Subscribe Us

KAPITALISME DAN KELEMAHAN PELAYANAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

Oleh Juniwati Lafuku, S. Farm,. 
(Pemerhati Sosial)


Vivisualiterasi.com-Berdasakan data The Saudi King Abdul Aziz Foundation for Research and Archives yang dirilis pada Maret, ibadah haji pernah 40 kali ditiadakan dalam sejarah peradaban manusia. Pembatalan haji beberapa kali dilakukan karena berbagai faktor. Misalnya wabah penyakit, konflik, aktivitas bandit, dan perampok, serta alasan lainnya.

Melalui akun instagram Kemenag, per 3 Juni 2021, pemerintah Arab Saudi resmi membatalkan pelaksanaan haji 1442 Hijriah. Arab Saudi resmi menggelar ibadah haji 2021 khusus untuk jamaah domestik, yakni penduduk lokal dan para ekspatriat yang telah berada di negara tersebut. (CNN Indonesia, 13/6/2021)

Hanya orang berusia antara 18 dan 65 tahun yang telah divaksinasi atau diimunisasi virus Corona dan bebas dari penyakit kronis, diizinkan berhaji, dengan kuota maksimal 60.000 orang. 

Sebelum pandemi, jumlah jamaah haji dari seluruh dunia mencapai 2,5 juta orang. Ibadah haji dan umrah menghasilkan sekitar USD 12 miliar per tahun untuk Arab Saudi. 

Pertimbangan pembatalan haji tahun ini, disebabkan ketidakpastian pandemi Covid-19, disertai adanya varian virus baru di beberapa negara. 

Persoalan Haji Dari Tahun Ke Tahun

Sebelum adanya pandemi, persoalan manajemen pengelolaan dana dan pengurusan jamaah haji kerap kali menjadi perhatian. Pasalnya, saat tamu Allah yang ingin memenuhi rukun Islam kelima ini, harus melewati banyak sekali proses sebelum sampai ke tanah suci.

Problem manajemen pengelolaan dana haji, isu yang santer beredar belakangan ini. Jamaah haji yang memiliki tabungan haji kerap merasa khawatir dan tergesa menarik dananya dari bank. Sedang pihak bank syariah sendiri menghimbau agar masyarakat tetap tenang dan tidak menarik dananya akibat pembatalan haji tahun ini. Pihak bank telah membentuk badan khusus untuk mengelola dana haji, jadi tidak perlu merasa khawatir. 

Secara keseluruhan, penempatan dana haji di seluruh perbankan syariah pada 2020 mencapai Rp 43 triliun. 

Meskipun demikian, dana jamaah haji yang menumpuk dianggap kurang transparan dalam pengelolaannya. Kerap kali justru dijadikan sebagai modal investasi. Kasus korupsi dana haji sering mencuat ke publik. 

Selanjutnya, manajemen pengelolaan jamaah haji mengalami masalah. Akibat pembatalan ini, pasti terjadi antrian panjang setelah rentang waktu penyetoran dan hari keberangkatan. Jamaah haji yang telah mendaftar harus menunggu lebih lama.

Pengelolaan Ibadah Haji Dalam Syariah Islam

Ri’ayatu syu’un al-hujjaj wa al-‘ummar (mengurus urusan jamaah haji dan umrah) adalah prinsip yang dipegang daulah khilafah dalam melaksanakan manajemen pengelolaan haji dan umrah.

Syariah Islam mengedepankan kemudahan bagi semua warga negara. Tidak berdasarkan pada paradigma bisnis atau investasi yang memiliki unsur untung dan rugi. Negara hadir tidak hanya sebagai fasilitator namun juga sebagai pemberi pelayanan premium sesuai kebutuhan jamaah haji.

Sejarah mencatat, Daulah Khilafah membentuk departemen khusus haji, yang mencover seluruh jamaah haji dari pusat hingga daerah. Mengatur semua keperluan jamaah haji mulai dari bimbingan hingga jemaah haji kembali. Departemen ini akan berkoordinasi dengan departemen kesehatan dan departemen perhubungan.

Rasulullah saw. pernah menunjuk ‘Utab bin Asad, juga Abu Bakar ash-Shiddiq ra., untuk mengurus dan memimpin jamaah haji. Rasulullah saw. juga pernah memimpin langsung pelaksanaan ibadah haji pada saat Haji Wada’. Pada masa kekhilafahan Umar ra., pelaksanaan ibadah haji pernah diserahkan kepada Abdurrahman bin Auf ra. Ibadah haji juga pernah dipimpin oleh Khalifah Umar ra. hingga masa akhir Kekhilafahannya. Pada masa Khalifah Utsman ra., pelaksanaan haji juga pernah dipimpin oleh Abdurrahman bin Auf ra.

Biaya haji disesuaikan dengan jarak wilayah dengan tanah haram. Akomodasi transportasi akan diatur sesuai kebutuhan jamaah haji, bisa lewat laut, darat maupun udara. Tentunya dengan konsekuensi biaya yang berbeda.

Panjangnya lama antrian haji pun dapat dipangkas dengan cara mendahulukan mereka yang sudah mampu untuk berhaji dan hanya mewajibkan satu kali berangkat haji seumur hidup.

Daulah Khilafah akan menghapus  kewajiban visa. Hal ini karena Daulah adalah negara kesatuan, tidak tersekat berdasarkan nation state. Jemaah haji hanya perlu menunjukkan kartu tanda pengenal ketika melakukan haji.

Pada masa Khilafah Utsmaniyah, Sultan ‘Abdul Hamid II membangun sarana transportasi massal dari Istanbul, Damaskus hingga Madinah untuk mengangkut jamaah haji yang dikenal sebagai  Hijaz railway.  Jauh sebelum Khilafah Utsmaniyah, Khalifah ‘Abbasiyyah, Harun ar-Rasyid, membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah), termasuk membangun saluran air yang menjamin jamaah tidak kekurangan air sepanjang perjalanan.

Pada masing-masing titik dibangun pos layanan umum, yang menyediakan logistik, termasuk dana zakat bagi yang kehabisan bekal. Pembangunan saluran air bagi jamaah haji diinisiasi oleh istri Khalifah Harun ar-Rasyid yang bernama Zubayda. Diriwayatkan untuk proyek itu ia mengeluarkan uang hingga 1,7 juta dinar atau setara dengan tujuh triliun dua ratus dua puluh lima miliar rupiah.

Keputusan Arab Saudi untuk membatalkan haji tahun ini dinilai kurang tepat. Karena sejatinya negara harus melayani tamu Allah sebaik mungkin. Faktor pandemi, hanya berlaku bagi mereka yang sakit, dengan kaidah 'La dhirara wala dharar' jangan menyakiti diri sendiri dan jangan menyakiti orang lain. Sedangkan mereka yang sehat dan sudah divaksin, dapat melaksanakan haji dengan mematuhi protokol kesehatan yang dipantau secara ketat. Wallahu 'alam [SP]

Posting Komentar

0 Komentar