Oleh Nadia Salsabyla
(Kontributor Media Vivisualiterasi)
Vivisualiterasi.com - Belakangan kita dibuat resah dengan kondisi tenaga pengajar di negeri ini. Tugasnya mendidik dan mendisiplinkan siswa seringkali berbenturan dengan prinsip wali murid yang berbeda hingga kebijakan pemerintah yang semakin memberatkan guru.
Sebagaimana yang terjadi di SMAN 1 Cimarga, Lebak. Kepala sekolah yang sedang mendisiplinkan siswa yang telah merokok di area sekolah justru dilaporkan orangtua ke polisi. Orangtua siswa yang bersangkutan merasa tidak terima ketika anaknya ditampar oleh kepala sekolah. Begitu juga dengan para siswa kelas 10-12 yang kompak melakukan aksi solidaritas dengan tidak masuk sekolah setelah adanya kejadian tersebut. Kondisi ini berakibat pada kepala sekolah yang dinonaktifkan sementara. Akhir dari kasus ini adalah dengan dipertemukan kedua belah pihak oleh gubernur Banten dan saling memaafkan.
Pengamat Kebijakan Pendidikan UGM, Dr. Subarsono,M.Si, MA., mengatakan bahwa tindakan melaporkan guru kepada polisi perlu dipikirkan ulang. Sebab kondisi ini dapat merusak relasi dan kepercayaan orang tua dengan pihak sekolah dalam mendidik anak.
Di sisi lain ada pelajar SMA di Makassar yang dengan santainya merokok dan mengangkat kakinya di samping gurunya. Pak guru yang ragu dalam bertindak pun hanya mendiamkan kondisi tersebut. Kejadian ini bukan hanya kisah tentang kenakalan remaja belaka, namun sebuah dilema yang menghantui para pendidik di masa ini.
Reset Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama tiga dekade terakhir menunjukkan sekitar 10% dari anak usia 13 hingga 15 tahun di seluruh dunia, menggunakan satu atau lebih jenis tembakau. Bahkan dikatakan juga remaja memiliki kemungkinan sembilan kali lebih besar menggunakan vape dibandingkan orang dewasa.
Liberalisme Merusak Moral
Tenaga pendidik seakan menjumpai jalan buntu atas semua kasus ini. Pilihan yang sulit antara mendisiplinkan murid dan mempertahankan wibawa seorang guru. Kini makin nampak bahwa siswa merasa bebas melakukan semua hal, sedangkan guru merasa tak berdaya karena ada kemungkinan pelaporan yang akan mengancam posisinya.
Benar, pemerintah telah mengeluarkan Permendikbud nomor 64 tahun 2015 terkait sekolah yang merupakan kawasan bebas rokok. Bahkan kepala sekolah diberikan kewenangan untuk menegur atau memberikan tindakan pembinaan bagi siapapun yang melanggar. Hanya saja, penjagaan dalam lingkup sekolah saja tidak cukup. Karena negara juga harus memperhatikan lingkup masyarakat yang menjadi ruang hidup anak.
Saat ini dengan mudahnya kita melihat iklan rokok, bahkan banyak statemen yang berkembang di masyarakat bahwa rokok adalah ungkapan kedewasaan atau suatu kebangggaan bagi laki-laki. Kondisi ini juga turut membentuk anak menjadi pribadi yang keras, enggan menerima nasihat atau bahkan sulit diajak berfikir benar. Hingga beberapa guru menggunakan cara fisik untuk mendisiplinkan muridnya.
Segala bentuk kekerasan tentu tidak bisa dibenarkan. Maka perlu adanya pendekatan dari mulai mendudukkan siapa dirinya hingga tujuan hidupnya. Seseorang yang sudah menyadari hakikat kehidupan, akan mampu berfikir dan berperilaku dengan benar. Namun kondisi ini sulit dicapai dalam negara yang kurang memperhatikan sektor pendidikan.
Demikian jadinya ketika kita hidup dalam sistem kapitalis liberal. Negara yang hanya berorientasi pada materi, membiarkan perusahaan tembakau memproduksi dan mendistribusikan rokok secara bebas. Tidak ada ketentuan, larangan atau ancaman bagi orang-orang yang terkait dalam mudahnya akses rokok ini, meskipun semua sudah mengetahui bahaya besar dibaliknya. Inilah bukti lemahnya negara dalam pengawasan dan abainya dalam penyiapan generasi masa depan.
Pendidikan Dalam Islam
Dalam sistem pendidikan di negeri ini, kita tidak dapat menjumpai perlindungan yang jelas bagi guru. Para guru berada dalam tekanan yang luar biasa. Mengingatkan murid yang bersalah merupan tindakan amar ma’ruf nahi munkar, namun tidak perlu menggunakan kekerasan. Harus ada upaya tabayyun atau konfirmasi dengan pendekatan yang tepat untuk bisa mengetahui latar belakang seseorang melakukan sebuah perbuatan.
Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini, sukses mencetak pribadi yang terbiasa memisahkan aturan agama dari kehidupan. Sehingga sulit ditemukan peserta didik yang bertakwa dan berakhlak mulia. Bahkan sekadar nilai fundamental seperti sopan santun dan menghormati guru pun jadi hal yang langka.
Dalam sistem Islam, guru menempati posisi yang penting, karena ia adalah pilar peradaban. Tugasnya dalam membentuk kepribadian murid yang islami membuatnya dihormati dan dimuliakan. Bukan hanya ‘gudang ilmu’, namun para guru merupakan suri tauladan bagi murid-muridnya. Bisa kita lihat dalam sejarah keemasan Islam, dimana banyak ulama dari berbagai bidang ilmu pengetahuan terlahir darinya. Kondisi ini tentu tidak terlepas dari negara yang memenuhi hak guru, disamping juga mengkondisikan masyarakat agar kondusif untuk pendidikan dan perkembangan generasi masa depan.
Lebih lanjut, sekalipun hukum merokok dalam Islam adalah mubah, tetap kita tidak boleh hanya mengutamakan kepentingan kita dan mengabaikan hak orang lain. Terbukti dalam berbagai penelitian bahwa merokok tidak hanya membahayakan kesehatan perokok aktif, namun juga perokok pasif atau orang yang ada disekitarnya. Rasulullah bersabda, “Tidak boleh membahayakan diri dan membahayakan orang lain” [HR. Ahmad, Malik, Ibn Majah]. Seorang muslim yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami, tentu tidak akan mengutamakan nafsunya saja, namun berfikir dampak dunia dan akhiratnya. Ketika ada bahaya yang timbul pada diri dan orang lain akibat dari perbuatan kita, maka pasti ada dosa yang harus siap kita tanggung.
Sistem pendidikan Islam mengajarkan murid agar bisa memiliki kepribadian islami. Yakni dengan menggambarkan pola pikir dan pola sikap yang sesuai syariat islam. Dengan bantuan negara, guru mampu menyadarkan tentang tujuan penciptaan manusia dan menggambarkan hari pertanggungjawaban yang pasti akan dihadapi. Dari sini akan terlahir generasi muslim yang berprinsip dan bangkit menjadi generasi beriman yang siap memimpin peradaban. Wallahu a’lam bisshowab.[Irw]


0 Komentar