Subscribe Us

JERATAN RELASI WTO, PERDAGANGAN DALAM KUBANGAN KAPITALIS

Oleh Andi Putri Marissa
(Praktisi Pendidikan, Aktivis Muslimah)


Vivisualiterasi.com-"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur."
(UUD 1945, Paragraf Kedua Pembukaan)

Mari merenung sejenak, meresapi setiap kata yang tertera pada pembukaan UUD 1945. Lalu coba tanya pada diri atau pada negeri kita, sudahkah merdeka? Sudahkah berdaulat? Sudahkah makmur? Jawabannya silakan lihat realitas. Pada salah satu laman berita mengangkat judul yang membuat meringis. Dikatakan Indonesia harus siap-siap bersedih, sebab dalam kurun waktu yang dekat Indonesia akan diserbu ayam impor. Apakah Indonesia tengah kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan ayam dalam negeri? Nyatanya tidak. Justru kebutuhan ayam sejatinya terpenuhi, tetapi ada perihal lain yang “terpaksa” harus bersiap menerima impor.

Partisipasi Relasi Perdagangan Internasional Berujung Petaka

Indonesia disuruh bersiap, beberapa waktu ke depan akan mengalami gelombang impor daging ayam murah dari luar negeri. Usut punya usut, bukan dikarenakan kebutuhan daging ayam di Indonesia kurang melainkan adanya kewajiban yang harus dipenuhi. Indonesia kalah dari gugatan Brazil di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). (cnbcindonesia.com, 24/04/20210)

Akan menjadi petaka besar pagi peternak ayam di tengah daya saing industri perunggasan yang tengah melemah, belum lagi harga daging tinggi yang dipicu dari harga pakan. Hal ini mendapatkan respon dari Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan Syailendra. Beliau mengatakan bahwa serangan impor tersebut bukan main, karenanya peternak harus siap untuk menekan harga ayam dengan mengefesienkan penggunaan pakan ternak. 

Semua bermula semenjak Indonesia bergabung dalam WTO yang kemudian sempat kalah dari gugatan Brazil yang didaftarkan ke WTO pada 2014. Singkatnya, Brazil protes sebab Indonesia dianggap menghambat ekspor ayam Brazil ke Indonesia semenjak 2009. Tiga tahun berikutnya Indonesia diputuskan bersalah atas permasalahan tersebut, hingga kini harus bersiap dengan gempuran impor dari Brazil. 

Masuknya Indonesia ke dalam perdagangan Internasional harus bersiap menghadapi gempuran negara-negara adidaya. Perdagangan Internasional merupakan tempat bersaing secara bebas tanpa memandang pesertanya lemah, menengah, ataupun kuat. Semua akan bersaing menjadi satu tanpa ada level yang membedakan kekuatannya. Maka nasib negara dengan ekonomi lemah pasti akan kalah, begitulah kondisi ekonomi Indonesia masih mencoba merangkak naik. Akan tetapi di sisi lain justru dipaksa untuk mengikuti pergulatan pasar bebas.

Cengkraman Kapitalisme Menancap Kuat Pada Pakan Ternak

Permasalahan harga daging ayam yang tinggi juga dipengaruhi oleh harga pakan ternak. Hal ini cukup berpengaruh, sebab sekitar 70% harga pakan berpengaruh pada biaya produksi dari ayam. Ternyata, sektor pakan ternak memiliki polemik tersendiri di Indonesia. Dengan sistem kapitalisme, sektor pakan ternak tak lepas dari para produsen besar, merekalah peternak raksasa. Sebut saja PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk, PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT. Malindo Feedmill Tbk, PT. Cargill Indonesia, Grup PT. Cheiljedang Feed, PT. Dae Yool, dan lain sebagainya. 

Maka dari sini bisa kita lihat, penguasaan para peternak raksasa ini mendominasi industri dari hulu ke hilir. Sekilas akan terlihat bagaimana harga pakan ternak bisa mahal. Bagaimana tidak, karena sektor produksi pakan sudah dikuasai korporasi besar yang berasal dari negara asing. Melihat dari sisi modal serta daya saing, jelaslah mereka adalah pemain terkuat. Akibatnya, peternak lokal mau tidak mau harus mengambil dan membeli pakan dari korporasi ini. Lagi-lagi para kapitalis bermain. 

Kedua kondisi ini merupakan gambaran bagaimana Indonesia hidup dalam sistem kapitalisme dengan arus neo imprealisme yang begitu derasnya. Bagaikan lingkaran setan yang akan terus berputar di dalamnya. Segala lini seakan tak memberikan negeri ini kemandirian dan senantiasa terus bergantung pada negara lain. Sungguh terasa sekali penghidupan semakin sempit dalam cengkraman sistem kapitalisme ini. 

Belum lagi peran penguasa yang hanya sebatas regulator saja. Apalagi ditambah dengan nafsu untuk mengejar materi belaka. Ada atau tidak adanya impor pun jatuhnya tak begitu membawa pengaruh besar kepada rakyat, yang terjadi hanyalah kemiskinan yang mengakar. Sedangkan yang kaya makin kaya. Maka bisa kita lihat bagaimana ending dari aktivitas impor ini untuk siapa. Yang pasti tak memihak kepada rakyat kecil. Justru keuntungan besar bagi para kapitalis, para korporat.

Islam dan Permasalahan Impor

Untuk menyelesaikan permasalahan impor ini, serta berlepas dari cengkeraman para kapitalis perlu melakukan perubahan yang mendasar dan signifikan. Dimulai dengan mengubah paradigma berpikir seluruh umat dan para penguasa dari pemikiran sekuler kapitalistik menjadi Islam ideologis. 

Mengapa harus memakai paradigma Islam? Sebab Islam memandang bahwa negara harus memiliki visi besar dan global untuk keluar dari segala bentuk penjajahan. Serta memiliki motivasi kuat untuk menjadi negara berdaulat yang bertujuan untuk menebar rahmat bagi seluruh alam. Perlu dipahami bahwa Islam bukan sekedar agama spiritual saja, tetapi memiliki seperangkat aturan untuk merealisasikannya. Aturannya lengkap mulai dari politik, ekonomi, sosial, hukum, dan lain sebagainya.

Dari asas aturan Islam ini, maka terbentuklah sumber daya manusia yang unggul sehingga mampu menciptakan peradaban cemerlang. Hal ini bisa dilihat bagaimana peradaban Islam mampu menjadi negara adidaya selama 1300 tahun lamanya. Serta mampu menjadi negara adidaya. Negara yang berasaskan aturan Islam juga akan memaksimalkan semua potensi sumber daya yang Allah berikan, menutup segala celah agar orang kafir tidak mampu menguasai kaum muslimin dari bidang manapun.

Sebagaimana Allah Swt. berfirman pada surah An-Nisa ayat 141,
“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukimin”.

Maka dengan Islam akan menjauhkan negeri dari permasalahan impor dan penguasaan sumber daya alam oleh para imperealis kapitalis. Lantas apalagi yang membuat kita ragu untuk menerapkan Islam secara kafah? 
Wallahu a'lam bishawwab [SP]

Posting Komentar

0 Komentar