Subscribe Us

3T KENDALIKAN COVID, AKANKAH VALID?

Oleh Nadia Fransiska Lutfiani S.P 
(Aktivis Dakwah, Pegiat Literasi)


Vivisualiterasi.com-Angka positif Covid-19 semakin naik. Dua periode sudah, pandemi mengintai negeri. Sampai hari ini, sebarannya meluas bahkan zona merah mewarnai diberbagai daerah. 
Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Airlangga Hartanto menyebutkan, terhitung sejak 6 Mei 2021, lebih dari 4.000 pemudik dinyatakan positif Covid-19. Dari data pengetesan Covid-19 secara acak terhadap masyarakat, jumlah terkonfirmasi positif naik pasca Hari Raya Idul Fitri.

Ketua Tim Mitigasi Dokter IDI, dr. Adib Khumaidi mengatakan, meski saat ini vaksinasi tengah dilakukan namun terlihat kenaikan kasus seperti tahun lalu. Untuk itu seluruh fasilitas perlu ditingkatkan dan para dokter serta tenaga kesehatan harus dilengkapi fasilitas keamanan termasuk APD. (kompas.com, 11/05/2021)

Selain itu, Presiden juga mewanti-wanti agar Testing, Tracing, dan Treatment (3T) harus terus dilakukan. Apalagi varian baru mulai mengintai dan penularannya jauh lebih besar. Sampai saat ini saja Jawa Tengah sudah bertambah kasusnya. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar mengatakan upaya memutus mata rantai penularan virus varian baru tersebut harus dilakukan bersama-sama. Ia mengusulkan lima hari di rumah saja sehingga orang tua, lanjut usia (lansia), dan anak-anak jangan keluar rumah. Warga dipersilakan ke luar rumah ketika ada kepentingan yang sangat mendesak. Bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) diperbanyak. (CnnIndonesia.com, 13/06/2021)

Kebijakan Setengah Hati, Rakyat Berjuang diri Setengah Mati 

Sejak awal pandemi menyerang negeri, banyak agenda tengah diadakan. Mulai dari memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak (3M) dan Tes, Telusur, Tindak Lanjut (3T). Namun hingga hari ini, pertambahan kasus menjadi fakta yang berbalik dari agenda pencegahan dan penurunan kasus positif. 

3T tersebut terdiri dari, pertama, tes. Hal ini dilakukan saat mengalami atau memiliki riwayat kontak dengan pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Tujuannya untuk mengetahui status positif atau tidak. Bisa dengan genose, swab antigen, atau swab PCR. 

Kedua telusur, tujuannya untuk melacak orang yang terinfeksi virus dan melakukan kontak dengan terinfeksi. Beberapa tahap di dalamnya dari mulai identifikasi, informasi, dan isolasi. Ketiga tindak lanjut, tujuannya merawat orang yang bergejala atau terkonfirmasi. Ada beberapa kriteria jika positif tanpa gejala bisa isolasi mandiri atau di rumah sakit dengan pengawasan ketat. Jika positif dengan gejala maka isolasi di rumah sakit. Jika negatif dengan gejala maka isolasi mandiri di rumah. 

Hingga hari ini, bukan penurunan kasus yang menyebabkan kecemasan di tengah masyarakat, lebih berbahayanya lagi penurunan respek dari rakyat. Prosedural yang diarahkan pemerintah untuk memutus rantai kasus positif bukan tidak bisa dijalankan, namun minimnya penjaminan penuh di dalamnya. Bahkan pelanggaran banyak terjadi. Apakah abai atau sudah lelah dengan seluruh kebijakan yang ada?

Jika kita telusuri balik, banyak kelalaian yang terjadi. Bukan hanya disebabkan minimnya respek rakyat terhadap kebijakan, namun kebijakan tersebutlah yang membuat rakyat enggan berpihak. Di tengah pelarangan mudik, justru TKA berdatangan tanpa syarat di tengah ekonomi sekarat dan PHK dimana-mana. Dilarang kerumunan hingga sekolah dalam jaringan dilakukan, pedagang kaki lima susah mendapatkan kesempatan meraup rejekinya, ternyata banyak orang-orang papan atas bahkan pejabat berdatangan  dalam pesta mewah. Fakta ini sungguh tidak melegakan fitrah, paling tidak kebijakan tersebut tidak longgar atas sikap para pemangku jabatan.

