Subscribe Us

GENJATAN SENJATA ISRAEL-PALESTINA DAN POSISI DUNIA ISLAM

Oleh Dewi Tisnawati, S. Sos. I 
(Pemerhati Sosial)


Vivisualiterasi.com-Aksi gencatan senjata antara Palestina Israel di Jalur Gaza yang diumumkan Jumat pagi, 21 Mei pukul 02.00 atau pukul 05.00 WIB, kini telah dilanggar oleh Israel. Polisi Israel kembali menyerang kaum Muslim Palestina sesaat setelah mereka menyelesaikan salat Jum'at di Masjid al-Aqsa.

Kesepakatan gencatan senjata yang dicapai antara Israel dan Palestina di Jalur Gaza terjadi pada Jum'at (21/05) dini hari, tetapi masih ada ketegangan di Yerusalem Timur di mana polisi Israel menyerbu kompleks Masjid al-Aqsa dan menembakkan gas air mata ke arah warga Palestina setelah salat Jum'at. (CNNIndonesia, 21/05/2021)

Gencatan senjata yang ditengahi Mesir mulai berlaku pada dini hari Jum'at setelah 11 hari pemboman Israel tanpa henti di daerah kantong yang dikepung ribuan roket diluncurkan ke Israel oleh Hamas.

Kantor berita Aljazeera (22/05), melaporkan bahwa dari pendudukan Yerusalem Timur, penyerbuan kompleks Masjid Al-Aqsa oleh polisi Israel tidak terduga dan mencerminkan betapa rapuhnya gencatan senjata itu.

"Polisi Israel mengatakan bahwa beberapa pemuda yang berada di kompleks Al-Aqsa melempari polisi Israel dengan batu. Namun, warga Palestina mengatakan bahwa mereka telah dilecehkan sejak dini hari ketika mereka tiba di masjid. Mereka dikepung oleh polisi dan merasakan banyak tekanan," kata Abdel-Hamid, wartawan Aljazeera melaporkan.

Gencatan senjata untuk bisa meraih kemerdekaan Palestina sangat masif dinarasikan sebagai solusi realistis konflik Palestina-Israel. Sayangnya, solusi yang ditawarkan dunia internasional ini justru merugikan umat Islam yang ada di Palestina. Hal itu justru semakin mengokohkan eksistensi Yahudi Israel di tanah suci al-Quds.

Gencatan senjata yang diusulkan berbagai pemimpin dunia Islam hanya menegaskan tidak adanya pembelaan sempurna terhadap saudara muslim Palestina. Hal ini sama saja dengan tetap membiarkan zionis berlindung dan memulihkan kekuatan di balik istilah gencatan senjata dan perdamain. Terbukti, belum sampai 12 jam dari aksi gencatan senjata, Israel telah melanggarnya. 

Fakta tersebut menegaskan tentang keengganan dunia Islam untuk mengirimkan militer dan memberi solusi menghentikan pendudukan dan mengusir zionis dari bumi Palestina. Sebab, terlalu banyak jerat negara besar dan Israel terhadap dunia Islam (berupa hubungan dagang maupun sudah terjadinya normalisasi hubungan diplomatik). Maka, yang dibutuhkan umat saat ini adalah Khilafah sebagai junnah atau perisai. Perlu diketahui bahwa Palestina sesungguhnya adalah milik kaum muslim. Allah Swt. telah menjadikan tanah Palestina sebagai tanah yang diberkahi. Melalui kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab pada 15 Hijriyah. Palestina telah dibebaskan dari kekuasaan Romawi dan ditetapkan pemilik tanah ini adalah kaum muslim. 

Khalifah Umar langsung menerima tanah Palestina dari Safreniius di atas sebuah perjanjian yang dikenal dengan perjanjian ‘Umariyah. Di antara isinya yang berasal dari usulan orang-orang Nasrani adalah, “Agar orang Yahudi tidak boleh tinggal di dalamnya."

Sejak saat itu, tanah Palestina berdasarkan hukum Islam termasuk Tanah Kharajiyyah. Khalifah Umar bin Khattab juga mengatakan jika tanah Palestina adalah tanah wakaf bagi umat muslim. Hal ini berarti bahwa tanah Palestina tidak boleh dijual atau diserahkan ke orang selain muslim. 

Maka, keberadaan Zionis Yahudi Israel tak lain hanya sebagai penjajah yang menjarah tanah kaum muslim, sehingga menjadi sebuah kewajiban bagi kaum muslim untuk mengusir penjajahan Israel dari tanah Palestina. Allah Swt. berfirman yang artinya: “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu temui mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu.” (QS al-Baqarah: 191)

Palestina kembali dibebaskan oleh Panglima Salahuddin Al-Ayyubi dari tangan tentara salib. Begitu juga sikap tegas Sultan Abdul Hamid II saat Theodore Herzl melobi Sultan untuk memberikan Palestina kepada Yahudi. Ia mengiming-imingi Sultan dengan memberikan tawaran yang cukup menggiurkan kala itu, yaitu melunasi utang-utang Khilafah Utsmani yang saat itu berada dalam kondisi terpuruk.

Sultan Abdul Hamid II mengatakan, selama ia masih hidup, ia lebih rela menusukkan pedang ke tubuhnya sendiri daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Utsmaniyah.

Inilah yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin umat Islam terdahulu dalam menjaga tanah haram masjid Al-Aqsa. Maka satu hal yang pasti, tujuan membebaskan tanah mulia ini membutuhkan kekuatan militer hebat yang mampu mengalahkan tentara Israel dan sekutunya serta mampu mengusir penjajah Israel dari tanah al-Quds. Sebuah kepemimpinan yang akan menjadi pelindung bagi kaum muslim sehingga bagi siapa pun yang ingin menyerang kaum muslim akan berpikir ulang. 

Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Sesungguhnya imam atau Khalifah itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya.” (HR. al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud dan lain-lain)

Pemimpin ini hanya akan hadir ketika kaum muslim di seluruh dunia bersatu dan kembali kepada syariat Islam di bawah naungan Khilafah Islam. Sebab, hanya Khilafah Islamiyah yang pantas menjadi harapan untuk mengakhiri konflik tiada akhir Palestina-Israel, melindungi kemuliaan rakyat Palestina, serta menghadirkan kesejahteraan dan keamanan bagi seluruh warganya. Wallahu a'lam. [IRP]

Posting Komentar

0 Komentar