkan masalah besar bagi Amerika Serikat dan Eropa, dan tentu saja akan mengakhiri dominasi ekonomi mereka.

4. Situasi politik antara Amerika dan Cina ini, akan memaksa Cina mengubah perilakunya terhadap kaum muslimin di Turkistan Timur dan juga terhadap kaum muslimin yang hidup di bagian lain dari Cina. Wilayah Turkistan Timur merupakan pintu masuk untuk menyampaikan Islam ke Cina. Pintu masuk lainnya adalah Taiwan. Jika Taiwan dikuasai oleh daulah al-Khilafah, maka Taiwan akan menjadi semacam pengangkut pesawat yang tidak bisa ditenggelamkan dan bisa digunakan untuk mengekspos kekuatan al-Khilafah terhadap daratan Cina dan Laut Cina Selatan. Hal itu masih ditambah dengan dekatnya Indonesia dan Malaysia. Semua itu akan memberi kekuatan besar kepada daulah al-Khilafah di kawasan Asia Pasifik.[v]

19 April 2012
Diringkas Oleh #Agustrisa

Posting Komentar

0 Komentar