Subscribe Us

PENGHAPUSAN TENAGA KERJA HONORER, SOLUSI ATAU MASALAH BARU?

Oleh Siti Khaerunnisa 
(Aktivis Dakwah)


Vivisualiterasi.com- Penghapusan tenaga kerja honorer di lingkungan instansi pemerintah mulai berlaku pada 28 November 2023. Aturan tentang penghapusan tenaga kerja honorer ini tertuang dalam surat edaran Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementrian PAN RB) Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tertanggal 31 Mei 2022. Aturan ini disampaikan sekarang dengan alasan memberikan waktu kepada instansi pemerintah yang mempekerjakan tenaga honorer untuk mengkategorikan status pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan eks Tenaga Honorer kategori II). Agar nantinya tenaga kerja yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) maupun seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). (republika.co.id, 05/06/2022)

Kebijakan ini diklaim sebagai cara pemerintah menyelesaikan masalah tenaga honorer yang selalu menjadi isu setiap tahunnya. Kebijakan ini juga keluar sebagai upaya pemerintah menjalankan aturan pemerintah No. 48/2005 pasal 8 yang menyebutkan larangan rekrutmen tenaga honorer. Adanya larangan rekrutmen tenaga honorer dikatakan oleh Mentri PAN RB Tjahjo Kumolo, bertujuan agar adanya tenaga honorer di lingkungan instansi pemerintah tidak mengacaukan perhitungan kebutuhan formasi ASN (Aparatur Sipil Negara) di instansi pemerintah. Hal ini disampaikan pada 18 Januari 2022. (bisnis.com, 03/06/2022)

Pernyataan Mentri PAN RB tersebut seakan menyalahkan adanya tenaga honorer. Padahal para tenaga honorer yang mencukupi kebutuhan tenaga kerja di berbagai sektor layanan publik. Hal ini menutup kekurangan tenaga kerja yang tak dapat dipenuhi dari formasi PNS dan PPPK saat ini. Sehingga dapat dikatakan peran tenaga honorer sangat penting dalam sektor layanan publik. Sebagai contoh, sektor pendidikan banyak menggunakan tenaga honorer untuk memenuhi kebutuhan jumlah pendidik, sehingga jika terjadi penghapusan tenaga honorer maka lumpuhnya pelayanan publik sangat mungkin terjadi.

Padahal, awalnya tenaga honorer dijadikan sebagai solusi untuk mengurangi angka pengangguran serta untuk mendapatkan pegawai yang mau dibayar murah dengan janji nantinya akan diangkat menjadi ASN jika memenuhi syarat. Hal yang dulu dianggap solusi, justru menjadi bumerang bagi penguasa. Dengan banyaknya tenaga honorer setiap tahun dan tidak dibarengi dengan jumlah penerimaan ASN yang memadai, menjadi masalah yang sulit diselesaiakan oleh penguasa.

Inilah realita dari sistem sekularisme kapitalisme yang gagal dalam membaca situasi serta membuat aturan. Contohnya saja adanya tenaga honorer yang awalnya menjadi solusi untuk mengurangi angka penganguran dan membantu pekerjaan dalam instansi pemerintah yang tidak dapat dipenuhi oleh ASN, nyatanya sekarang menjadi masalah. Bahkan penguasa mengatakan keberadaan tenaga honorer mengganggu perhitungan formasi ASN dalam instansi pemerintah. Hal ini menunjukkan tak seharusnya manusia membuat aturannya sendiri. Karena akal manusia bersifat terbatas, tidak dapat mencakup semua elemen masyarakat serta lemah dalam menganalisis masalah yang akan dihadapi ke depannya dengan diterapkannya aturan tersebut. Jadi, seorang makhluk yang mempunyai keterbatasan tak pantas dan tak layak membuat aturannya sendiri. 
 
Oleh karena itu, dibutuhkan aturan yang dapat menyelesaikannya tanpa muncul masalah baru. Aturan tersebut hanya bisa didapatkan dalam sistem Islam kafah berlandaskan aturan sederhana, pelayanan cepat, profesionalitas pegawai pemerintah dalam bekerja. 

Negara dalam sistem Islam wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai bagi warga negara, khususnya bagi rakyat yang wajib bekerja dan menafkahi keluarganya dalam hal ini laki-laki. Pegawai dalam sistem Islam tidak diharuskan mempunyai syarat yang kompleks. Yang terpenting, ia berstatus kewarganegaraan negara Islam dan memenuhi kualifikasi sesuai pekerjaannya. Untuk upahnya, didapatkan secara layak sesuai dengan pekerjaannya melalui akad ijarah atau kontrak kerja.
   
Tidak ada perbedaan status antara pegawai ASN ataupun honorer, bersertifikasi, atau tidak. Yang jelas mereka adalah tenaga kerja atau pegawai yang direkrut untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan riil negara serta menjalankan semua pekerjaan administratif maupun pelayanan lainnya dalam jumlah yang cukup.

Selain itu, tenaga kerja diharuskan memperhatikan beberapa poin. Pertama, dari sisi tanggung jawab mereka sebagai pekerja sekaligus sebagai pelayan atau pengurus rakyat. Kedua, dari sisi pelayanan atau pengurusan. Mereka bertanggung jawab kepada khalifah dan para penguasa. Para pekerja terkait dengan hukum syariat, hak-hak mereka sebagai pegawai juga dilindungi oleh Khilafah.

Sebagai contoh pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, gaji para pegawai negara ada yang sampai mencapai 300 dinar atau setara dengan Rp114.750.000,00. Angka yang sangat besar bila kita bandingkan dengan pendapatan pegawai pada saat ini. Khilafah mampu menggaji dengan jumlah yang sangat besar, sebab keuangan dalam sistem Khilafah berbasis baitul mal. 

Dalam Baitul Mal terdapat pos kepemilikan negara yang bersumber dari harta fai, kharaj, jizyah, ghanimah, usyur, dan sejenisnya. Dari pos ini, khilafah bisa mengalokasikan anggaran untuk gaji pegawai negara. Demikianlah cara khilafah menyelesaikan masalah tenaga kerja honorer yang tidak akan mampu diselesaikan secara tuntas oleh sistem kapitalisme.
 
Wallahu a'lam bishawab. [Ng]

Posting Komentar

0 Komentar