Subscribe Us

KASUS COVID-19 MELONJAK, BUKTI KEGAGALAN SISTEM?

Oleh Fitri Solihah
(Kontributor Media Vivisualiterasi.com)


Vivisualiterasi.com-Virus corona atau Covid-19 kini tersebar ke seluruh dunia. Tak terkecuali Indonesia yang kini kasus Covid-19 semakin melonjak dalam beberapa hari terakhir. Jumlah pasien yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia bertambah 5.862 orang sejak (27/5) hingga Jum'at. (Kompas.com, 28/5/2021)

Penambahan itu menyebabkan kasus Covid-19 di Indonesia kini mencapai 1.803.361 orang. Informasi ini diungkap satuan tugas penanganan Covid-19 dalam data yang disampaikan kepada wartawan pada Jumat sore. Adapun kasus baru pasien konfirmasi positif Covid-19 tersebar di 31 provinsi. Dari data itu, tercatat lima provinsi dengan penambahan kasus baru tertinggi. Kelima provinsi itu, yakni Jawa Barat (1.206 kasus baru), Jawa Tengah (668 kasus baru), DKI Jakarta (602 kasus baru), Riau (503 kasus baru), dan Nusa Tenggara Barat (451 kasus baru).

Pemerintah juga mencatat ada penambahan 5.370 pasien yang telah dinyatakan sembuh. Dengan demikian, total pasien sembuh dari Covid-19 ada 1.654.557 orang. Selain itu, ada penambahan 193 pasien yang tutup usia setelah sebelumnya dinyatakan positif. Sehingga, jumlah pasien meninggal dunia akibat Covid-19 hingga saat ini menjadi 50.100 orang.

Masa pandemi kini telah melewati dua kali Idul Fitri, namun saat ini kebijakan yang di keluarkan ialah pembatasan aktivitas kepariwisataan. Antisipasi lonjakan Covid-19 ini tidak akan terjadi jika pemerintah benar-benar dalam menangani pandemi, sehingga masyarakat tak bertanya-tanya tentang kebijakan pemerintah saat ini. Apakah sudah menjadi solusi tepat ataukah malah sebaliknya?

Sedangkan selama ini kebijakan yang di ambil pemerintah hanya bersifat pragmatis. Kebijakan yang dikeluarkan saat ini tak lepas dari sistem kapitalisme yang menjadikan rujukan dalam menyelesaikan wabah.

Padahal sudah sangat jelas bahwa sistem ini telah menjauhkan peran penguasa sebagai pengurus urusan umat. Penguasa saat ini justru hadir dalam mengeluarkan kebijakan yang hanya menguntungkan korporasi saja. Padahal seharusnya penguasa mengevaluasi dan memahami akar permasalahan wabah ini, dan kemudian mengambil langkah tepat dengan strategis dan komprehensif untuk segera mengakhiri pandemi. Sebab nyawa rakyat menjadi ancaman nyata ketika kebijakan tidak segera di lakukan.

Inilah bukti sistem kapitalisme yang telah gagal mengatasi kondisi ini, maka wajar jika kebijakan yang di keluarkan justru memprioritaskan ekonomi bukan masyarakat. Inilah salah satu tanda kehancuran peradaban di tengah hegemoni kapitalisme. 

Kebijakan ini sangat kontras dengan kebijakan yang di keluarkan sistem Islam, sebab pemimpin dalam pandangan Islam adalah sebagai pelindung dan pelayan bagi rakyatnya. Sehingga pemimpin kaum muslimin akan menganggap serius penanganan wabah dan menempatkan keselamatan rakyat di atas segalanya.

Rasulullah saw. telah memerintahkan penguasa untuk mengurus rakyatnya melalui sabda beliau :

فَاْلإمَامُ رَاعٍ وَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

"Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hakikat kepemimpinan tercermin dalam sabda Rasulullah saw.:

سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ

"Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka." (HR Abu Nu‘aim)

Dalam sistem Islam, sebelum terjadi wabah saja negara telah menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, papan, bagi seluruh rakyat secara tidak langsung melalui di bukanya lapangan pekerjaan yang sangat luas. Begitupun kebutuhan dasar berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang di penuhi secara langsung.

Sehingga ini membuat pemimpin (Khalifah) akan memprioritaskan kepemimpinan rakyat di atas kekuasaan sehingga saat wabah terjadi Khalifah akan menjaga jiwa rakyatnya dengan usaha yang optimal karena rasa amanah yang begitu besar. Dalam Islam, cara agar laju pandemi ini terhenti yakni dengan 'Lock Down'. Nabi Muhammad saw. juga pernah mengingatkan umatnya untuk tidak mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika berada di tempat yang telah terkena wabah dilarang untuk keluar.

Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR. Bukhari)

Hadis ini menjelaskan larangan memasuki wilayah pandemi agar tidak tertular. Begitu juga bagi yang berada di wilayah pandemi tidak boleh keluar agar tidak menular kepada yang lain. Kecuali, keluar wilayah untuk hal-hal yang mendesak seperti berobat. Islam sangat tegas dalam hal ini, semata-mata untuk mencegah kemudaratan.

Jika umat tetap memakai sistem batil, niscaya berbagai kezaliman akan terus berlanjut. Solusi terbaik atas problematika kehidupan ini hanya dengan diterapkannya syariat Islam secara kafah.
Karena Islam adalah agama yang benar, siapapun yang memasukinya akan menemukan jawaban yang memuaskan akal dan menentramkan batinnya. Ajarannya sungguh sempurna, sehingga pernah mengantarkan penganutnya meraih kegemilangan peradaban yang memimpin seluas 2/3 dunia sebagai simbol keagungan Islam selama 13 abad lamanya. Serta ribuan bahkan ratusan lembar fakta sejarah telah mencatatnya. Wallahu a'lam. [IRP]

Posting Komentar

0 Komentar