Sedikit bukti ini sangat tidak relevan, namun beginilah fakta yang terjadi di tengah arus demokrasi kapitalis hari ini. Aturan kebebasan yang sama bebasnya dengan kebijakan yang ditetapkannya. Karena yang dibutuhkan bukan hanya wacana dan agenda. Masyarakat butuh kebijakan tegas dan tepat bukan mementingkan sebelah pihak.

Inilah sumbu kerancuan kebijkan yang diterapkan dalam negeri. Aturan yang bersumber dari manusia serta condong pada kepentingan. Maka wajar di balik kebijakan yang menekan rakyat, tak sedikit pula justru memberikan ruang kepada asing atau pemodal. Karena kepentingan keuntungan itu yang ingin diraihnya, menjadi hal wajar dalam sistem kapitalis hari ini. 

Akhirnya tidak heran jika ketimpangan yang terjadi, disamping konsepnya menghamba pada keuntungan, di dalamnya juga tidak melibatkan peran agama sehingga penjagaan terhadap nyawa dan kepentingan hajat rakyat tidak menjadi landasan yang teringat untuk dipertanggungjawabkan dalam amanah kepemimpinannya. Sudah banyak masalah dan tuntutan yang menjadikan melupa hakikat kehidupan dan aturan yang sesuai fitrah. Rakyat akan selalu menjadi korban bahkan diabaikan.

Islam dan Sistem Aturannya Menyelamatkan Umat

Saat ini yang dibutuhkan bukanlah perkara pencegahan dan vaksinasi belaka, tapi aturan yang tegas disertai penjaminan dengan kepimpinan independen tidak memihak selain menyelesaikan urusan rakyat secara penuh. 

Islam memiliki solusi atas permasalahan hari ini, karena memang Islam dan aturannya tidak pernah berubah meski waktu dan tempat berubah. Bukan secara teori, namun dilaksanakan dan diterapkan dalam negara. 

Sistem aturan Islam tersebut diterapkan dalam Khilafah atau sistem pemerintahan Islam. Dalam penanganan wabah, Daulah Khilafah mempunyai beberapa langkah untuk mengatasinya:

Pertama. Memutus rantai penularan. Untuk memutus rantai penularan, negara akan mengerahkan segala kemampuan untuk melakukan tes dan tracing. Hal ini ditujukan untuk menjaring orang yang terkena Covid-19 sebanyak-banyaknya untuk kemudian di isolasi. Hal ini dilakukan agar tak menulari yang lain. Selain itu, wilayah tersebut juga di lockdown sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khatab saat mendengar ada wabah Thaun di wilayah Syam. 

Kedua. Menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai dan mengadakan riset untuk mencari alternatif pemberantasan virus.  Pada saat Daulah Khilafah berkuasa, rumah sakit juga dibuat dengan kapasitas yang besar. Pada zaman pertengahan, hampir semua kota besar memiliki rumah sakit. Tidak hanya itu, riset-riset juga difasilitasi untuk mencari alternatif penyembuhan penyakit. Negara juga mengeluarkan anggaran besar untuk mengembangkan ikhtiar baru dalam mengatasi wabah. Metode tersebut adalah dengan vaksinasi. Cikal bakal vaksinasi berasal dari dokter-dokter muslim zaman Khilafah Utsmani.

Ketiga. Menyediakan supportive system yang baik. Syara’ telah menetapkan sejumlah kewajiban dan pos. Jika di Baitul Mal ada harta, maka dibiayai oleh Baitul Mal. Jika tidak ada, maka kewajiban tersebut berpindah ke pundak kaum Muslim. Sebab, jika tidak, maka akan menyebabkan terjadinya dharar bagi seluruh kaum Muslim. 

Salah satu pos yang harus dibiayai tersebut adalah biaya untuk penanggulangan bencana termasuk karena adanya wabah. Jadi, biaya untuk pelaksanaan pendidikan selama ada wabah adalah kewajiban negara untuk mengupayakannya. 

Selain itu, dalam Daulah Islam seluruh dunia berada dalam satu pemerintahan sehingga penanganan wabah tidak tersekat masing-masing negara/bangsa. Daerah satu dengan yang lainnya saling bahu membahu.  

Solusi tersebut akan terwujud dalam negara bersistem Islam. Negara Islam itu hadir atas izin pencipta, dimana negara yang menerapkan syariat Islam di semua lini kehidupan. Maka tidak ada solusi selain berjuang menghadirkan wadah, yakin, dan mengemban ideologi serta mendakwahkannya. Wallahu a'lam. [IRP]

Posting Komentar

0 Komentar